“Palu Plaza. Pusat hunian, pertokoan, dan perkantoran modern terbesar di Sulawesi Tengah”.
Demikian sebagian teks yang ditonjolkan PT Cahaya Lestari Sentosa selaku kontraktor dan pengembang dalam sebuah pamflet pada 1988.
Sementara merujuk prasasti yang hingga sekarang masih bisa ditemukan meski harus bersusah payah lantaran terhalang genset Bank Internasional Indonesia, peresmian kompleks tersebut bertarikh 13 April 1992.
Memori kolektif warga Palu terdahulu mengenal lahan yang menjadi lokasi Palu Plaza sebagai Stadion Nokilalaki. Stadion kebanggaan klub sepak bola Persipal.
Selain menjadi kandang Persipal menjamu lawan-lawannya, termasuk uji coba menghadapi Feyenoord Rotterdam dan PSV Eindhoven, Stadion Nokilalaki pernah juga digunakan untuk pembukaan Muktamar Alkhairaat ketiga pada era 70-an.
Kehadiran Palu Plaza saat itu terang menarik perhatian warga Kota Palu. Opsi belanja yang sebelumnya hanya terpusat di Kompleks Pertokoan jadi bertambah. Bak laron-laron yang mengerubungi cahaya lampu, ramai pengunjung seolah berdatangan tiada henti.
Daya pikat kompleks ini bukan cuma karena menghadirkan jejeran ruko tempat belanja aneka barang, tapi juga arena gim dingdong, tempat kursus, restoran, tempat penyewaan buku, dan warnet yang muncul belakangan.
Palu Plaza juga hanya selemparan batu dari Bioskop Nusantara. Beberapa kali kompleks ini menjadi lokasi pasar lentora alias pasar kaget saban mendekati Idulfitri. Bikin dada sesak lantaran harus berdesakan di tengah lautan manusia.
Namun, semua itu hanya penggalan kisah sukses masa silam. Kompleks yang sekarang bersalin nama menjadi Grand Palu Plaza telah kehilangan daya pikatnya. Gemerlap lampu-lampunya meredup. Laron ogah menghampiri.
Sekarang lokasi berjualan para pedagang kaki lima yang centang-perenang membuat suasana di tempat ini lebih mirip pasar tradisional.
Hadirnya berbagai pusat perbelanjaan baru dalam sebuah gedung yang dilengkapi penyejuk ruangan mengalihkan banyak perhatian konsumen. Tambah lagi transaksi belanja zaman sekarang bisa dilakukan secara daring. Menyisakan sepi di Palu Plaza.
Foto: Moh. Rifky
Alhasil pendapatan pedagang juga merosot drastis. “Saya berjualan di sini baru dua tahun. Meneruskan tempat om saya yang awalnya berjualan di sini. Sejak berjualan di sini memang sangat sepi, per hari itu hanya satu sampai dua pasang baju saja yang bisa terjual,” ujar Dudi (40) kepada Tutura.Id.
Arfan (47), pedagang lain yang sudah 15 tahun berjualan di Palu Plaza, mengaku dulu pemasukannya per bulan bisa melebihi Rp10 juta. “Masuk 2010-2011 itu sudah sangat menurun sekali penjualan. Sekarang dalam sebulan hanya dapat Rp4 juta sampai Rp5 juta,” tambahnya.
Optimisme pedagang bukannya tak ada. Seperti yang diungkapkan Iksan (45), pedagang pakaian yang dalam sehari bawa pulang uang Rp200 ribu-Rp300 ribu. “Yah, semoga tempat ini hidup kembali. Soalnya tempat ini juga kan kawasan ekonomi,” harap Iksan.
Wali Kota Palu Hadianto Rasyid sebelumnya pernah buka omongan hendak merevitalisasi kawasan ini tahun depan. Menjadikannya kembali sebagai pusat perdagangan modern yang meniru konsep Chinatown di Singapura.
Semoga kelak saat terwujud, Palu Plaza yang kini sepi berganti ramai.
Palu Plaza pusat perdagangan Stadion Nokilalaki Alkhairaat bisnis pusat bisnis serial foto