Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) jadi sorotan pemberitaan media daring lokal di Sulawesi Tengah selama sepekan terakhir.
Setidaknya ada dua peristiwa yang melandasinya. Pertama: Bencana banjir di kawasan industri pemurnian nikel itu. Kedua: Meninggalnya dua buruh pekerja divisi dump truck akibat tertimbun longsor.
Tulisan ini akan lebih banyak menyoroti kasus kedua, betapa pun masalah lingkungan dan soalan banjir yang menjadi latar peristiwa pertama juga tak kalah penting.
Adapun kecelakaan kerja bukan barang baru di IMIP. Peristiwa nahas jadi bagian dari sejarah yang tak terpisahkan dalam pembangunan kawasan “Objek Vital Nasional” tersebut. Informasi perihal kecelakaan kerja yang sampai pada level fatality (meninggal dunia) nyaris muncul saban tahun, dan bisa dialami siapa saja--buruh Indonesia maupun Tiongkok.
Hasil penyelidikan yang dilakukan Yayasan Tanah Merdeka antara 2017-2019 menunjukkan setidaknya ada lima kasus yang mengakibatkan lima nyawa melayang dalam kecelakaan kerja di IMIP. Penulusuran pemberitaan media pada 2020-2022 juga menunjukkan setidaknya tiga kasus kematian akibat kecelakaan kerja.
Pengaruh waktu kerja
Inkrispena, dan Yayasan Tanah Merdeka pernah menyelidiki rezim IMIP pasca-pandemi Covid 19 pada 2022. Hasil temuannya menunjukkan bahwa IMIP memberlakukan dua model penggiliran waktu kerja. Pertama model regular. Lalu model kedua berupa tiga shift tiga regu.
Model regular merupakan sistem gilir kerja dari pukul 07.00 sampai 17.00. Sementara, sistem gilir kerja tiga shitf tiga regu mulai diberlakukan untuk mengisi kekosongan rekruitmen pekerja baru saat pandemi. Saat itu, IMIP mendirikan beberapa pabrik baru, dan sebagian buruh dipindahkan untuk mengisi kekurangan pekerja di pabrik tersebut.
Kini IMIP telah mematenkan model kerja tiga shift tiga regu. Sebagai ilustrasi, bila seorang buruh kebagian shift malam, maka ia akan melakukan hal tersebut selama sepekan. Dalam model ini, kami menemukan bahwa para buruh kesulitan mengatur pola waktunya. Misalnya, mereka bakal kesulitan untuk membagi waktu kerja dengan aktivitas lainnya--termasuk berserikat.
Model ini juga berlaku bagi buruh perempuan. Salah seorang informan kami mengaku mengalami keguguran saat mendapatkan model kerja tiga shift tiga regu. Buruh tersebut merupakan operator crane. Buruh perempuan di ruang kendali juga tidak diperkenankan meninggalkan komputer karena harus mengawasi proses kerja di divisi lain.
Praktek kerja malam hari sangat berbahaya bagi buruh. Kebanyakan buruh di PT IMIP berangkat kerja menggunakan kendaraan roda dua milik pribadi. Berkendara pada jam-jam riskan macam itu tentu meninggikan risiko.
Seperti kejadian banjir bandang pada pekan lalu. Banjir itu menghanyutkan beberapa pekerja di PT IMIP. Begitu juga dengan buruh yang melintas di jalan raya saat masuk shift malam.
Menyelisik penyebab kecelakaan kerja
Melihat banyaknya kasus kecelakaan kerja yang terjadi di IMIP, wajar belaka bila muncul desakan untuk mengevaluasi manejemen keselamatan dan kesehatan kerja dalam lingkungan perusahaan tersebut.
Masalah lain yang turut memperkeruh perkara keselamatan kerja ialah tumpang tindihnya kebijakan serta aturan. Sebagaimana kita ketahui IMIP merupakan kawasan industri pemurnian nikel. Di area IMIP, beroperasilah berbagai entitas perusahaan (tenant) yang menjalankan usahanya. Ada pula pelbagai divisi yang berbeda-beda fungsi kerjanya.
Masalah muncul saat aturan tumpang tindih. Baik kawasan (IMIP), tenant, maupun divisi kadang punya aturan yang tak jarang bertentangan. Buruh jadi kesulitan beradaptasi dengan aturan-aturan yang tumpang tindih mengenai standar kerja dan kesepakatan kerja.
Serikat buruh di IMIP juga sering mempertanyakan kompetensi manajerial dan para penyelia HSE (Helth Safety and Enviroment) di PT IMIP. Banyak dari para penyelia ini tidak memiliki sertifikat kompetensi sesuai standar yang tertuang dalam Permen ESDM 43/2016 tentang Penetapan dan Pemberlakuan Khusus Pengawas Operasional Bidang pertambangan Mineral.
Pada 2019, misalnya, Serikat Pekerja Industri Morowali melakukan unjuk rasa dalam menuntut manajemen kerja yang layak dan sehat. Pada 2022, Serikat Pekerja Nasional dan Federasi Pertambangan dan Energi membentuk gugus tugas tripartite dengan Disnaker untuk menuntaskan problem K3 yang buruk di IMIP.
Investasi besar tak boleh abaikan keselamatan
IMIP tumbuh dengan modal besar. China-Asean Investment Cooperation Fund memegang saham 24% di PT SMI (Sulawesi Mining Investment)—sementara Shanghai Decent mengontrol 46,55% saham di PT SMI.
Ada juga beberapa Bank asing yang memodali PT IMIP diantaranya Bank of China, EXIM Bank of China, HSBC, dan Bank Pembangunan Cina. Dari situ berdirilah PT IMIP hasil patungan antara Shanghai Decent Investment dan Bintang Delapan Investama di tahun 2013.
Pada Oktober 2013, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Presiden Cina Xin Jinping mendukung mega proyek ini dan menyepakati kerjasama pembangunan kawasan industri. Kerjasama itu dilanjutkan Presiden Jokowi dan Xi Jinping dalam Koridor Ekonomi Komprehensif Regional dan Kawasan Industri Hijau.
Sejak saat itu, PT IMIP memperoleh investasi sebesar US$10,20 atau setara RP147 Triliun dengan pajak dan royalti yang disetor ke negara sejak 2015-2020 sejumlah Rp306,87 miliar (2015) naik menjadi Rp 5,38 Triliun (2020).
Kekayaan IMIP dan pendapatan negara itu kontras dengan serangkaian kecelakaan kerja yang ada di PT IMIP. Praktik lamanya waktu kerja (hari kerja dan jam kerja), beban kerja yang tinggi, alat pelindung diri yang minim, dan upah yang masih rendah merupakan eksploitasi terhadap kelas pekerja.
Penghisapan buruh
Penghisapan buruh merupakan syarat utama sistem kapitalisme atau variannya yang ekspansif: Neoliberalisme. Buntutnya akan dirasakan oleh buruh, mulai dari eksploitasi berupa jam kerja yang berlebihan, upah jauh dari layak, hingga pengabaian atas keselamatan kerja—misal penyediaan alat pelindung diri yang makan biaya bagi perusahaan.
Ringkasnya, demi menyediakan komoditas yang harganya “terjangkau”, para pemilik modal akan selalu menekan ongkos produksi, dan buruhlah kelompok paling lemah yang selalu jadi sasaran penekanan.
Waktu kerja merupakan salah satu aspek yang bisa menggambarkan eksploitasi tersebut. Perpanjangan waktu kerja (hari dan jam) sebagai cara untuk menghindari kerugian bagi kelas pemilik modal. Pun keputusan macam itu secara inheren menunjukkan watak eksploitatifnya.
Pada model eksploitasi ini semua buruh menjadi sama. Tak memandang gender, buruh perempuan juga akan terseret dalam sistem waktu kerja ini. Tiada lihat ras dan warga negara. Pun bukti kecelakaan kerja menjunjukkan bahwa risiko pada puruh tak pandang kenegaraan, entah Tiongkok atau Indonesia.
Para buruh juga akan terus bekerja dengan aturan pabrik yang tumpang tindih, supervisior minim kompetensi, dan beban kerja yang tinggi. Alhasil kecelakaan kerja akan sering terjadi pada jam kerja krusial.
Keletihan, kecapean, dan rasa sakit merupakan penderitaan yang dipikul buruh sembari mengkonversi komoditi menjadi kekayaan bagi kelas pebisnis.
*) Penulis: Richard Fernandez Labiro, Aktivis Yayasan Tanah Merdeka dan Dosen Ilmu Administrasi Pemerintahan, FISIP, Untad.
Catatan redaksi: Tutura.Id menerima tulisan berbentuk opini sepanjang 500-800 kata. Tulisan opini merupakan pandangan pribadi dari penulis.