Nestapa pekerja di IMIP; alami kecelakaan kerja berujung sanksi ganda dari korporasi
Penulis: Robert Dwiantoro | Publikasi: 8 Juli 2024 - 22:50
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Nestapa pekerja di IMIP; alami kecelakaan kerja berujung sanksi ganda dari korporasi
Ilustrasi kecelakaan kerja yang terjadi di kawasan pertambangan | Sumber: minerba.esdm.go.id

Kabar insiden kecelakaan kerja di kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) seolah sudah jadi rahasia umum bagi publik Sulteng. Insiden kecil hingga risiko kehilangan nyawa bukan lagi sesuatu yang asing di wilayah konsesi eksplorasi nikel seluas 4.000 hektare itu.

Pertengahan Juni 2024, sebuah peristiwa kecelakaan kerja menimpa Ambo—nama disamarkan--seorang sopir dump truck (DT) PT Huayue Nickel Cobalt (PT HYNC) ketika mengangkut material limbah ore di area penampungan darurat (area 208).

“Saat pergantian shift saya laporkan kondisi kerusakan mobil di bagian sprint, lampu stok belakang, dan beberapa bagian lainnya. Tetapi pengawas bilang pake-pake saja. Tanpa diawasi oleh pengawas, saya terpaksa memundurkan mobil dengan kondisi lampu mati dan tanpa ada pembatas. Akibatnya, mobil DT yang saya kemudikan menginjak lubang dan terbalik,” ungkap Ambo kepada Tutura.Id, Minggu (7/7/2024).

Sedikitnya ada tiga hal yang sangat disesali oleh Ambo atas perlakuan PT HYNC kepadanya dari insiden kecelakaan kerja yang dialaminya.

Menurut pengakuan Ambo, kejadian pada 17 Juni 2024 pukul 04.35 Wita, sebenarnya bisa terhindar andai pengawas lapangan tak bekerja setengah hati dan mengabaikan temuannya pada kendaraan operasional yang dikemudikannya ketika Pemeriksaan dan Pengecekan Harian (P2H).

Selain itu, sambung Ambo, meski mengalami keseleo pada tangan kiri dan cedera di bagian tulang paha, ia sama sekali tak beroleh pertolongan pertama lewat perawatan di Klinik IMIP. Akhirnya ia memilih pengobatan alternatif di luar fasilitas perusahaan. 

Meski berstatus korban kecelakaan kerja dan tak sepenuhnya bersalah, Ambo justru mendapat sanksi ganda dari perusahaan.

“4 Juli 2024, saya dikasih Surat Peringatan Pertama (SP-1) disertai denda senilai Rp1.782.315 sebagai ganti rugi kepada perusahaan atas insiden itu,” imbuhnya.

Kendati demikian, Ambo tak langsung mau menandatangani dokumen SP-1 dan mengganti kerugian lantaran menurutnya tindakan tersebut terkesan berat sebelah.

Sekadar informasi, dalam temuan Tren Asia terjadi 18 insiden kecelakaan kerja dengan korban luka-luka 41 orang dan meninggal dunia 15 orang di kawasan IMIP, kurun 2015-2022.

Sementara pada 2023, Tren Asia melaporkan penyebab kecelakaan kerja didominasi kecelakaan truk (40%), kebakaran (28%), dan lainnya (32%).

Aris, Sekretaris Jenderal Serikat Buruh Industri Pertambangan dan Energi (SBIPE) IMIP, menuturkan jika langkah yang diambil Ambo setelah berkonsultasi dengan pihaknya. Ambo juga merupakan anggota SBIPE.

“Kami memang meminta Ambo untuk tak menuruti begitu saja tindakan perusahaan. Saat ini kami masih berupaya menyelesaikan kasus hubungan industrial semacam ini,” kata Aris saat dihubungi Tutura.Id, Senin (8/7).

Aris juga melaporkan bahwa sebenarnya banyak perkara seperti ini terjadi di lingkungan IMIP, tapi sedikit yang diadvokasi dan terkuak ke publik.

Biasanya pekerja yang jadi korban akan langsung meneken surat lantaran takut sanksi lanjutan berujung pemecatan.

Mewakili SBIPE, Aris ikut menyesalkan keputusan yang diambil PT HYNC kepada karyawannya. Padahal, seharusnya insiden seperti ini perlu diselidiki secara menyeluruh tanpa merugikan satu pihak saja. Pun akibat dari konsekuensi ini, sebut Aris, tak seharusnya dibebankan kepada pekerja yang jadi korban.

"SBIPE IMIP mengecam keras tindakan PT HYNC yang sewenang-wenang terhadap anggota kami dan menuntut pembatalan sanksi ganda itu. Kami juga menyerukan agar seluruh buruh di IMIP untuk bersatu melawan kebijakan yang merampas upah buruh berkedok sanksi akibat kelalaian," tegasnya. 

Penilaian Aris kurang lebih selaras dengan konteks hubungan kerja sebagaimana tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum (KUH) Perdata. Pasal 1367 ayat (3) menyebutkan majikan atau orang yang mengangkat orang lain untuk mewakili urusan mereka bertanggung jawab bila bawahannya menyebabkan kerugian.

Sementara dalam tafsir yang dimuat situsweb hukumonline.com, kerugian yang timbul akibat kesalahan/kelalaian karena adanya perintah kerja di luar standar tidak sepatutnya dibebankan kepada karyawan melainkan menjadi risiko bisnis.

Tutura.Id juga sudah mencoba mengonfirmasi terkait insiden ini kepada Media Relations PT IMIP, Dedy Kurniawan, melalui telepon pada 8 Juli 2024, tetapi tak kunjung merespons hingga artikel ini tayang.

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
3
Jatuh cinta
0
Lucu
0
Sedih
0
Kaget
0
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Realitas buruh perempuan dalam industri nikel di Morowali
Realitas buruh perempuan dalam industri nikel di Morowali
Sekarang ada lebih banyak perempuan bekerja di sektor industri pertambangan. Pun demikian, tantangan yang mereka…
TUTURA.ID - Kecelakaan kerja di IMIP: Pekerja atau perusahaan yang lalai?
Kecelakaan kerja di IMIP: Pekerja atau perusahaan yang lalai?
Dua sopir dump truck di IMIP tewas tertimbun longsor. Polisi sebut tak ada unsur kelalaian…
TUTURA.ID - Perbudakan modern di balik gemerlap Piala Dunia 2022
Perbudakan modern di balik gemerlap Piala Dunia 2022
Pembangunan stadion dan infrastruktur lain selama persiapan Piala Dunia 2022 telah merenggut ribuan nyawa buruh…
TUTURA.ID - Cerita saksi mata kecelakaan kerja di PT ITSS; Mengapa bisa terjadi dan siapa seharusnya bertanggungjawab?
Cerita saksi mata kecelakaan kerja di PT ITSS; Mengapa bisa terjadi dan siapa seharusnya bertanggungjawab?
Kapolda Sulteng Irjen Agus Nugroho menyebut saat ini dua tenaga kerja asing telah ditetapkan sebagai…
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng