Nova Ruth dan Grey Filastine: Arka Kinari adalah kapal kebudayaan
Penulis: Juenita Vanka | Publikasi: 24 Juli 2023 - 16:42
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Nova Ruth dan Grey Filastine: Arka Kinari adalah kapal kebudayaan
Kapal layar Arka Kinari berlabuh di Mamboro, Palu Utara, setelah bertolak dari Pare-Pare, Sulawesi Selatan (Foto: Andika Pramulya untuk Tutura.Id)

Nyaris empat tahun setelah titik labuh pertama di Rotterdam, Belanda, pada Agustus 2019, kapal Arka Kinari akhirnya membuang sauh di Teluk Palu, tepatnya di Mamboro, Jumat (21/7/2023).

Kapal berbobot 70 ton ini membawa pasangan musisi eksperimental Nova Ruth dan Grey Filastine. Turut serta dengan setia seekor anjing berwarna hitam yang mereka beri nama Dora the Explorer.

Terlihat dari kejauhan lambang bendera mereka yang terdiri dari sebuah trisula tegak lurus dengan sebilah busur menghadap ke atas. Trisula banyak digunakan sebagai senjata para dewa, termasuk Poseidon sang penguasa lautan dalam mitologi Yunani.

Lalu busur yang berbentuk setengah lingkaran dimaknai sebagai Yoni, simbol organ feminin dalam kepercayaan Hindu. Fusi dua elemen tersebut menghasilkan Lingga (simbol organ maskulin) dan Yoni yang merupakan dasar semua penciptaan.

Nova dan Filastine berkeliling dunia mengarungi lautan hanya mengandalkan angin. Pasalnya mereka tidak ingin meninggalkan jejak karbon yang akan lebih merusak lingkungan. Sementara pasokan listrik di kapal mereka ambil dari panel surya.

Kelana itu mereka lakukan untuk menyampaikan pesan soal krisis iklim melalui musik yang menggabungkan melodi tradisional Jawa dan musik elektronik kontemporer. Bentuk pertunjukannya juga khas, memadukan musik, story telling alias bercerita, dan sajian visual.

Arka Kinari merapat ke Teluk Palu karena Nova dan Filastine dijadwalkan hadir jadi salah satu penampil dalam Ramporame Festival (21-23/7).

Dua hari sebelum tampil, duo ini menyambangi kantor Tutura.Id. Mereka berbagi kisah tentang pengalaman mengarungi lautan untuk menyampaikan pesan tentang krisis iklim melalui musik. Berikut kutipannya.

Nova Ruth (kiri) dan Grey Filastine memutuskan untuk menjalankan proyek Arka Kinari sejak 2019 (Foto: Moh. Syukuran/Tutura.Id)

Selama berlayar bersama Arka Kinari, apa masa tersulit yang pernah dialami?

Nova (N): Kalau ditanya tahun ini dan tahun lalu pasti jawabannya berbeda. Hal tersulit tahun ini bagaimana melihat kapal kami berkarat dan sangat parah. Beberapa bagian kalau diketok langsung hancur. Itu membuat saya takut.

Mungkin kadar garam atau apa yang memengaruhi, kami juga bingung. Sampai kami berpikir kalau tidak bisa diperbaiki lagi, maka ini akan mengancam kelancaran proyek kami.

Filastine (F): Menghadapi regulasi yang ada di pelabuhan. Kebanyakan orang masih bingung dengan apa yang kami lakukan, tujuan kami.

Makanya kami sulit untuk sekadar berlabuh di sebuah pelabuhan. Dan karena ketidaktahuan itu membuat mereka mempersulit kami singgah. Hal ini terkadang memakan waktu sampai berbulan-bulan.

Apa yang dirasakan dan dipelajari selama hidup berlayar bersama Arka Kinari?

N: Kapal ini, kan, kapal kebudayaan. Saat memutuskannya jadi kapal kebudayaan, kami sadar tantangannya adalah membuat kebudayaan baru dengan level toleransi yang jauh lebih tinggi ketika tinggal di rumah kita masing-masing.

Karena orang-orang di kapal ini berasal dari latar kebangsaan berbeda, multikultural dengan kebiasaannya masing-masing. Itu masih di dalam kapal kami.

Belum lagi saat kami menyinggahi daerah yang berbeda-beda kebudayaannya. Itu tantangannya akan baru lagi. Tapi itu semua bisa kami lewati dengan komunikasi yang baik kepada mereka.

Mengapa kemudian memilih negeri maritim untuk media penyampaian pesan Arka Kinari?

N: Alasan utama karena isu lingkungan dan hal-hal yang berkelanjutan bukan sesuatu yang trendi. Kita belum mengerti tentang pentingnya krisis iklim.

Sebagai negara yang diekstraksi habis-habisan selama bahkan ratusan tahun, kita sebetulnya punya ilmu untuk menghubungkan satu pulau dengan pulau lainnya tanpa meninggalkan jejak karbon, yakni dengan berlayar. Sayangnya kita sudah banyak yang melupakan itu.

Jadi sebelum hal yang diekstraksi itu habis, kami menyebutnya ekonomi pascakarbon, lebih baik kami melatih diri terlebih dahulu. Siapa tahu apa yang kami lakukan ini dapat ditiru oleh banyak orang.

Lalu, apa hubungannya antara seni, laut, dan krisis iklim bagi Arka Kinari?

F: Itu adalah segi tiga yang sangat berkaitan erat dan sangat penting untuk kami siarkan. Laut menjadi sumber utama kita mendapatkan oksigen, namun krisis iklim yang terjadi menimbulkan katastrofe (perubahan besar, red.) dalam laut.

Kami menyampaikan fakta ini menggunakan seni yang lebih lembut bahasanya, lebih halus, lebih bisa diterima oleh semua orang.

Seni itu membawa cerita dan kearifannya sendiri. Dengan begitu fakta tadi dapat kami kemas agar bisa diterima dengan setidaknya kegembiraan kecil di dalam hati.

Duo Nova dan Filastine sebelumnya telah belasan tahun berkolaborasi dalam ranah musik eksperimental (Foto: Moh. Syukuran/Tutura.Id)

Soal musik kalian, siapa yang menjadi penulis dan siapa yang mengaransemen lagunya?

F: Kolaborasi. 

N: Kalau misalnya aku dapat inspirasi menulis liriknya aku kasih ke Grey, dia yang bikin aransemennya. Pun sebaliknya. Jadi seperti telur dan ayam, kami tidak tahu siapa yang memulai. 

Bagaimana dengan pertunjukan, apa yang disuguhkan Arka Kinari kepada khalayak?

N: Kalau konsep pertunjukan di kapal itu memang kami membawa cerita mengenai akhir zaman.

Setiap awal cerita ada semacam gabungan mengenai ramalan akhir zaman, biasanya kami gabungkan dari Jawa dan Eropa. Seperti “The Song of the Sybil”.

Kami meneriakkan ramalan tersebut dan juga harapan untuk diberikan waktu lebih untuk membenahi Bumi ini bersama-sama.

Untuk pertunjukannya, kami lebih menonjolkan kapalnya sebagai sosok protagonis. Jadi dalam ceritanya kami menemukan kapal ini di tengah laut, tidak berpenghuni, dan kami gotong royong untuk mengaktivasi kapal ini sebagai platform untuk bertahan hidup di tengah krisis iklim.

Apa beda antara pertunjukan di atas kapal dan daratan?

N: Konser laut lebih ke pembukaan cerita dengan segala kemegahannya, mulai dari tata lampu hingga tata suara. Kemudian kami menyadari di Indonesia minim pelabuhan kapal, terlebih kapal layar.

Oleh karena itu, kami pakai metode lain dengan menggelar konser yang bercerita di daratan.

Fokusnya menceritakan kepada penonton alasan melakukan ini semua, sejarah pembuatan kapal, dan apa yang akan kami lakukan setelah ini.

F: Dalam konser laut kami membawa anda ke dalam dunia fiksi yang berasal dari masa depan, di mana kami berperan sebagai pembawa pesan dari dunia ini.

Konser darat itu konsepnya antara fiksi dan nonfiksi.

Saat konser darat, kami membawa khalayak penonton keluar dari zona itu. Menjelaskan tentang hal-hal yang sekarang terjadi di dunia ini. Aspeknya bercerita dengan metode dokumenter.

N: Konser darat juga lebih personal karena mengandung cerita tentang kami, pilihan-pilihan yang kami buat selama menjalankan proyek ini, dan sebagainya.

Setelah ini Arka Kinari akan berlayar ke mana lagi?

N: Setelah ini kami akan ke Manado, terus ke Filipina, lalu putar balik ke Indonesia menyusuri Ternate, Tidore, Pulau Buru, Ambon, dan Banda Neira.

Bulan November kami akan mengarah ke Sydney, Australia. Kami akan menghabiskan sekitar enam bulan di sana hingga April untuk nanti kembali lagi ke Indonesia.

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
4
Jatuh cinta
1
Lucu
0
Sedih
0
Kaget
0
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Pembangunan mangkrak, siswa SDN Pengawu hanya belajar dua jam sehari
Pembangunan mangkrak, siswa SDN Pengawu hanya belajar dua jam sehari
SDN Pengawu rusak saat bencana 2018. Namun proyek pembangunannya malah mangkrak. Beberapa tahun terakhir, proses…
TUTURA.ID - Rama memahami berbagai manuskrip kuno melalui aksara lontara
Rama memahami berbagai manuskrip kuno melalui aksara lontara
Berkat menguasai aksara lontara, Rama (19) bisa memahami berbagai manuskrip kuno. Pengetahuan langka yang tak…
TUTURA.ID - Iin Hokey merawat dan menjaga Danau Poso lewat nilai-nilai luhur tradisi dan adat Pamona
Iin Hokey merawat dan menjaga Danau Poso lewat nilai-nilai luhur tradisi dan adat Pamona
Perempuan adat ikut memelihara dan merawat lingkungan dengan adat dan tradisi. Inilah yang dilakukan Iin…
TUTURA.ID - Menuju Festival Mosintuwu: Ajang mengingat, menjaga, dan merayakan kebudayaan
Menuju Festival Mosintuwu: Ajang mengingat, menjaga, dan merayakan kebudayaan
Festival tahunan ini terakhir digelar pada 2019, dan pada tahun 2022 kembali hadir demi…
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng