Perburuan pelaku pembunuhan dan pembakaran seorang gadis berinisial CT (22) di Desa Sidondo I, Sigi Biromaru, Kabupaten Sigi telah berakhir. Kepolisan Resor Sigi menangkap pelaku yang disebut lebih dari satu orang pada Sabtu (24/6/2023).
Namun belum ada keterangan detail dari kepolisan tentang identitas pelaku ataupun motif kejahatan. Polisi sekadar menjelaskan bahwa pelaku ditangkap di wilayah Kabupaten Sigi, dan keterangan lebih lanjut akan disampaikan usai reka ulang.
“Kami masih melakukan pengembangan termasuk rekontruksi kasus ini. Nanti baru kita akan gelar konferensi pers terkait motif pelaku membunuh korban," ujar Kepala Seksi Humas Polres Sigi, AKP Ferry Triyanto, seperti dilansir Kompas.com, Selasa (27/6/2023).
Perjalanan kasus ini telah memakan waktu lebih dari tiga bulan; terhitung sejak 21 Maret 2023, saat jenazah CT ditemukan dalam kondisi terbakar.
Pada Senin (26/6/2023), atau sehari sebelum kabar penangkapan pelaku oleh polisi, keluarga korban dan kuasa hukum sempat menggelar konferensi pers di Rumah Jurnalis, Jalan Ahmad Yani, Kota Palu.
Dalam konferensi pers, ibu korban, Isrini (46) mengeluhkan penanganan kasus yang terkesan terkatung-katung di tangan kepolisian. Bahkan ketika pelaku sudah ditangkap, polisi masih terkesan irit bicara.
“Sudah tiga bulan saya menunggu, hasilnya belum ada sama sekali. Kalau ke Polres Sigi, jawaban yang saya terima adalah kasus anak saya ini masih dalam proses didalami. Bahkan hasil autopsi sampai sekarang belum diberikan kepada kami sebagai keluarga,” keluh Isrini.
Dalam kurun waktu tiga bulan, Isrini telah tiga kali mendatangi kepolisian, dan kerap merasa diabaikan.
“Ketiga kali saya datang itu bulan Mei. Saya juga sekalian untuk mengurus motor anak saya. Ketika saya mau menemui Pak Penyidik, tapi beliau tidak ada di tempat. Saya telpon juga tidak diangkat,” katanya.
Polres Sigi kerap menyebut bahwa mereka kesulitan dalam mengungkap kasus ini. Menurut Isrini, hal tersebut berulang kali disampaikan pada pihak keluarga.
Misalnya, polisi mengaku kesulitan untuk melacak ponsel korban yang hilang. Pun demikian dengan pemeriksaan CCTV, yang lebih banyak bersandar rekaman yang kabur dan cenderung rusak.
Konon ada satu CCTV milik sebuah perusahaan yang mengarah ke jalan. Namun, seperti kata Isrini, polisi terkesan “tidak mau repot” untuk memeriksa CCTV tersebut.
Mereka beralasan butuh izin khusus kepada perusahaan pemilik CCTV untuk melakukan pemeriksaan rekaman. Padahal CCTV itu, dalam kacamata keluarga korban, berpotensi untuk membuka kebenaran.
Rukly Cahyadi, kuasa hukum yang mendampingi keluarga korban, mengatakan bahwa durasi tiga bulan bukanlah waktu yang singkat. Ketidakpastian dalam penyelesain, kata Rukly, membawa beban psikis bagi keluarga. Ia pun mendesak kepolisian untuk segera menuntaskan kasus ini.
“Kami terus memantau kasus ini, dan mendesak pihak kepolisian untuk segera menetapkan tersangka. Apabila (Polres Sigi) merasa tak sanggup maka serahkan saja kasus ini ke Polda Sulteng, agar keluarga juga bisa menemukan titik terangnya,” kata Rukly