Pemilihan umum (pemilu) serentak tak lama lagi. Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan pelaksanaannya pada 14 Februari 2024. Bertepatan dengan momen Hari Kasih Sayang.
Warga nantinya akan memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, dan—tentu saja—Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2024-2029.
Siapa pun warga negara Indonesia jika telah memenuhi syarat, tanpa terkecuali, bisa menggunakan hak pilihnya dalam pemilu. Undang-Undang Nomor 30/1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Pasal 43 tegas menjamin hal tersebut.
Putusan MK Nomor 011-017/PUU-I/2003 juga mengamanatkan bahwa hak konstitusional warga negara untuk memilih dan dipilih adalah hak yang dijamin oleh konstitusi, undang-undang, maupun konvensi internasional. Maka pembatasan, penyimpangan, peniadaan dan penghapusan akan hak dimaksud merupakan pelanggaran terhadap hak asasi warga negara.
Salah satu titik atau lokasi yang menuai sorotan terkait pemenuhan hak warga negara untuk memberikan hak pilihnya dalam pemilu adalah kawasan industri pertambangan. Dilema senantiasa terjadi antara penyelenggara pemilu dengan perusahaan terkait mekanisme para pekerja menggunakan hak pilihnya.
Pasalnya kawasan ini menyerap banyak tenaga kerja, salah satunya di PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) yang berlokasi di Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah (Sulteng).
Merujuk data perkembangan kawasan industri PT IMIP, Juni 2023, jumlah pekerja di perusahaan tersebut lebih dari 72.000 orang yang sebagian besar warga negara Indonesia.
Oleh karena itu, penting untuk menjamin hak memilih para pekerja tambang tersalurkan di bilik suara.
Menjadi tugas dan tanggung jawab Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) selaku penyelenggara pemilu untuk memastikan pemenuhan hak tersebut.
Untuk pemilu serentak mendatang, KPU akan menyediakan Tempat Pemilihan Suara (TPS) lokasi khusus bagi pemilih yang saat pemilu berlangsung tidak berada di alamat domisili yuridis sesuai tercantum dalam KTP.
TPS lokasi khusus ini menyasar tempat-tempat seperti lembaga permasyarakatan dan rumah tahanan, kampus, pondok pesantren, dan area perusahaan kerja.
Hambatan terbesarnya adalah tak semua perusahaan bersedia mengakomodir berdirinya TPS khusus di area lokasi kerja mereka. Berdasarkan hasil pemutakhiran data pemilih oleh KPU Sulteng, hanya ada PT Lestari Tani Teladan yang bersedia mengadakan TPS khusus di lokasi perusahaannya. Sementara 14 TPS lokasi khusus lainnya menyasar lapas dan rutan se-Sulawesi Tengah.
PT Lestari Tani Teladan yang telah berkiprah sejak 1993 ini bergerak di industri perkebunan kelapa sawit. Lokasinya di Desa Towiora Kecamatan Rio Pakava, Kabupaten Donggala.
Sementara tak ada satupun perusahaan- perusahaan tambang raksasa di Sulteng bersedia mendirikan TPS lokasi khusus di wilayah kerja mereka.
Ketua Divisi Perencanaan, Data, dan Informasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sulawesi Tengah, Dirwansyah Putra, menjelaskan bahwa pihaknya telah berupaya melakukan koordinasi dengan perusahaan-perusahaan tambang yang ada di Kabupaten Poso, Morowali Utara, dan Morowali terkait pengadaan TPS lokasi khusus.
Upaya yang dilakukan ternyata bak meninju angin alias tak membuahkan hasil sesuai harapan.
"Tahapan jalan terus, sampai dengan mau ending (berakhir, red) penetapan daftar pemilih tetap. Namun, perusahaan tidak memberikan tanggapan apa-apa. Tidak memberikan lampu hijau. Jadi kami tidak bisa membuat TPS lokasi khusus," kata pria yang karib disapa Dirwan itu kepada Tutura.Id di ruang kerjanya, Selasa (9/1/2023).
Pembuatan TPS lokasi khusus di area pertambangan memiliki beberapa syarat, antara lain harus seizin pemilik lokasi, penandatanganan berita acara, penandatanganan perjanjian kerjasama, serta perolehan data-data karyawan sebagai pemilih di lokasi tersebut. Singkatnya, pemilik lokasi harus bersifat aktif dalam proses pengadaan TPS lokasi khusus.
Saat menggelar konferensi pers tentang “pengawasan, penanganan pelanggaran, dan penyelesaian sengketa proses Pemilu 2024 se-Provinsi Sulteng, (30/12/2023), Ketua Bawaslu Provinsi Sulteng Nasrun mengungkapkan, alasan implisit perusahaan tak ingin membuka TPS lokasi khusus karena khawatir menanggung beban dari hasil pemilihan tersebut.
"Jika yang menang di dalam wilayah TPS perusahaan bukan yang menang secara nasional, ini menyandera secara politik ke perusahaan. Sehingga perusahaan tidak mau mengambil risiko dalam proses bisnis mereka. Tapi mereka memberi beberapa kebijakan," jelas Nasrun.
"Saya dulu masuk malam, diizinkan jam tiga subuh bisa pulang. Jadi saya dari sini (Bahodopi, red.) berangkat sampai sana (Korobonde) jam enam pagi," ujar Islah Subianto, salah satu pekerja tambang di PT IMIP.
Islah menceritakan pengalamannya kepada Tutura.Id via WhatsApp, Selasa (9/1/2024), saat melakukan pencoblosan dalam pemilihan umum 17 April 2019.
Memanfaatkan waktu izin yang diberikan perusahaan, Islah memilih untuk memenuhi hak suaranya di kampung halamannya. Padahal, jarak antara lokasi PT IMIP menuju Desa Korobonde, Kecamatan Lembo, Kabupaten Morowali Utara, yang menjadi alamat tinggalnya sekitar 172 kilometer. Waktu tempuhnya berkisar empat jam perjalanan.
"Pokoknya di sana hanya sehari. Tidur berapa jam, langsung otw (berangkat) ke Bahodopi lagi," imbuhnya.
Pilihan itu sebenarnya bukan opsi tunggal. Sesama pekerja tambang bisa melaksanakan hak pilihnya dengan mendaftarkan diri mencoblos di TPS di desa-desa sekitar lokasi tambang. Caranya bisa dengan menggunakan formulir A5 atau Kartu Tanda Penduduk (KTP).
"Mereka gantian pergi mencoblos. Dikasih kesempatan satu jam, habis nyoblos balik lagi bekerja. Di Bahodopi, kan, ada 12 desa. Bisa mendaftar menggunakan KTP. Jadi tidak golput karena menggunakan hak pilih," kenang Islah tentang mekanisme para pekerja tambang saat hari pencoblosan.
Islah memilih pulang kampung hitung-hitung melepas penat dari hiruk-pikuk ramainya aktivitas industri. Pun karena sangat ingin bertemu keluarganya di rumah.
Menyitir KabarSelebes.id (17/4/2019), PT IMIP meniadakan TPS di kawasan industri yang dikelolanya saat Pemilu 2019. Kebijakan tersebut sesuai arahan dari KPU Morowali.
Alhasil para pekerja tambang yang berasal dari luar daerah harus menggunakan formulir A5 saat mencoblos. Pengurusan formulir pindah tempat memilih dari daerah asal sesuai KTP ini harus dilakukan minimal H-30 dan maksimal H-7 sebelum pemungutan suara berlangsung.
Bagi para pekerja yang sudah kelar mencoblos dan kembali masuk bekerja, perusahaan menghitungnya sebagai uang lembur.
Jika pekerja tak mengantongi formulir A5 lantaran waktu dan tenaga kadung habis tersita di kawasan tambang, maka tetap bisa pergi mencoblos berbekal KTP. Hanya saja mekanisme pencoblosan bermodalkan KTP alih-alih tanpa menggunakan TPS lokasi khusus memiliki banyak keterbatasan, mulai dari surat suara tambahan hingga waktu.
Mengingat jumlah pekerja tambang mencapai puluhan ribu orang, masing-masing TPS yang tersebar di desa-desa sekitar kawasan industri PT IMIP belum tentu menyiapkan surat suara tambahan yang memadai. Apalagi waktunya hanya dibatasi antara pukul 12.00-13.00.
Berdasarkan penjabaran Betty Epsilon Idroos selaku komisioner KPU, untuk mendirikan TPS di lokasi khusus, termasuk di kawasan industri tambang, KPU membutuhkan data karyawan yang akan tetap berada di lokasi itu hingga pemungutan suara atau 14 Februari 2024.
Setiap TPS akan berisi 300 orang pemilih yang masing-masing dilengkapi saksi dan pengawas. Para pekerja tak perlu repot mengurusi formulir A5 karena akan secara kolektif diurus oleh KPU melalui Sistem Informasi Data Pemilih.
Total saat ini ada 1.624 TPS lokasi khusus di masing-masing kabupaten/kota seluruh Indonesia.
pemilihan umum pemilu 2024 pemilihan presiden pilpres pekerja tambang PT IMIP hak suara TPS lokasi khusus Komisi Pemilihan Umum Bawaslu Sulteng KPU Sulteng