Menyelisik tantangan ekosistem teater di Sulteng
Penulis: Mughni Mayah | Publikasi: 27 Maret 2023 - 10:52
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Menyelisik tantangan ekosistem teater di Sulteng
Aktivitas Lingkar Seni Sensasi, salah satu kelompok seni teater di Sulteng. | Foto: Istimewa

Sekumpulan orang berkumpul dan membentuk lingkaran diskusi di Bantaya Cinta, sebuah bangunan serba guna yang terletak pada Lorong Lampio, berjarak belasan meter dari badan utama Jalan Anoa, Tatura Utara, Palu Selatan. 

Mereka yang berkumpul pada Sabtu malam nan mendung (11/3/2023) itu merupakan para pegiat teater di Sulawesi Tengah, terutama Kota Palu. Beberapa muka lama seni teater tampak di sana. Para pegiat teater berusia muda juga tak ketinggalan. 

Acara diskusi bertema “Menelisik Ekosistem Teater di Sulteng” ini bertambah spesial lantaran jatuh pada bulan yang sama dengan dengan momen peringatan Hari Teater Sedunia pada 27 Maret. 

Adapun lingkar diskusi ini digagas oleh Komunitas Lobo, satu organisasi seni pertunjukan berbasis di Palu. Kebetulan, Komunitas Lobo baru saja merayakan satu dekade usianya turut mewarnai ekosistem kebudayaan dan kesenian di Sulteng. 

Selain Komunitas Lobo, beberapa kelompok seni pertunjukan yang turut hadir ialah Sanggar Seni Lentera Silolangi, Lingkaran Seni Sensasi, Lingkaran Seni Sensasi, dan Teater Islam Datokaramah (Trisdah). 

Adapun Dewan Kesenian Sigi jadi satu-satunya dewan kesenian yang hadir. Padahal tema diskusi malam itu rasa-rasanya perlu menghadirkan perwakilan dewan kesenian yang lebih luas. Maklum, ada pula dewan kesenian yang masih sibuk mengurusi sengketa kepengurusan.

Dili Swarno, pegiat teater di Palu, bertindak sebagai MC pada malam itu. Ia memulai diskusi dengan membacakan sejumlah kutipan pendek yang terpampang lewat proyektor. Berikut beberapa kutipannya:

"Teater di Sulteng  hanya dinikmati oleh pelaku-pelakunya sendiri."

"Teater kita butuh ruang, tak perlu orang mango macam saya."

"Saat ini digitalisasi sebuah pementasan dan mempertontonkan sebuah pentas teater ke panggung digital akan menjadi cikal bakal pertumbuhan teater yang kemudian membentuk sebuah budaya berteater baru."

Dili lantas mempersilakan Annisa Saskia Putri untuk menceritakan pengalamannya dalam membangun ekosistem teater. Pandangan Ketua Sanggar Seni Lentera Silolangi itu menarik buat didengar. Ia barangkali bisa disebut salah satu wajah generasi muda di dunia teater Sulteng.

Berbasis pengalamannya dengan Sangar Seni Lentera Silolangi, Annisa terdengar optimistis dalam melihat ekosistem teater di Sulteng, meski tak menampik ada pula hambatan-hambatan tertentu.

"Sanggar Seni Lentera itu lumbung para aktor teater. Mulai sejak bencana alam (gempa 2018) maupun (pandemi) COVID-19. Bisa kita lawan. Kami tetap masih bisa melakukan proses teater," kata pimpinan produksi "Sumur Tanpa Dasar" yang memenangkan lomba teater modern Festival Seni Bali Jani 2022 itu.

"Pentas Rumah ke Rumah" yang diadakan oleh Komunitas Lobo dalam menyikapi keterbatasan semasa pandemi COVID-19. | Foto: Istimewa

Teater di tengah bencana, pandemi, dan generasi baru

Saat diskusi mengalir, terungkap bahwa bencana gempa 2018 dan situasi pandemi jadi tantangan bagi ekosistem teater di Sulteng. Ryan Purnama, salah seorang pegiat Komunitas Lobo, mengamini hal itu. Ia juga menyoroti hilangnya gedung pertunjukan di Kota Palu pasca bencana gempa 2018.  

"Pasca pertunjukan, kelompok teater biasanya mengadakan diskusi tentang karyanya, Karena ada titik central di Golni,” katanya. Golni alias Gelanggang Olahraga dan Seni sudah luluh lantah dihantam bencana 28 September 2018. Nyaris lima tahun berselang, tak jua terlihat tanda-tanda perbaikan dari pemerintah.

Meski di tengah keterbatasan, semangat berkesenian pegiat teater terus dipelihara. Saat pandemi COVID-19 melanda, misalnya, Komunitas Lobo berusaha menghidupkan teater lewat gerakan kecil “Pentas Rumah ke Rumah.” Walau sekadar tampil di teras rumah, teater harus tetap hidup. 

Pegiat budaya Kota Palu, Ashar Yotomaruangi menyebut bahwa pelaku teater saat ini punya lebih banyak tantangan. "Ada geliat yang berbeda antara dulu dan sekarang dalam membangun ekosistem kesenian,” kata Ashar.

Pegiat teater veteran, Emhan Saja turut menanggapi perkembangan era kekinian. Ia menyoal ide teater kadang kesulitan dalam menyesuaikan perkembangan zaman "Era digitalisasi ini harus diberdayakan, semacam ada konten yang inovatif," ujarnya. 

Tak hanya para pelaku teater yang dapat kesempatan menyampaikan pandangan. Yaumil Masri, pegiat pendidikan alternatif dan pendiri Sikola Pomore, jadi salah satu yang kasih pandangan. Menyentuh generasi Z, kata Yaumil, jadi satu tantangan terbesar bagi para pelaku teater di Sulteng. 

Ia pun kasih saran untuk pelaku teater agar berani memungut tiket kala pertunjukan. "Kita harus berani patok harga. Sebagai bentuk penghargaan bagi pelaku teater. Tiket konser orang bisa beli ratusan ribu," ujarnya. 

Tutura.Id juga sempat mengajak berbincang Riyadh Latopada (24) di sela-sela diskusi. Riyadh bisa disebut sebagai satu perwakilan generasi Z di dunia teater. Pemuda yang aktif bergiat di Lingkaran Seni Sensasi itu menyebut salah satu tantangan dunia teater saat ini ialah mengumpulkan pelaku teater. 

"Dulu, antusiasme kami untuk menampilkan seni teater itu sangat tinggi. Kami berebutan menampilkan pementasan. Sekarang, jika ada undangan pementasan banyak yang tidak siap,” keluhnya.

Ketika bulan makin tinggi, satu per satu peserta undur diri. Lingkaran diskusi pelan-pelan menyusut; hingga akhirnya ditutup. 

Di seberang lain, para veteran teater atau yang kerap disapa “tuaka” oleh generasi yang lebih muda masih bertahan. Mereka masih antusias berdiskusi dan membentuk satu lingkaran baru. Obrolan mereka sepintas terdengar riuh. Di sela diskusi, terdengar lantang seseorang  di antara mereka lempar gagasan, "Bagaimana kalau kita buat Festival Reuni Teater?"

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
10
Jatuh cinta
1
Lucu
0
Sedih
0
Kaget
0
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Lima alasan mendatangi Festival Sastra Banggai
Lima alasan mendatangi Festival Sastra Banggai
Hajatan yang diinisiasi Yayasan Babasal Mombasa ini bakal berlangsung untuk keenam kalinya--digelar rutin saban tahun…
TUTURA.ID - Tardigrada: Kami sebenarnya ada niat mau tur Pulau Jawa
Tardigrada: Kami sebenarnya ada niat mau tur Pulau Jawa
Nama band ini boleh saja terinspirasi dari hewan berukuran sangat kecil, tapi keinginan mereka sungguh…
TUTURA.ID - Pameran Spotless Future: Ketika kreativitas bertemu aktivisme
Pameran Spotless Future: Ketika kreativitas bertemu aktivisme
Eksploitasi galian tambang yang terjadi di Palu mengusik perhatian Azwar Ahmad dan Eka Wahyuni dalam…
TUTURA.ID - Tabaro dange, panganan berbahan sagu khas Kaili
Tabaro dange, panganan berbahan sagu khas Kaili
Tabaro dange jenis kuliner khas nan unik dari Tanah Kaili. Ia bisa jadi makanan utama;…
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng