Sineas berlomba ikut festival dan kompetisi film
Penulis: Juenita Vanka | Publikasi: 29 Juli 2023 - 23:43
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Sineas berlomba ikut festival dan kompetisi film
Jogja-NETPAC Asian Film Festival, salah satu festival film yang memiliki program kompetisi film. Reputasinya prestisius di Indonesia (Sumber: jaff-filmfest.org)

Perjalanan Film Buaya melintasi berbagai negara kembali berlanjut. Dokumenter arahan Kifu Taufiqurrahman yang aslinya bertajuk Saya di Sini, Kau di Sana itu giliran hadir di Dotdotdot Film Festival, sebuah festival film pendek yang berlangsung mulai 30 Juli hingga 31 Agustus 2023 di Vienna, Austria.

Sebelumnya film yang hadir dengan titel internasional A Tale of the Crocodile’s Twin telah menyinggahi International Short Film Festival Oberhausen dan Festival Film Dokumenter Yogyakarta.

Maka tepat jua keputusan Flix Cinema—salah satu jaringan bioskop di Jakarta—memilih film ini masuk dalam program pemutaran khusus film-film Indonesia yang punya kiprah dunia.

Karya dari para sineas asal Palu sejak beberapa tahun belakangan telah jadi perhatian festival-festival film dalam dan luar negeri. Mereka dengan segala keterbatasannya tetap bisa meramu cerita dan memformulasi cara bertutur yang autentik lewat medium film.

Tentu saja munculnya karya yang mendapat apresiasi dari berbagai festival tidak lahir dari ruang hampa. Sepanjang perjalanan tumbuh kembang skena film di Lembah Palu yang merentang sekitar dua dekade, para sineas ini terus berproses, belajar, dan meluaskan jejaring.

Sedikit hasil yang bisa dipanen dari pergerakan tersebut mewujud saat ini. Banyak film karya sineas Palu, mulai dari film dokumenter hingga fiksi, yang membawa pulang penghargaan dari festival film. Pun menjuarai kompetisi film yang berdiri sendiri.

Menggeliatnya iklim perfilman di tanah air memang harus diakui memantik menjamurnya penyelenggaraan kompetisi atau lomba film. Animo sineas yang mengikutinya juga tak pernah kurang. Berbagai instansi dan perusahaan berlomba mengadakan kompetisi film.

Kemdikbudristek bikin kompetisi film. KPK juga punya yang namanya “Anti-Corruption Film Festival”. Ada lagi “Kompetisi Film Sadar Pajak” yang diadakan oleh Dirjen Pajak. Perusahaan swasta, semisal Samsung, tak mau kalah menggelar pula lomba kompetisi film pendek. Daftar bisa bertambah panjang jika harus dituliskan semua.

 
 
 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by Info Lomba Film (@infolombafilm)

Walaupun sama-sama masuk kategori lomba, festival film yang memiliki program kompetisi dan kompetisi film yang berdiri sendiri memiliki pembeda. Pun soal prestise.

Lolos mengikuti kompetisi, apalagi menang, dalam sebuah festival film bergengsi macam Jogja-NETPAC Asian Film Festival jelas punya kasta berbeda.

“Gambaran umumnya kira-kira begini. Dalam festival film biasanya ada banyak program, salah satunya kompetisi film. Festival film tidak harus punya kompetisi di dalamnya. Sementara kompetisi film juga tidak harus ada festivalnya. Mereka ini bisa berdiri sendiri-sendiri,” ujar Yusuf Radjamuda alias Papa Al yang sudah melanglang buana membawa filmnya mampir ke berbagai festival film internasional saat dihubungi Tutura.Id via telepon (17/7/2023).

Festival Film Purbalingga, misalnya, juga menyisipkan kategori kompetisi film pendek fiksi dan dokumenter yang didedikasikan bagi pelajar SMA di Purbalingga dan Banyumas Raya.

Laiknya sebuah festival film yang punya politik seleranya masing-masing, kompetisi atau lomba film yang berdiri sendiri juga demikian adanya.

Sejak awal penyelenggara bahkan sudah mengumumkan soal tema film yang harus diproduksi para sineas jika ingin ikut serta. Semisal mau ikut kompetisi yang diadakan Dirjen Pajak, maka tema film harus menceritakan kepatuhan membayar bea.

Bagi Mohammad Ifdal yang pernah mengikuti kompetisi film yang diadakan Bank Indonesia (2018) dan KPK (2019), tujuan mengirimkan karya mengikuti lomba film semata untuk mengejar portofolio. Sebab ia sadar kiprahnya di dunia film masih seumur jagung.

Selain itu, menurutnya film tempatnya tidak melulu di festival. Bisa diputar melalui ekshibisi dan jalur ikut kompetisi.

“Nah, ikut kompetisi itu memungkinkan saya untuk melihat seperti apa progresku sebagai filmmaker bisa diapresiasi dengan prestasi melalui kompetisi film,” imbuh sineas yang menjuarai kompetisi film pendek KPK lewat film Home Sweet Home.

 
 
 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by Yusuf Radjamuda (@papa_al)

Papa Al mengamini alasan Ifdal. Bahkan ia termasuk yang suka mendorong para sineas baru untuk rajin mengikuti berbagai kompetisi atau lomba film.

“Ikut kompetisi bisa jadi ajang merefleksikan karya. Sudah sejauh mana pencapaian atau progres dan proses pengkaryaan kita selama ini. Bisa dibandingkan secara teknis, artistik, dan estetis dengan film-film lainnya yang sama-sama berkompetisi. Kalau menang itu bonus,” ujarnya.

Sementara mengikuti festival, sambung Papa Al, entah itu lolos terpilih masuk dalam kompetisi, official selection, atau special screening, bisa jadi gerbang yang membuka kesempatan film kita diperhatikan lebih banyak orang dan diperhitungkan. Pasalnya tidak sembarangan film bisa lolos masuk dalam festival.

Lolos dalam sebuah festival film juga memungkinkan sineas untuk bisa ketemu banyak orang, termasuk sesama sineas, yang menciptakan banyak diskusi. Saling berbagi pengetahuan, menyerap energi, dan dialektika selama di festival.

Ada hal-hal penting selain kemenangan yang seharusnya lebih diutamakan saat mengikuti sebuah festival dan kompetisi film.

“Jangan sampai kita beranggapan hadiah jadi pencapaian yang sangat penting untuk dikejar. Supaya kalau tidak juara, kita tidak terlalu kecewa. Cobalah berpikir bahwa ikut kompetisi untuk membangun jaringan kepada filmmaker lainnya. Hal tersebut jauh lebih menguntungkan ketimbang hadiah dari festival film yang tidak seberapa itu. Ha-ha-ha,” tambah Eldiansyah Latief (15/7).

Ancha—demikian sapaan akrabnya—pernah menjadi runner-up II film pendek terbaik dalam ajang Islamic Movie Days 2011 lewat film Fullan. Saat ini ia sedang merampungkan naskah film dokumenter tentang sosok Imam Sya’ban, ulama penyebar agama Islam di Tanah Banggai.

Berbagai kompetisi atau lomba film yang sekarang marak diadakan menurutnya bagus untuk para kreator. Bisa membuka lebih banyak ruang film bertemu dengan penonton. Terlebih lomba atau kompetisi film yang tematik.

Pun demikian, ia mengingatkan untuk tetap berhati-hati. “Terkadang ada peraturan dari penyelenggara lomba yang menuliskan bahwa film-film yang telah dikirimkan para peserta, menang atau tidak, akan menjadi hak penyelenggara. Sineas pembuat film jadi tidak punya kuasa atau dipersempit hak kepemilikannya terhadap filmnya sendiri,” pungkasnya.

Andi Baso Djaya turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
1
Jatuh cinta
0
Lucu
0
Sedih
0
Kaget
0
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Mengandalkan pemasukan sebagai pekerja film
Mengandalkan pemasukan sebagai pekerja film
Dalam skala nasional, jika tidak ingin menyebutnya Jakarta, industri perfilman sangat menjanjikan dari segi finansial.…
TUTURA.ID - Meramu ide dan memproduksi film bersama Sinekoci
Meramu ide dan memproduksi film bersama Sinekoci
Berbekal pengalaman perdana tahun lalu, Sinekoci kembali mengadakan lokakarya pengembangan cerita film pendek. Persiapannya lebih…
TUTURA.ID - Program ''Jelajah Kota dan Sinema'' menyambangi Palu
Program ''Jelajah Kota dan Sinema'' menyambangi Palu
Kota Palu terpilih jadi persinggahan program "Sinema Keliling x Jelajah Kota dan Sinema". Berlangsung di…
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng