Pelepasliaran tukik atau anak penyu menjadi salah program tahunan yang diadakan Yayasan Bonebula. Kegiatan tersebut menjadi sarana edukasi dan kampanye tentang pentingnya merawat kawasan pesisir dan biota laut.
Tahun ini, bertepatan dengan Hari Lingkungan Hidup Sedunia, Rabu (5/6/2024), mereka telah melepasliarkan 112 tukik di Pantai Baturoko, Desa Lalombi, Kecamatan Banawa Selatan, Kabupaten Donggala.
Tukik berjenis Chelonia mydas alias penyu hijau ini berasal dari 120 telur yang berhasil mereka karantina dan tetaskan di penangkaran Balai Belajar Pesisir, Dusun Baturoko Desa Lalombi.
Kegiatan pelepasliaran tukik juga dihadiri Walhi Sulteng dan warga yang tinggal di sekitar Pantai Baturoko.
Direktur Yayasan Bonebula Andi Anwar menjelaskan, yayasan ini didirikan oleh mahasiswa dan beberapa warga di Donggala yang menyadari pentingnya menyelamatkan ekosistem pesisir.
“Kami berdiri sejak 2008. Fokus kami itu lebih kepada mendorong dan membangun kesadaran akan pentingnya keadilan ekologi di bagian pesisir. Juga pemberdayaan masyarakat pesisir,” tutur Popeye, sapaan khas Anwar, kepada Tutura.Id, Kamis (6/6).
Bicara soal penyu, Popeye menjelaskan bahwa fokus mereka bagaimana memutus mata rantai perburuan telur penyu oleh segelintir warga. Mereka menjadikan telur-telur penyu sebagai bahan konsumsi dan dijual.
“Karena masyarakat sekitar sini sudah tahu kapan waktunya penyu itu bertelur. Biasanya mereka makan telurnya dan dagingnya. Kadang mereka jual juga. Rp1200 per butir ke penampung,” ungkap Popeye.
Akibat perburuan penyu tadi, Popeye bersama teman-teman yang bernaung di Yayasan Bonebula mengajak masyarakat sekitar untuk bermitra dengan mereka dalam rangka menyelamatkan bayi penyu alias tukik. Caranya dengan membeli telur penyu dari warga sesuai harga pasaran.
“Jadi kami beritahukan kepada masyarakat, kalau ada lubang telurnya penyu, kami minta mereka selamatkan. Nanti silakan mereka jual sama kami, supaya bisa kami tetaskan, dan nantinya kami lepaskan,” jelas Popeye.
Pun demikian, Popeye dkk. mengaku tetap saja kewalahan menghilangkan kebiasaan warga pesisir dalam berburu telur dan daging penyu.
“Saya kira memang ini persoalan uang. Penghasilan dari berjualan telur penyu cukup menggiurkan. Bisa sampai Rp150 ribu per satu lubang. Belum lagi dari bulan Januari sampai Juni itu pasti ada saja yang bertelur dan tidak hanya satu lubang,” kata Popeye sembari menghela napas.
View this post on Instagram
Yayasan Bonebula sebenarnya bisa saja jadi pengepul tunggal telur-telur penyu hasil buruan warga. Syaratnya harga beli yang mereka tawarkan harus lebih tinggi dari pasaran. Ketersediaan uang kas milik yayasan yang membuatnya urung terlaksana hingga hari ini.
Pemerintah, dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan atau Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, tidak pernah memberikan bantuan sepeser pun.
“Kami bergerak secara mandiri. Finansial juga kami cari sendiri. Ikut kegiatan atau bermitra dengan kelompok sejenis. Karena sampai sekarang wilayah ini belum masuk dalam kawasan yang dilindungi,” kata Popeye mengeluh.
Merujuk Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, juga Peraturan Pemerintah Nomor P106 tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi, semua jenis penyu sebenarnya termasuk satwa dilindungi.
Para pelaku perdagangan—penjual dan pembeli—satwa dilindungi seperti penyu bisa dikenakan hukuman penjara lima tahun dan denda Rp100 juta.
Hanya saja karena longgarnya penegakan hukum di lapangan, aktivitas perburuan terhadap penyu terus berlangsung.
Pantai Buroko yang jadi wilayah Balai Belajar Pesisir selama ini terkenal sebagai spot favorit penyu mengerami telur-telurnya hingga menetas. Menyadari hal tersebut, Yayasan Bonebula telah mengajukan kepada pemerintah agar wilayah tersebut dijadikan kawasan dilindungi. Namun, hingga sekarang belum mendapatkan respons.
“Perizinan itu kami perlukan untuk menjaga kelestarian penyu ini. Dengan punya status yang jelas, pendanaan kami juga bisa jelas. Kalau kami minta patroli, mereka tidak menolak lagi dengan alasan operasional terbatas,” harapnya.
Apalagi ia juga menjelaskan bahwa penyu menjadi salah satu hewan yang sangat bermanfaat bagi ekosistem laut. Penyu merupakan salah satu bagian dari ekowisata yang dicanangkan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah demi menarik wisatawan.
“Penyu ini kayak cleaning service-nya laut. Dia kasih bersih laut itu dari zat-zat kimia. Makanya kita tidak dianjurkan untuk makan daging penyu,” jelasnya.
Selain penyu dan tukik, Yayasan Bonebula juga berfokus menjaga kelestarian hutan mangrove. Caranya dengan giat memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga kelestarian mangrove. Pun merehabilitasi mangrove di kawasan pesisir yang rusak.
Selain itu, ibu-ibu yang bermukim di kawasan pesisir juga diajak untuk memanfaatkan mangrove sebagai salah satu sumber ekonomi. Hasilnya ada yang jadi keripik, teh, sirup, obat-obatan, dan aneka produk lain.
hari lingkungan hdiup sedunia Yayasan Bonebula Walhi Sulteng penyu tukik satwa dilindungi konservasi ekosistem mangrove pesisir lingkungan Pantai Baturoko mangrove