Merawat ingatan tentang bencana lewat film Timbul Tenggelam
Penulis: Grefi Marchella | Publikasi: 1 Oktober 2022 - 11:03
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Merawat ingatan tentang bencana lewat film Timbul Tenggelam
Sesi diskusi usai menyaksikan pemutaran film Timbul Tenggelam (30/9/2022) - Foto: Grefi Marchella/Tutura.Id

Sekelompok anak sedang asyik menggali pasir di tepi pantai. Sekujur badan mereka tampak kuyup musabab sebelumnya menceburkan diri ke laut. Sembari menggali, mereka berdendang. “Jembatan kuning terpisah dua, masjid apung hampir tenggelam, akibat dahsyatnya bumi meronta,” demikian sepenggal lirik nyanyian tersebut yang menjadi salah satu adegan dalam film Timbul Tenggelam.

Film yang disutradarai Nurcholis Darmawan (23) menceritakan tentang kehidupan para penyintas di Desa Tompe, Kecamatan Sirenja, Kabupaten Donggala, yang dilanda banjir rob pascabencana tsunami tahun 2018. Cerita bergerak melalui diskusi antara Sarifa (10 tahun) dan kakeknya Tua Yusri (76) yang pernah mengalami peristiwa tsunami Mapaga pada 1968.

Film pendek ini merupakan hasil produksi komunitas Sikola Pomore bekerjasama dengan Sinekoci dalam project “Hidup Dengan Bencana”. Proses praproduksi film dimulai sejak tahun 2020 berupa riset tentang kehidupan penyintas bencana tsunami di Desa Tompe.

Sikola Pomore merupakan sekolah nonformal dengan mengusung tema sekolah hijau independen berbasis bahasa asing, budaya lokal, dan lingkungan. Lokasi sekolahnya terletak di wilayah Pantai Barat, Sirenja.

Sekolah alam ini didedikasikan kepada anak-anak pesisir Sulawesi Tengah, khususnya mereka yang bermukim di wilayah Pantai Barat Donggala dan sekitarnya.

Produksi film bermula sejak 2021 dan sempat terhenti akibat naiknya kasus Covid-19 di Sulawesi Tengah pada saat itu. Namun, berkat kerjasama yang solid antar kru di balik layar dan para pemainnya, film ini akhirnya kelar diproduksi dan ditayangkan.

Bersama tiga judul film lainnya, yaitu Saya di Sini, Kau di Sana (produksi Forum Sudutpandang), Turun ke Atas (Nemu Buku), dan Tanigasi (Institut Tana Sanggamu), Timbul Tenggelam diputarkan keliling dalam rangkaian “Roadshow Impact Campaign Hidup dengan Bencana” sepanjang Juli hingga Agustus 2022. Beberapa titik pemutarannya ada di Palu, Sigi dan Donggala.

Saat acara puncak “Hidup dengan Bencana” gelaran Sinekoci yang berlangsung di Aula Dinas Pendidikan Sulawesi Tengah, Jalan Setia Budi, Palu (28-30/9/2022), keempat film tersebut menjadi salah satu menu utama.

Judul film Timbul Tenggelam dipilih Nurcholis Darmawan setelah melihat situasi masyarakat Desa Tompe yang tempat tinggalnya harus terendam banjir rob akibat penurunan daratan (downlift) di daerah tersebut.

Judul Timbul Tenggelam bermakna ketidakjelasan atau ketidakpastian. Persis seperti kondisi Desa Tompe yang terapung-apung di laut tanpa kepastian tentang relokasi lahan dan mata pencaharian baru.

Dalam film diperlihatkan proses pertukaran informasi beda generasi antara Sarifa dan Tua Yusri yang merupakan penyintas bencana tsunami 1968. Adegan tersebut menggambarkan cara masyarakat Kaili dalam mewariskan pengetahuannya tentang bencana melalui tutura alias cerita-cerita terkait pengalaman, dongeng, maupun mitos.

Secara toponimi, Tompe berarti air yang meluap. Kepingan sejarah penamaan itu juga dimasukkan dalam adegan film Timbul Tenggelam.

“Di lintas usia berapa pun, bencana itu akan selalu datang. Jadi kalau kita tidak bersiap itu akan menjadi celaka,” ujar sang sutradara.

Lewat film ini, Nurcholis dan kawan-kawan ingin menambah pengetahuan penonton tentang kebencanaan dan situasi pascabencana yang masih dialami oleh para penyintas di Desa Tompe dan sekitarnya.

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
0
Jatuh cinta
0
Lucu
0
Sedih
0
Kaget
0
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Melihat ekosistem film di Palu sebagai kota film, animasi, dan video
Melihat ekosistem film di Palu sebagai kota film, animasi, dan video
Ada banyak pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan seturut penobatan Palu sebagai Kota Film, Animasi,…
TUTURA.ID - Bermula dari folklor, Uwentira jadi komodifikasi di ranah kultur populer
Bermula dari folklor, Uwentira jadi komodifikasi di ranah kultur populer
Eksistensi Uwentira dalam pandangan ilmu kebudayaan sebagai legenda urban dan bentuk-bentuk monetisasi terhadapnya. Tidak hanya…
TUTURA.ID - Avatar kembali ke layar lebar dengan versi lebih kinclong
Avatar kembali ke layar lebar dengan versi lebih kinclong
Warga di Kota Palu akhirnya bisa menyaksikan Avatar (2009) dalam format layar lebar. Kali ini…
TUTURA.ID - Program ''Jelajah Kota dan Sinema'' menyambangi Palu
Program ''Jelajah Kota dan Sinema'' menyambangi Palu
Kota Palu terpilih jadi persinggahan program "Sinema Keliling x Jelajah Kota dan Sinema". Berlangsung di…
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng