Nur Afni Eka Muslim dan pengalaman mistis menggarap film Uwentira
Penulis: Nasrullah | Publikasi: 21 Juni 2023 - 08:55
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Nur Afni Eka Muslim dan pengalaman mistis menggarap film Uwentira
Nuning saat berada di kawasan Kebun Kopi, salah satu lokasi syuting film Uwentira (Sumber: Istimewa)

Geliat sineas Kota Palu memproduksi film terus berlanjut. Sajiannya tidak melulu film pendek, semisal Saya di Sini, Kau di Sana (A Tale of the Crocodile’s Twin) yang ukir prestasi di International Short Film Festival Oberhausen, Jerman.

Beberapa film panjang—walau secara kuantitas tak banyak—juga masih kerap rilis. Model distribusinya jelas tak menyasar festival film karena motif pembuatannya untuk mengisi ceruk yang berbeda.

Maka tempat yang kemudian jadi pilihan adalah pemutaran di bioskop. Biasanya dengan inisiatif booking studio yang ada di XXI Palu.

Tahun lalu, Oki Daeng Mabone bersama kawan-kawannya sudah menghadirkan film Pendekar dari Bukit Kalaumang: Mencari Mamanya. Film yang selembar tiketnya dibanderol Rp100 ribu itu tayang 26-28 Juni 2022.

Kali ini giliran sineas Nur Afni Eka Muslim yang akan menghadirkan sebuah film bergenre horor. Judulnya Uwentira. Inspirasinya tentu urban legend tentang sebuah kota modern di alam gaib yang jadi hunian bangsa jin.

Sebagian orang memercayai pintu masuk ke Uwentira, ada juga yang menulisnya Uventira dan Wentira, berlokasi di daerah Kebun Kopi, Desa Nupabomba, Kecamatan Tanantovea, Donggala.

Film produksi Celebest Film Production berdurasi sekitar 75 menit ini dijadwalkan tayang pada 30 Juni 2023.

Bukan kali pertama Nuning, sapaan akrab Nur Afni, menayangkan produksi filmnya di XXI Palu Grand Mall.

Anak pertama dari pasangan E. Soekarni Muslim dan Rusnia Makkatutu ini sudah mengupayakan hal serupa ketika merilis film Air Mata Aisyah (2018) dan Di antara Mendung dan Kabutnya Kota Poso (2021).

Genre horor juga sudah ditekuninya lewat sajian film Misteri Gadis Uwentira dan Penghuni Hutan Nokilalaki.

Lalu, apa hal berbeda yang kali ini coba disuguhkan Nuning kepada penonton? Berikut petikan hasil percakapannya bersama Tutura.Id.

Awalnya bagaimana hingga terpikirkan bikin film Uwentira?

Sebenarnya banyak hal yang kita bisa angkat di Sulawesi Tengah. Kenapa memilih Uwentira, karena bagi saya Uwentira adalah hal yang pantas kita abadikan menjadi sebuah karya dalam bentuk film. Siapa lagi yang akan angkat kalau bukan kita anak daerah.

Boleh tahu berapa total ongkos produksi film ini?

Untuk biaya produksi lumayan besar. Karena lokasi syuting ada di beberapa titik, seperti Luwuk, Ampana, Poso, Pantai Barat, dan Palu.

Lantas dari mana dapat pendanaannya?

Untuk pembiayaan produksi asalnya dari kami sendiri karena tidak ada sponsor. Dana pribadi.

Total sudah pernah bikin berapa film?

Film-film yang sudah saya sutradarai adalah Misteri Gadis Uwentira, Penghuni Hutan Nokilalaki, Mendung di Langit Poso, Air Mata Aisyah, Di antara Mendung dan Kabutnya Kota Poso, dan Uwentira yang paling terbaru.

Setelah ini berniat bikin film lagi?

Iya, dong. Film adalah hobi dan pekerjaan saya. Selama hayat masih dikandung badan, lanjuuut.

Nah, awalnya bisa terjun di industri film bagaimana ceritanya?

Mungkin nasib. He-he-he. Tahun 2010 saya pernah bergabung selama tiga bulan dengan salah satu industri film Bandung dan Jakarta.

Waktu itu kami produksi FTV yang judulnya Cinta di Garis Khatulistiwa. Tapi berakhir tragis. Kru dan produser pulang dengan kecewa.

Saya akhirnya melanjutkan dengan membentuk komunitas Celebest Film Production (CFP) yang kemudian menjadi rumah produksi.

 
 
 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by PT CELEBEST FILM PRODUCTIOM (@celebest_film_real)

Hal apa yang ingin disampaikan lewat film Uwentira?

Untuk pesan moralnya soal adab saja. Bagaimana cara kita bertamu meskipun di alam yang tak kasat mata.

Punya pengalaman mistis terkait Uwentira?

Waduh, banyak. Bahkan waktu kami syuting di kuburan panjang, sepulang dari situ wajah saya berubah drastis. Kayak bukan saya. Itu berlangsung selama tiga hari.

Terus waktu kami syuting di kuburan panjang warna putih, ada asap bulat seperti bola kasti tapi agak besar lagi. Itu keluar dari pusat kuburan jalan sampai ke nisan.

Waktu di kamera kami tidak bisa lihat. Nanti di proyektor baru ketahuan asap itu. Pokoknya banyak kalau mau diceritakan semua.

Percaya dengan hal berbau mistis?

Kalau soal mistik saya percaya. Karena Allah SWT menciptakan makhluk bukan cuma manusia, tapi juga jin. Makanya saya percaya. Tapi, kalau anggapan dengan mistik kita bisa mendapatkan segalanya itu salah.

Ada kendala apa saja yang dihadapi selama produksi film ini?

Banyak. Soal dana produksi yang kurang, perizinan lokasi syuting, masalah pemain dan kru yang kurang tahu soal waktu, juga posisi mereka sebagai kru ataupun pemain.

Film ini apakah sekuel dari Misteri Gadis Uwentira yang rilis tahun 2013?

Tidak. Karena film Uwentira ini menceritakan awal kisah terbentuknya kota Uwentira. Sedangkan Misteri Gadis Uwentira menceritakan tentang gadis Uwentira yang tertarik dengan laki-laki dari bangsa manusia. Jadi sangat jauh berbeda.

Kenapa tertarik memproduksi film bergenre horor lagi?

Sebagai sutradara saya mau bikin film bergenre apa saja. Alasan tertarik bikin horor karena di Sulteng masih banyak tempat angker yang bisa diangkat jadi film.

Daripada PH (production house, red.) luar yang duluan ambil, saya selaku anak daerah kenapa tidak saya duluan yang ambil.

Terkait perkembangan “industri” film di Palu, bagaimana melihatnya?

Industri film Palu masih kurang karena banyak komunitas yang bergantung pada pemerintah atau sponsor untuk memproduksi sebuah film. Terus gengsinya masih tinggi untuk berbaur dengan komunitas lain.

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
4
Jatuh cinta
2
Lucu
0
Sedih
0
Kaget
1
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Menyemai sineas muda di kalangan pelajar Sulawesi Tengah
Menyemai sineas muda di kalangan pelajar Sulawesi Tengah
Pelaksanaan Festival Film Pelajar Sulteng 2024 telah memasuki tahap roadshow. Sinekoci akan mengunjungi beberapa sekolah…
TUTURA.ID - Festival Titik Temu jadi tempat bertemunya beragam keseruan
Festival Titik Temu jadi tempat bertemunya beragam keseruan
Kali kedua penyelenggaraan Festival Titik Temu berlangsung lebih meriah. Beragam suguhan baru dihadirkan.
TUTURA.ID - Film Buaya Palu ''berenang'' hingga ke Jerman
Film Buaya Palu ''berenang'' hingga ke Jerman
Film pendek "Saya di Sini, Kau di Sana" mengisahkan konflik antara manusia dengan buaya di…
TUTURA.ID - Omnibus film Spaces Underlined hadirkan tiga cerita dalam satu layar
Omnibus film Spaces Underlined hadirkan tiga cerita dalam satu layar
Tiga karya film pendek tergabung dalam omnibus bertajuk Spaces Underlined. Salah satu kisahnya berlatar peristiwa…
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng