Mengenal sesar Palu Koro
Penulis: Robert Dwiantoro | Publikasi: 28 September 2023 - 22:22
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Mengenal sesar Palu Koro
Garis-garis merah sebagai simbol sesar atau patahan aktif penyebab gempa bumi di Indonesia | Foto: Peta Patahan Aktif di Indonesia (Pusat Survei Geologi-KemenESDM)

Lima tahun lalu, 28 September 2018, sekira pukul 18.02 WITA, jadi malam naas bagi warga Palu, Sigi, Donggala, dan Parigi Moutong.

Suara isak tangis, teriakan, dan deru kendaraan menyatu menciptakan suasana malam nan mencekam. Listrik padam dan hilangnya sinyal telepon turut memperparah situasi.

Suasana di atas sebagai respon terjadinya gempa bumi berkekuatan 7,4 Magnitudo dengan hiposentrum (pusat gempa) di 26 kilometer utara Donggala dan 80 kilometer barat laut Palu dengan kedalaman 10 kilometer.

Lindu itu juga memicu terjadinya tsunami setinggi lima meter di Teluk Palu dan pencairan tanah (likuefaksi) di empat lokasi permukiman, seperti Balaroa, Petobo, Jono’oge, dan Sibalaya.

Rupanya, malapetaka ini disebabkan oleh aktivitas zona sesar Palu Koro. Istilah sesar atau patahan (fault) dan Palu Koro baru mulai dikenal oleh publik Sulawesi Tengah usai katastrofe itu merenggut 4.340 korban jiwa, merusak 66.9678 bangunan dengan total perkiraan kerugian Rp24,1 triliun.

Meski baru dikenal secara luas, tetapi pewartaan seputar Palu Koro pernah terjadi beberapa tahun sebelumnya.

Melansir kabarselebes.id (25/5/2017), sekelompok pegiat isu kebencanaan dari lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT), Skala Indonesia, Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), Platform Nasional Pengurangan Risiko Bencana (Planas PRB), dan Disasterchannel.co pernah melakukan praekspedisi menelusuri jejak sesar Palu Koro pada pekan ketiga Mei 2017.

Tak sekadar meneliti, lima organisasi yang menamai diri Tim Ekspedisi Palu Koro ini turut melakukan sosialisasi upaya PRB bagi warga Sulteng, terutama di sepanjang jalur sesar Palu Koro.

Belum juga selesai melakukan tahap kedua penelitiannya pada tahun 2018, tiga daerah di Lembah Palu telah luluh lantak akibat gempa bumi. Sesar Palu Koro kembali menjadi pusat perhatian para ahli.

Paul Sarasin-Karl Sarasin (kiri tengah kemeja putih)/Troppenmuseum dan Louis Martin Robert Rutten/resources.huygens.knawl.nl, tiga peneliti yang pertama kali memperkenalkan Palu Koro

Sejarah sesar Palu Koro

Sesar atau patahan (fault) ialah kondisi geologi di mana terjadi bidang rekahan disertai adanya pergeseran relatif (diplacement) antara satu blok bebatuan dengan blok bebatuan lainnya. Pergeserannya kadang berjarak milimeter hingga kilometer.

Dalam jurnal berjudul “Geological investigations of Sulawesi (Celebes) Before 1930 (2022)” yang ditulis oleh J.T (Han) van Gorsel, seorang geolog asal Belanda, istilah Palu Koro dikenalkan pertama kali oleh Paul Benedict Sarasin dan Karl Friedrich Sarasin, dua bersaudara asal Swiss yang berprofesi sebagai naturalis dan etnolog ketika menjelajahi Sulawesi bagian tengah dan barat daya antara tahun 1902-1903.

Pengenalan Palu Koro kembali diulangi oleh geolog Belanda lainnya, Louis Martin Robert Rutten. Hal itu imbas getaran yang diperkirakan berkekuatan 7,9 Magnitudo karena pergerakan sesar Palu Koro pada 1 Desember 1927 dengan hiposentrum di tengah laut antara Palu dan Donggala.

Setelah itu, guncangan dengan kekuatan berkisar 6,1-7,9 Magnitudo akibat sesar Palu Koro kembali terjadi sebanyak empat kali antara 1938-2018.

Sesar Palu Koro merupakan salah satu peristiwa tektonik atau pergeseran lapisan kulit bumi karena terlepasnya energi di zona penunjaman.

Sesar Palu Koro terbentuk akibat tekanan yang timbul dari benturan benua kecil (mikrokontinen) Banggai-Sula yang merangsek ke arah barat di mana Pulau Sulawesi berada. Peristiwa benturan benua kecil ini diperkirakan terjadi pada 5-0 juta tahun yang lalu.

Tarikh soal era pembentukan sesar Palu Koro ini juga senada dengan pernyataan Dr. Astyka Pamumpuni, ST., MT. Dosen Teknik Geologi Institut Teknologi Bandung ini mengatakan bahwa sesar Palu Koro sudah ada sejak jutaan tahun yang lalu.

Aktivitas sesar yang memicu gejolak disebabkan karena Indonesia secara geografis terletak di antara dua benua dan dua samudera yang dilalui tiga lempeng tektonik, yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik.  

Pergerakan dan pertemuan tiga lempeng besar ini kadangkala tak kuat menahan satu sama lain. Sehingga terlepaslah energi penyebab bergeraknya sesar yang bikin gempa bumi.

Rute perjalanan Sarasin bersaudara di Pulau Sulawesi (kiri)/J.T Han van Gorsel dan zona tunjaman aktif penyebab sesar di Pulau Sulawesi (kanan)/Koesnama-Pusat Survei Geologi 

Jenis dan wilayah cakupan sesar Palu Koro

Secara geologi, sesar atau patahan diklasifikasikan menjadi tiga jenis sesuai arah pergerakan dan gaya penyebabnya.

Tiga jenis sesar atau patahan itu, antara lain sesar normal atau sesar turun (normal faults), sesar naik (reverse faults), dan sesar mendatar (strike-slip faults).

Sesuai Peta Patahan Aktif di Indonesia yang disusun oleh Pusat Survei Geologi Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (KemenESDM), terdapat 200 patahan yang dikelompokkan ke dalam empat zona patahan aktif.

Sesar atau patahan Palu Koro masuk dalam daftar zona I atau zona patahan aktif di dalam sistem busur dan tepian benua sangat aktif bersama 122 patahan lainnya.

Patahan Palu Koro juga termasuk salah satu dari 78 patahan aktif di wilayah Papua, Halmahera, Maluku, Sulawesi bagian tengah dan utara, dan Nusa Tenggara Timur.

Dalam pelbagai kajian geologi dan analisis kegempaan, sesar Palu Koro memiliki jalur sepanjang 500 kilometer.

Jalur ini membentang hampir tegak lurus dari utara kemudian memotong Kota Palu ke arah selatan.

Di darat, patahan ini membelah Kota Palu sepanjang 250 kilometer, mengikuti alur Sungai Palu, melewati Kecamatan Kulawi dan Desa Gimpu, serta berakhir di Teluk Bone.

Tak hanya itu, patahan Palu Koro terbagi lagi menjadi lima segmen patahan mendatar, mulai dari Palu Koro-Timur, Palu Koro-Barat, Palu Koro-segmen Kulawi, Palu Koro-segmen Bada-Masamba, hingga Palu Koro-Tanjung Mangkaliat.

Selain Palu Koro beserta segmen sesarnya, ternyata masih ada sesar atau patahan lainnya yang berada di Sulteng. Sebut saja sesar naik Batui, sesar mendatar Balantak, sesar mendatar Ampana, sesar naik Wakuli-Kolonodale.

Kemudian, sesar naik Poso, sesar mendatar naik Parigi Moutong, sesar mendatar Palolo, sesar mendatar Donggala, sesar naik Toli-Toli, dan sesar mendatar Sungai Lariang.

Patahan yang terakhir disebut mencakup daerah aliran sungai (DAS) sepanjang Sulteng dan Sulawesi Barat. Sungai Lariang merupakan wilayah perairan yang terletak di area konservasi Taman Nasional Lore Lindu (TNLL).

Penamaan sesar Palu Koro juga berangkat dari nama Sungai Koro, salah satu aliran Sungai Lariang yang terletak di Desa Lempelero dan Desa Gimpu, Kecamatan Kulawi Selatan, Kabupaten Sigi.

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
8
Jatuh cinta
3
Lucu
3
Sedih
0
Kaget
1
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Mempertanyakan ketangguhan warga Palu menghadapi bencana
Mempertanyakan ketangguhan warga Palu menghadapi bencana
Sejauh mana kapasitas warga, regulasi, dan infrastruktur di Kota Palu dalam menghadapi bencana?
TUTURA.ID - 104 kepala keluarga mengungsi akibat gempa bumi 5,3 magnitudo di Sigi
104 kepala keluarga mengungsi akibat gempa bumi 5,3 magnitudo di Sigi
104 KK di Sigi terpaksa mengungsi akibat gempa bumi berkekuatan 5,3 magnitudo. Pemkab Sigi telah…
TUTURA.ID - Lima tahun setelah lindu melanda; suara dari huntara
Lima tahun setelah lindu melanda; suara dari huntara
Warga penyintas yang hingga hari ini terpaksa tinggal di huntara berharap segera pindah. Apa boleh…
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng