Universitas Tadulako (Untad) dihantam isu miring lantaran dugaan manipulasi nilai peserta dalam seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Sejumlah orang diduga jadi korban dugaan tipu daya skor tes CPNS di kampus kebanggaan Sulawesi Tengah itu.
Fachruddin Hari Anggara Putera, atau biasa disapa Angga, jadi tokoh sentral pada isu ini. Salah seorang peserta seleksi CPNS itu bernyanyi soal dugaan manipulasi nilai. Angga percaya bahwa dirinya, dan beberapa orang lainnya jadi korban akal busuk saat seleksi CPNS Untad 2018.
Angga mencium bau manipulasi saat dirinya mengikuti Seleksi Kompetensi Bidang (SKB) sebagai rangkaian tes CPNS. Nilainya anjlok bukan main. Pada tes substansi, misalnya, Angga hanya dapat poin 20. Di sisi lain, ada peserta yang bisa raih nilai hingga 98--hanya 2 dari 100 soal yang salah.
Padahal saat Seleksi Kompetensi Dasar (SKD), Angga bisa beroleh nilai 349. Sedangkan peserta lain itu cuman punya skor 268.
Angga pun percaya dirinya kompeten sebagai dosen mengingat jejak rekamnya. Ia sudah mengabdi di Untad sejak 2013 sebagai dosen non-PNS dan acap kali memenangkan hibah penelitian.
“Saat S2, saya juga memperoleh beasiswa unggulan Kemendikbud, dana siswa unggulan Dikti untuk menjadi dosen, dan sokongan tesis dari LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan),” katanya, kepada Tutura.Id.
Angga mengadukan kasus ini kepada beberapa lembaga, misal Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Badan Kepegawaian Negara, serta Ombudsman Republik Indonesia.
Kabar terakhir menyebutkan bahwa mantan rektor, dan eks koordinator kepegawaian Untad telah melewati tahap pemeriksaan yang dilakukan oleh Sekretariat Jenderal Kemendikbudristek, dan Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek. Pemeriksaan berakhir pada 15 Desember 2022. Ada desas-desus sanksi bakal dijatuhkan.
Demi beroleh gambaran perihal kasus ini, Tutura.Id mengobrol dengan Angga lewat WhatsApp, Jumat (13/1/2023).
Maklum, Angga berdomisili di Jepang. Ia tengah melakukan beberapa penelitian di Kanazawa University. Namanya tercatat sebagai salah seorang “Cooperative Researcher” pada kampus negeri yang terletak di Perfektur Isihikawa tersebut.
Berikut ini petikan obrolan kami yang telah melewati proses penyuntingan.
Halo Angga. Bisa perkenalkan latar belakang Anda kepada pembaca Tutura.Id?
Saya menyelesaikan S1 pada 2010 di Jurusan Perikanan, Universitas Hasanuddin. Lalu saya tamat S2 pada 2013 di Departemen Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, IPB University.
Bagaimana ceritanya bisa mulai mengajar di Untad?
Setelah lulus S2, pada 2013, saya ditempatkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) untuk menjadi dosen magang selama enam bulan di Untad sebagai konsekuensi penerima Beasiswa Unggulan Calon Dosen dari Dikti.
Saya mengabdi di Program Studi Akuakultur, Jurusan Perikanan dan kelautan, Fakultas Peternakan dan Perikanan.
Pada 2014, saya diangkat oleh Untad menjadi dosen tetap BLU (Badan Layanan Umum) sampai 2015. Pada 2016, status saya berubah jadi dosen tetap non-PNS. Lalu pada 2018, saya mendapatkan jabatan akademik/fungsional dosen sebagai asisten ahli.
Anda berstatus dosen non-PNS, apa saja suka dukanya?
Saya sangat senang dengan profesi ini. Saya dapat terus belajar, berbagi ilmu, melakukan penelitian, dan mengabdi pada masyarakat. Namun, saya merasa gaji yang diberikan oleh pihak kampus kepada para dosen tetap BLU dan non-PNS masih dalam kategori kurang layak (di bawah UMR).
Padahal dosen adalah suatu profesi yang menurut Undang-Undang perlu diberikan gaji layak--tidak seharusnya berada di bawah UMR.
Seberapa tinggi optimisme Anda dalam seleksi CPNS?
Saya optimistis menghadapi seleksi CPNS 2018. Saya telah mempersiapkan diri jauh-jauh hari, sehingga cukup percaya diri menjalani ujian.
Bagaimana Anda bisa mencium dugaan manipulasi nilai dalam seleksi CPNS?
Saat mendapati nilai saya dan peserta yang lulus tampak tidak wajar. Saya sangat kaget. Nilainya jomplang sekali. Nilai Seleksi Kompetensi Bidang (SKB) saya pada tes substansi—100 soal pilihan ganda—hanya 20. Lalu wawancara 47, dan tes kemampuan mengajar 50.
Sedangkan peserta yang lulus memperoleh nilai tes substansi 98, wawancara 98, dan tes kemampuan mengajar 98,76. Semua nilai SKB-nya mendekati sempurna.
Bagaimana mungkin nilai tes substansi saya cuma memperoleh nilai 20? Sedangkan peserta yang lulus memperoleh nilai 98. Berarti peserta yang lulus itu hanya salah dua nomor saja. Sedangkan saya salah hingga 80 soal.
Bukankah hal tersebut bisa saja terjadi…
Pertanyaan yang diajukan pada tes substansi tersebut terkait dengan bidang ilmu yang saya geluti selama empat tahun S1 (Unhas), dan sekitar dua tahun S2 (IPB University).
Saya yakin telah menjawabnya dengan baik. Jadi hasil ini sangatlah tidak logis menurut saya.
Adakah kejanggalan lain dalam proses tersebut?
Tes wawancara yang hanya berlangsung kurang lebih lima menitan, tapi hasilnya jauh berbeda. Saya hanya memperoleh nilai 47, sedangkan peserta yang lulus dapat angka 98.
Padahal pertanyaan yang diajukan adalah pertanyaan terkait profesi sebagai dosen. Saya juga yakin telah menjawabnya dengan baik.
Kenapa Anda begitu percaya diri bisa lolos seleksi CPNS?
Saya sudah mengabdi di Untad sejak 2013—saat tes sudah lima tahun mengabdi. Dan telah memiliki jabatan akademik/fungsional dosen sebagai asisten ahli. Track record saya terkait dengan kegiatan Tri Dharma perguruan tinggi pun lebih baik.
Saya dua kali memenangkan Hibah Penelitan Dosen Pemula Dikti; dua kali Penelitian Masterplan Percepatan Pembangunan Indonesia (MP3I) Dikti; dan Pengabdian Ipteks bagi Masyarakat (IbM) dari Dikti.
Sewaktu menempuh pendidikan pascasarjana, saya juga dapat tiga beasiswa yaitu Beasiswa Unggulan Dikti sebagai calon dosen; Beasiswa Unggulan Kemendikbud; dan Beasiswa Tesis LPDP.
Peserta yang diluluskan belum cukup satu tahun mengabdi di Untad. Secara track record, saya merasa lebih baik.
Berarti pengalaman dan kemampuan Anda lebih baik?
Pengalaman mengajar saya jauh lebih lama. Saya yakini pengalaman itu harusnya berpengaruh pada hasil tes wawancara. Saya harusnya memperoleh nilai lebih baik.
Hal ini berkaitan juga dengan tes kemampuan mengajar; saya harusnya memperoleh nilai yang lebih baik. Karena saya juga pernah menjadi juara 2 lomba mengajar tingkat universitas. Saya merasa nilai yang diberikan pada tes mengajar, tidak mencerminkan kemampuan diri.
Kenal dengan peserta yang diloloskan pada tahap SKB?
Ya, saya mengenal peserta tersebut.
Mengapa Anda merasa perlu dicurangi pada tes SKB ini?
Nilai SKB saya sengaja dijatuhkan untuk kepentingan tertentu.* Karena pada tes Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) nilai saya sangat jauh dari peserta yang lulus.
Saya memperoleh nilai SKD 349; peserta yang lulus hanya memperoleh nilai SKD 268. Satu-satunya cara untuk tidak meluluskan saya adalah menjatuhkan nilai SKB dengan sangat rendah.
*) Pada 2018, Angga pernah menulis bahwa dirinya tidak lulus karena berstatus ponakan salah seorang dosen senior di Untad, yang kebetulan berseberangan dengan rektor Untad pada saat itu. Seorang anak dan menantu dari dosen senior itu juga tak lolos dalam seleksi CPNS.
Anda melaporkan kasus ini kepada Kementerian PAN-RB, Kemendikbudristek, dan Ombudsman RI. Apakah tidak mengajak orang lain yang punya nasib sama?
Saya pernah mengajak yang lain untuk melapor. Saya menilai ada ketidakwajaran nilai SKB antara peserta yang lulus dan peserta yang tidak lulus.
Hal ini terbukti bahwa terdapat manipulasi nilai SKB juga pada beberapa peserta yang lain. Itu hasil temuan dari Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek.
Kabarnya terlapor—termasuk mantan rektor Untad, Basir Cyio—bakal diberi sanksi. Bagaimana tanggapan Anda?
Saya tidak terpikir bahwa kasus ini untuk menjatuhkan sanksi pada para pelaku yang terlibat. Sejak awal, tujuan saya hanyalah untuk mendapatkan klarifikasi dari nilai-nilai yang saya, dan peserta lain peroleh.
Dalam investigasi kasus ini, apakah Anda dilibatkan?
Kasus ini telah melewati serangkaian proses investigasi. Tim Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek telah meminta keterangan kepada berbagai pihak, termasuk saya.
Ada juga (yang dimintai keterangan) peserta tes CPNS yang lain, tim penilai, panitia, staf kepegawaian hingga rektor yang menjabat saat itu.
Bagaimana harapan Anda dengan Untad dan memerangi nepotisme di kampus?
Semoga kasus ini dapat menjadi pelajaran berharga untuk Universitas Tadulako; sehingga kasus serupa tidak terulang di kemudian hari. Dan Universitas Tadulako menjadi lebih baik.
Fachruddin Hari Anggara Putera Angga dosen Univesitas Tadulako Untad Basir Cyio rektor untad pns seleksi cpns