Putaran roda nasib sungguh tak ada yang bisa menebak. Terkadang membawa kita menuju titik nadir, tapi kali lain justru menjungkit hingga ke awang-awang. Efek yang dituliskan terakhir yang menghinggapi kelompok musik Tardigrada.
Band yang diperkuat Adinda Delima (vokalis), Zulfikar (peniup mbasi-mbasi/gitaris/vokalis), Moh. Ikbal (gitaris/vokalis), Moh. Ikro Fajar (bassis/vokalis), Andrew Oktavianus (perkusionis/vokalis), dan Renaldy Lomo (Music Production Center /vokalis) semula dijadwalkan tampil dalam “iKonseria” yang berlangsung di Prambanan Jazz Kafe, Sleman, Yogyakarta, pada 16 Maret 2023.
Ajang tersebut semacam pemanasan menuju Prambanan Jazz Festival edisi ke-9 yang untuk pertama kalinya berlangsung selama enam hari, yakni dari 7, 8, 9 Juli dan 14, 15, 15 Juli.
Kehadiran Tardigrada di panggung “iKonseria” sebagai ganjaran atas keberhasilan menempati posisi ketiga dalam "Buka Nada", sebuah acara pencarian musisi berbakat di wilayah Indonesia bagian timur. Sementara dua peringkat teratas yang ditempati Treeshome (asal Maluku Utara) dan Tropico Rasta (Papua) berhak tampil di panggung utama Prambanan Jazz.
Tenyata magical experience—laiknya konsep Prambanan Jazz tahun ini—terjadi. Panitia menyatakan band yang mengusung ethno pop ini juga berhak main di panggung utama.
Jadwal pun telah ditetapkan, band yang terbentuk sejak 2020 ini mengisi panggung hari ketiga (9/7) bersama dengan Denny Caknan, Yura Yunita, Kunto Aji, Java Jive, Kahitna, Kla Project, Dewa 19, dan Seafret.
Selama tampil sekira 30 menit, Tardigrada betul-betul hadir dengan rasa bangga memperkenalkan kearifan lokal Sulawesi Tengah.
Mereka tak hanya membaurkan bebunyian tradisional dengan musik modern, tapi juga tampil mengenakan busana dengan bahan dan desain serupa kulit kayu, pakaian khas orang Kulawi.
Satu lagu yang mereka bawakan berjudul “Ngata Nasugi” juga berlanggam Kaili, suku dominan di Lembah Palu.
Apa dan bagaimana perasaan para personel Tardigrada setelah mencicipi pengalaman magical jadi band asal Palu pertama yang tampil di Prambanan Jazz Festival 2023? Berikut petikan wawancaranya yang kami lakukan pada 3 Agustus 2023, minus kehadiran Andrew dan Renaldy yang masih berada di Bali.
Waktu manggung di Prambanan Jazz tempo hari, siapa yang tanggung semua biaya?
Zulfikar: Panitia Prambanan Jazz menanggung semua ongkos transportasi, akomodasi, konsumsi, dan lain-lain selama kami di sana. Kalau fee bonus kami dapatkan waktu ikut lomba iKonseria.
Ikro: Uang bonus itu juga sudah habis kami gunakan untuk biaya latihan.
Adinda: Selama 8 sampai 10 hari kami di sana, panitia semua yang tanggung keperluan sehari-hari. Cuma saya, Ikro, sama Rizqykha (manajer, red.) memutuskan pulang duluan. Sisanya memilih stay di sana karena ada juga yang mau lanjut ke Bali ikut kegiatan Lentora.
Tampil mengenakan kostum semacam kulit kayu itu ide dari siapa?
Ikbal: Desainnya itu dari Rizqykha sang manajer. Sementara yang bikinnya Bungi Namomi. Pengerjaannya sesuai dengan contoh yang kami mau.
Ikro: Untuk biaya pembuatan kostum ini kebetulan kami dibantu sama Dinas Pariwisata Kota Palu, Pak Wali Kota Palu, dan Bupati Sigi.
Apa saja kendala yang kalian hadapi?
Zulfikar: Kendala teknis pasti ada. Soalnya kami mau tampil maksimal. Saya tidak mau pas sampai di sana cuma jadi bahan tertawaan karena tidak punya kru.
Ikbal: Masing-masing dari kami akhirnya double job. Kami yang latihan, kami juga yang kasih-kasih masuk proposal. Ya, begitulah kondisinya.
Tapi akhirnya, kan, bisa tampil di Prambanan Jazz Festival
Ikbal: Oh, luar biasa sekali.
Adinda: Iya, luar biasa.
Ikro: Senang sekali, sih.
Zulfikar: Luar biasa sekali karena itu menurutku salah satu batu loncatan dan bisa memberikan kesempatan kepada kami sebagai band pendatang baru.
Bagaimana dukungan masyarakat dan Pemerintah Kota Palu?
Ikbal: Sejauh ini bagus.
Adinda: Kalau untuk pemerintah dukungannya lebih ke finansial, sih
Zulfikar: Setiap kami latihan ada tetangga-tetangga datang menonton. Kebetulan kitorang ini latihan di rumahku, di Baliase.
Tantangan terbesar yang kalian hadapi?
Zulfikar: Tantangan terbesarnya kitorang itu sebenarnya bagaimana agar lokalitas yang kami bawakan ini bisa lebih menggema dalam skala global.
Tampil di Prambanan Jazz sudah. Apa lagi target berikutnya?
Ikbal: Sekarang ini fokusnya memasukkan karya-karya kami di platform musik digital, rencananya mau rilis satu-satu.
Zulfikar: Seandainya punya tim yang kuat, kami sebenarnya ada niat mau tur Pulau Jawa. Cuma, ya, begitu sudah.
Ikro: Sekarang juga masih ada personel yang kuliah, jadi belum fokus untuk latihan terus.
Adinda: Semoga ke depannya kami lebih dikenal masyarakat.
Tardigrada musik tradisional budaya seni modern kontemporer Prambanan Jazz Festival Kaili Kulawi baju kulit kayu