Mengenali praktik climate entrepreneurship di Sulawesi Tengah
Penulis: Mughni Mayah | Publikasi: 18 September 2023 - 23:53
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Mengenali praktik climate entrepreneurship di Sulawesi Tengah
Ilustrasi pengelolaan sampah sebagai salah satu sektor yang paling umum melibatkan para wirausahawan iklim (Foto: Farknot Architect/Shutterstock)

Istilah Climate Entrepreneurship atau kewirausahaan iklim mencuat seiring hadirnya kesadaran tentang perubahan iklim yang dipercepat oleh kegiatan manusia yang menghasilkan emisi gas rumah kaca.

Berbeda dengan bisnis konvesional yang berorientasi pada keuntungan tanpa memikirkan dampak terhadap lingkungan, para pelaku kewirausahaan iklim menerapkan pengembangan ekonomi berkelanjutan.

Mereka mempelajari aspek iklim dan pandangan praktis yang mencakup analisis kebutuhan pasar, model bisnis, strategi masuk ke pasar, dan rencana keuangan.

Dari penjelasan tersebut, konsep dan praktik Climate Entrepreneurship sejatinya sama dengan green business, ekonomi hijau, dan entrepreneurial environment dalam hal tujuan.

Oleh karena itu, praktik kewirausahaan iklim juga dapat menjadi sarana kampanye untuk mengedukasi dan meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan hidup di tengah krisis iklim saat ini.  

"Kewirausahaan iklim saya rasa penting karena seluruh produksi harus mementingkan keseimbangan ekologis, semisal mulai memproduksi bahan ramah lingkungan yang dapat mengurangi emisi sehingga dapat meminimalisir perubahan iklim," kata Achmad Subarkah, pegiat lingkungan Sulawesi Tengah saat ditemui Tutura.Id di kantor Relawan Orang dan Alam (ROA), Kamis ( 14/9/2023).

Menurut data dari lembaga riset SMERU pada 2021, sebanyak 73 persen anak muda Indonesia ternyata berminat berwirausaha dan 81 persen anak muda tertarik menjalankan bisnis ramah lingkungan.

Climate Entrepreneurship sebenarnya bukan hal yang baru di Kota Palu. Sejumlah wirausahaan di Sulawesi Tengah telah bergerak dan mempraktikannya lewat LSM, UMKM, hingga usaha personal.

Berikut beberapa kewirausahan iklim yang mendukung dan menghasilkan produk ramah lingkungan di Sulawesi  Tengah.

 
 
 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by Surami Collection (@surami.collection)

Rumah Seni Surami

Jika perusahan pabrik tekstil konvesional menggunakan pewarna berbahan kimia pada pakaian, maka pada praktik Climate Entrepreneurship pewarnaan dilakukan menggunakan pewarna alami dengan teknik ecoprinting.

Teknik ecoprinting dilakukan dengan memanfaatkan warna dari daun, bunga, batang atau anatomi tumbuhan lainnya yang mengandung pigmen warna. Bagian tumbuhan ini kontak langsung dengan bahan tekstil. Semisal kain polos.

Praktik ini dilakukan oleh Veronika Surami melalui Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) ecoprinting bernama Rumah Seni Surami. Usaha ini dilakukannya sejak 2020 kala pandemi Covid-19 merebak hingga saat ini.

Rumah Seni Surami menjual produk ecoprint berupa kain, tas, sepatu, topi, hingga dekorasi rumah. Secara ekonomi, bisnis ini cukup menghasilkan. Veronika mengaku estimasi keuntungan dalam sebulan dapat mencapai Rp5 juta.

Rumah produksi ecoprinting ini beralamatkan di Jalan Karanjalemba, BTN Kelapa Gading BA 01. Sementara outlet offline terletak di BTN Polda Jl. Karajalemba. Adapun outlet online-nya bisa ditengok via akun Instagram @surami.collection.

Produk kerajinan tangan dari Kabupaten Poso dan Kabupaten Sigi yang dijual melaui ROA eSTORE. (Foto: Mughni Mayah/Tutura.Id)

ROA eStore 

Relawan Orang dan Alam (ROA) adalah salah satu organisasi dan inisiatif masyarakat sipil  yang bekerja  dalam program lingkungan hidup yang berkelanjutan. 

ROA turut mendukung kampanye peduli perubahan iklim tidak hanya melalui program kerja, melainkan turut menjalankan kewirausahaan iklim dengan mendirikan ROA eStore. 

Toko ROA eStore yang beralamat di Jalan Dayodara CPI 1 Blok K No. 2, Kelurahan Talise Valangguni, menyediakan produk kerajinan tangan dari perajin di Kabupaten Poso dan Kabupaten Sigi.

Produk kerajinan berupa tas kulit kayu, wadah penyimpanan berbahan rotan dan pandan hutan, kerajinan kalide, dan masih banyak lagi.

Saat ini ROA tengah mengembangkan tas penyimpanan yang terbuat dari kulit jagung yang dapat dipakai berulang kali.

Kantong kulit jagung ini diharapkan dapat menggantikan kantongan plastik sekali pakai. Setiap penjualan produk-produk ini ROA eStore dapat mengantongi Rp2 juta hingga Rp3 juta per bulannya.

Tempat budidaya belatung alias maggot yang dilakukan oleh Mohammad Sadig (kanan) di kediamanannya (dokumentasi pribadi)

Budidaya belatung

Belatung atau maggot yang terlihat menjijikan justru memberi peluang bisnis yang menjanjikan.

Pasalnya belatung dapat mengurangi jumlah sampah rumahan berbahan organik. Musabab sampah bagi belatung adalah makanan. 

Hanya saja tidak semua belatung yang bisa dibudidayakan untuk kasus ini. Hanya jenis yang berasal dari larva lalat jenis Black Soldier Fly (BSF) yang tergolong aman sebagai pakan ternak yang kaya protein baik bagi ternak.

Usaha budidaya belatung tergolong mudah dilakukan di rumah secara mandiri.

Laiknya yang dilakukan oleh Mohammad Sadig. Saat ini ia sedang menjalankan usaha budidaya maggot di rumahnnya di Jalan Diponegoro, Kelurahan Lere, Palu Barat.

Awalnya Sadig membudidayakan belatung sebagai pakan ternaknya dan untuk mengolah sampah rumah tangga.

Namun, kini belatung hasil budidayanya dijual dengan harga Rp10 ribu per ons untuk telur. Sementara larvanya ia jual seharga Rp60 ribu hingga Rp100 ribu per ons.  

Menurut pengalamannya menjalankan usaha ini, satu ons belatung dapat memakan hingga lima kilogram sampah rumah tangga.

Kelompok Petani Kopi Kamanuru memakai pupuk organik produksi sendiri. Pupuk ini juga dijual ke petani lain (dokumentasi pribadi)

Kelompok Petani Kopi Kamanuru

Sekelompok petani di balik jenama Kopi Kamanuru yang tembus pasar internasional ternyata juga memproduksi pupuk organik. Mereka membuat pupuk alami untuk menyuburkan tanaman kopi mereka. 

Tak seperti pupuk kimia, pupuk alami tidak merusak unsur hara dalam tanaman karena terbuat dari bahan alami, seperti tumbuhan maupun sampah rumah tangga.

Setelah produksi, kelompok tani akan menyimpan sebagian pupuk alami  untuk pribadi dan sebagian lain dibagikan kepada petani lain.

Pupuk alami dari limbah ini memungkinkan membuka peluang bisins bagi kelompok petani kopi kamanuru, pasalnya bahan dalam pembuatannya mudah didapatkan karena berasal sampah rumah tangga di lingkungan petani.

Tentunya membuat pupuk ini jauh lebih murah. Dalam satu satu liter pupuk alami hanya membutuhkan modal Rp20 ribu per liter.

Kelompok Petani Kopi Kamanuru memproduksi pupuk alami  secara mandiri di Desa Dombu, Marawola Barat, Kabupaten Sigi. Usaha ini sudah berlangsung sejak tahun 2019.

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
2
Jatuh cinta
0
Lucu
0
Sedih
0
Kaget
0
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - KPU Sulteng resmi meluncurkan tahapan Pilgub 2024
KPU Sulteng resmi meluncurkan tahapan Pilgub 2024
KPU Sulteng juga meluncurkan maskot dan jingle untuk pemilihan kepala daerah di Negeri 1000 Megalit…
TUTURA.ID - WALHI anggap gubernur Sulteng melanggengkan kejahatan korporasi sawit
WALHI anggap gubernur Sulteng melanggengkan kejahatan korporasi sawit
Rekomendasi gubernur Sulteng dalam sengketa lahan PT ANA dikritik oleh WALHI. Sebaliknya, tenaga ahli gubernur…
TUTURA.ID - Hari Anti Tambang 2024; refleksi pengabaian penguasa terhadap kerusakan lingkungan
Hari Anti Tambang 2024; refleksi pengabaian penguasa terhadap kerusakan lingkungan
Peringatan Hari Anti Tambang tahun ini dipusatkan di Palu, Sulteng. Temanya "Lawan Kolonialisme Industri Ekstraktif,…
TUTURA.ID - Melihat kembali status kesehatan mental Gen Z di Sulteng
Melihat kembali status kesehatan mental Gen Z di Sulteng
Apa kabar kesehatan mental Gen Z di Sulteng? Terkait  peringatan Hari Kebahagiaan Internasional, Tutura.Id mengajak…
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng