Pertunjukan teater di Kota Palu masih bisa dinikmati karena masih ada pihak yang menghidupkannya. Mereka adalah komunitas seni yang masih konsisten bergerak di bidang ini.
Ada tiga komunitas seni yang masih eksis memproduksi teater di Kota Palu. Mereka adalah Komunitas Lobo, Sanggar Seni Lentera Silolangi, dan Lingkaran Seni Sensasi.
Ketiga komunitas ini masih bertahan di tengah cobaan yang melanda Kota Palu. Belum usai dirundung hilangnya “panggung teater” di Gedung Olah Seni (Golni) akibat gempa dan tsunami 2018 silam. Awal 2020, datang lagi cobaan dalam bentuk pembatasan aktivitas akibat pandemi Covid-19.
Terpaan ujian itu tidak lantas bikin langkah para pelaku teater di Palu mandek. Mereka berupaya tetap berjalan dengan karakteristik masing-masing yang beragam. Tergantung tiap kelompok yang memproduksinya. Berikut profil singkat tiga komunitas teater tersebut;
Komunitas Lobo
Penamaan Lobo berasal dari salah satu rumah adat di Kabupaten Sigi yang berfungsi sebagai balai rapat tetua adat, sidang adat, upacara, perayaan panen, dan rapat penentuan kapan membuka ladang.
Selaras dengan arti itu, Komunitas Lobo mengambil peran menjadi tempat musyawarah para pelaku teater berkumpul membicarakan teater. Beberapa program kerja dari mereka mencerminkan fungsi ini.
Sementara naskah teater yang digarap berangkat dari riset yang dekat isu masyarakat dan diproduksi mandiri oleh komunitas. Misalnya, naskah tearter "Tau Nisasa" (2016), "Piringku Tak Sama" (2014), dan "Jalan Tempuh" (2016).
Di masa pandemi, komunitas yang memiliki sekretariat di Kelurahan Tawanjuka, Kecamatan Tatanga, menyajikan konsep pementasan yang sangat berbeda. Mereka tetap hidup, namun beradaptasi secara cerdas.
Yakni menggagas "Pentas dari Rumah ke Rumah", pementasan tanpa panggung, tanpa gemerlap lampu, dan tanpa artistik. Pementasannya langsung di rumah penonton.
Tak hanya melahirkan pertunjukan teater, komunitas yang berdiri sejak tahun 2013 juga punya program diskusi yang dikemas dalam "Bincang Seni", sebagai bentuk upaya evaluasi berteater bagi para pelakunya.
Dalam peringatan satu dekade hari lahirnya yang jatuh pada akhir tahun 2023 nanti, Komunitas Lobo berencana membuat serangkaian pertunjukan seni. Di mana pertunjukan ini akan dirancang untuk siap dinikmati semua kalangan.
Sanggar Seni Lentera Silolangi
Disebut sebagai lumbung para pelaku teater, Sanggar Seni Lentera memiliki karakteristik karya yang kaya unsur lokal. Tak jarang dalam pementasannya mereka menyematkan dialek dan musik lokal yang lekat.
Drama musikal "The Back Stage" sebuah karya dari Adi Chandra Wiratmaja, salah satu anggotanya, dipentaskan selama dua hari Kampus STIA Panca Marga Palu di Tahun 2021. Komika asal Palu, Oki Daeng Mobone, turut dilibatkan dalam pertunjukan ini.
Produksi lainnya adalah menggarap naskah Teater "Sumur Tanpa Dasar" karya Arifin C. Noer, yang disutradarai Dilli Swarno. Pertunjukan ini berhasil membawa Sanggar Seni Lentera ini keluar sebagai pemenang 1 dalam lomba teater modern tingkat nasional dalam Festival Seni Bali Jani (FSBJ) 2022.
Lingkaran Seni Sensasi
Berdiri pada 10 November 1991 dengan moto "berjuang untuk hidup". Naskah Teater "Nyanyian Tomalanggai" (1990) adalah karya teater pertama yang dipentaskan oleh komunitas ini. Merupakan hasil karya Ashar Yotomaruangi, pendiri sekaligus pembina komunitas ini.
"Tanah Ta Tanah Kaili" (2013) dan yang terbaru "Generasi Tercekik" (2021) hanya sebagian karya teater yang telah dihasilkan dan dipentaskan oleh komunitas seni yang telah menjelajahi pasang surut selama lebih dari tiga dekade berdirinya.
Karya jenis teater lainnya seperti kabaret juga sering mereka tampilkan. Contohnya kabaret berjudul "Gara-gara Facebook" (2017) yang sering ditampilkan dalam perayaan milad komunitas. Kabaret besutan Lingkaran Seni Sensasi yang kental menampilkan konsep jenaka kerap jadi pementasan paling ditunggu oleh penonton.
teater komunitas seni budaya seni teater seni komunitas lobo lingkaran seni sensasi sanggar seni lentera silolangi