Menutup pameran Rasi Batu dengan antusiasme
Penulis: Anggra Yusuf | Publikasi: 5 Juni 2024 - 19:27
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Menutup pameran Rasi Batu dengan antusiasme
Para pengunjung malam penutupan pameran "Rasi Batu: Residensi Seribu Megalit" menikmati penampilan Fredxel sambil berlesehan | Anggra Yusuf/Tutura.Id

Pameran seni "Rasi Batu: Residensi Seribu Megalit” resmi berakhir, Selasa (4/6/2024) malam. Penutupannya terasa spesial, mengingat tiga pekan berjalan, pameran seni yang diinisiasi oleh Forum Sudutpandang ini berhasil memikat para pengunjung. 

Selama 21 hari, tepatnya sejak 15 Mei 2024, pameran ini telah melaksanakan rangkaian program publik sebanyak tiga kali diskusi bersama para seniman "Rasi Batu", dan dua kali tur pameran. Pun juga dero massal saat malam pembukaan pameran di halaman Hotel Astoria, Jalan S. Parman, Besusu Tengah, Palu Timur.

Forum Sudutpandang dan 16 seniman berupaya mewujudkan sebuah acara yang beragam dan terbuka bagi publik yang lebih luas. Ini juga jadi ajang untuk menunjukkan bahwa bentuk kolaborasi lintas disiplin dapat menginspirasi, menjadi media untuk mempromosikan keberagaman seni peninggalan leluhur serta keindahannya, dan eksplorasi pengetahuan tentang hubungan antara Tuhan, alam, dan manusia. 

“Sangat senang karena perjalanan pameran ini tidak dibuat dalam waktu yang singkat. Berproses sudah dari tahun kemarin secara internal, kemudian mengundang banyak seniman untuk hadir dengan proses dan tantangan yang cukup besar, terutama yang berasal dari luar kota dan mereka mau ikut residensi di dua lembah. Selama tiga pekan pameran ini rasanya sangat memuaskan, menyenangkan, banyak apresiasi, dan pengunjung banyak setiap harinya," kata Rahmadiyah Tria Gayatri, salah satu pendiri Forum Sudutpandang, kala ditemui Tutura.Id usai acara penutupan. 

Para pengunjung, kebanyakan remaja, saban hari antusias mendatangi lokasi pameran "Rasi Batu: Residensi Seribu Megalit" di Hotel Astoria, Palu | Foto: Anggra Yusuf/Tutura.Id

Hari terakhir acara ini dimulakan dengan tur pameran yang dipandu langsung oleh Ama—sapaan Rahmadiyah, salah satu kurator pameran ini. Antusiasme pengunjung kala itu tak kalah dengan momen yang sama pada waktu hari pembukaan. 

Berlanjut pada malam hari, tepatnya pukul 20.00 Wita, secara acak para seniman maupun pengunjung bisa berpartisipasi dalam agenda “Malam Puisi”. Mereka bisa membacakan karya puisi sendiri maupun orang lain. Sebuah upaya pastisipatif yang patut diapresiasi. 

Rangkaian agenda berakhir dengan penampilan dari Fredxel. Solis asal Palu ini menampilkan beberapa lagu miliknya. Pilihan yang terasa pas karena Fredxel hadir hanya diiringi dentingan piano dengan ruang pameran yang tak seberapa luas. Atmosfernya klop.

Ama mengatakan media sosial macam Instagram dan Tiktok mampu mendistribusikan informasi untuk menikmati sajian karya yang ada. Dirinya sangat mengapresiasi antusiasme pengunjung

"Ada juga yang datang dari luar Palu yang memang mereka ingin sekali lihat pameran ini. Saya mengucapkan terima kasih atas waktu dan energinya. Itu buat saya berharga sekali," tambahnya. 

Kegiatan pameran seni "Rasi Batu: Residensi Seribu Megalit" ini nyatanya berhasil menyerap ratusan pengunjung setiap harinya. Padahal, kata Ama, mereka hanya menargetkan 30-50 pengunjung  per hari. 

"Ternyata di luar ekspektasi karena dalam sehari di atas 100 sampai 200 orang per hari. Bahkan hari ini sampai 500 orang. Paling ramai pas pembukaan itu sampai ribuan orang karena ada dero,” ungkap Ama semringah.

Pameran ini boleh dibilang semacam “oase” bagi pengunjung, terutama yang berasal dari daerah perkotaan yang saban hari berkutat dengan pekerjaan. Rutinitas yang terus berulang terkadang bikin manusia tak ubahnya sebuah mesin atau robot terprogram. Monoton.

Salah satu cara untuk memanusiakan kembali manusia adalah dengan meluangkan waktu sejenak menikmati karya seni. Apa pun bentuk, medium ekspresi, dan skalanya.

Agenda pembacaan puisi turut hadir mengisi malam penutupan pameran "Rasi Batu: Residensi Seribu Megalit" | Foto: Anggra Yusuf/Tutura.id

"Apalagi ini ada konsep residensi, menurutku bisa memberi ruang baru bagi seniman-seniman. Dan jadinya tidak hanya menjadi sebuah seni, tapi jadi pengetahuan baru bagi pengunjung dan tentu senimannya juga," ucap Isra (24), salah satu pengujung saat hari terakhir pameran. 

Sepanjang acara ini dilaksanakan, Isra mengaku sudah datang tiga kali. Selain menganggap karya yang tersaji membuatnya kagum, ia juga menggarisbawahi ajang ini boleh dibilang sebagai upaya melestarikan warisan para leluhur. 

Senada dengan Isra, salah satu pengunjung lainnya, Via (22), juga mengutarakan bahwa dirinya juga meluangkan waktunya tiga kali mendatangi pameran ini. 

"Keren. Beragam mediumnya, tidak hanya satu. Apalagi ini jadi salah satu upaya melestarikan warisan nenek moyangnya kitorang. Berjam-jam saya menikmati karya yang ada di situ, apalagi karya dari Ipeh Nur. Harusnya lebih banyak, sih, kegiatan seperti ini, karena bisa bikin kita banyak belajar," ucapnya sambil menikmati karya yang ada. 

Isra dan Via kompak mengatakan bahwa mereka menikmati pengalaman mendatangi pameran seni “Rasi Batu”. Sebuah acara yang jarang hadir di kota ini. Oleh karena itu, mereka berharap kehadiran galeri seni, pagelaran pameran seni, atau ruang-ruang terbuka agar publik dapat mengakses berbagai karya seni mutlak diperlukan. Bukan hanya penting bagi masyarakat, tapi juga untuk para seniman.

Seusai pameran ini, Ama juga bilang bahwa setiap karya akan dikembalikan kepada para seniman yang berpartisipasi. Hal tersebut menurutnya memang menjadi hak cipta seniman tersebut. 

Ia juga berharap ajang ini bisa terus memantik orang-orang yang bergelut dalam skena seni untuk terus produktif. Pun Forum Sudutpandang sebagai perkumpulan kolektif seni. 

"Tentunya kami akan berusaha. Besok-besok bisa jadi lebih atau kurang. Kalau tema selalu kami tidak terpaku sama satu hal, apa yang kita hadapi hari ini dan apa yang kita lihat menjadi perhatian dan wacana kita tentang kota atau kawasan misalnya," pungkas Ama.

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
2
Jatuh cinta
0
Lucu
0
Sedih
0
Kaget
0
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Membangun ekosistem berkesenian sejak dari kampus
Membangun ekosistem berkesenian sejak dari kampus
Gelar Karya Seni Komunitas Seni Tadulako berlangsung di Universitas Tadulako. Awalan bagus untuk menciptakan ruang-ruang…
TUTURA.ID - Kolaborasi visual Fredxel dan Charles Edward dalam videoklip ''Riuh dalam Dada''
Kolaborasi visual Fredxel dan Charles Edward dalam videoklip ''Riuh dalam Dada''
Kekuatan "Riuh dalam Dada" yang dilantunkan Fredxel bikin Charles Edward, pemilik Kumbaja Photo, terpincut dan…
TUTURA.ID - Festival Tangga Banggo beri apresiasi kepada para seniman dan budayawan
Festival Tangga Banggo beri apresiasi kepada para seniman dan budayawan
Forum Masyarakat Siranindi selaku penyelenggara Festival Tangga Banggo memberikan penghargaan kepada 10 seniman dan budayawan…
TUTURA.ID - Langkah Lentera Silolangi menuju Festival Seni Bali Jani terantuk
Langkah Lentera Silolangi menuju Festival Seni Bali Jani terantuk
Komunitas teater Lentera Silolangi berharap ikut serta di ajang Festival Seni Bali Jani untuk makin…
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng