Penyebab buaya muara Palu sering muncul di permukaan
Penulis: Robert Dwiantoro | Publikasi: 1 November 2023 - 20:07
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Penyebab buaya muara Palu sering muncul di permukaan
Salah satu perilaku buaya muara alias buaya air payau, berdiam diri ketika siang hari, tetapi keluar kala malam hari (Foto: Ronn Chen/Shutterstock)

Buaya muara Palu kian sering terlihat di permukaan. Kurun sepekan terakhir sudah ada dua peristiwa di lokasi berbeda.

Pada Selasa (24/10/2023) malam, warga digegerkan penampakan buaya berukuran besar di salah satu pekarangan rumah di Jalan Pulau Halmahera, Kelurahan Ujuna, Palu Barat.

Evakuasi cepat dilakukan petugas Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (Damkarmat) Palu.

Hewan reptil itu diserahkan petugas kepada pihak Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulteng. Tak ada korban luka.

Melansir truestory.id (24/10), Lukman Bualo selaku Koordinator Wildlife Rescue BKSDA Sulteng membeberkan, buaya kali ini berjenis kelamin betina. Ukuran panjangnya 2,65 meter dan lebar badan 55 sentimeter.

Lukman juga menuturkan tak ada tanda-tanda sakit maupun perilaku agresif yang diperlihatkan oleh buaya tersebut.

Tak sampai 24 jam berlalu, seekor buaya berukuran besar juga terlihat berenang di Pantai Talise. Kejadian itu direkam dan diunggah oleh pemilik akun TikTok @selvianaadria, Rabu (25/10) siang.

 
 
 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Sisi Sulteng (@sisi_sulteng)

Beragam faktor

Sejumlah peristiwa penampakan buaya air payau (Crocodylus porosus) rupanya menarik atensi berbagai pihak, termasuk Dr. Ir. Fadly Y. Tantu, M.Si, akademisi Fakultas Peternakan dan Perikanan (Fapetkan), Universitas Tadulako (Untad).  

Kepala Unit Penunjang Akademik Sumber Daya Hayati Sulawesi ini membeberkan beberapa faktor sehingga buaya muara kerap muncul di kawasan Sungai Palu maupun permukiman.

“Akibat musim kemarau yang panjang, habitat buaya muara di daerah rawa sekitar Sungai Palu mengalami kekeringan. Ini kalau dari sisi pengaruh iklim,” kata Fadly ketika dihubungi Tutura.Id, Selasa (31/10) malam.

Soal kondisi cuaca ekstrem turut memengaruhi pola hidup buaya muara Palu. Cuaca panas berlebih akan mengganggu sifat ektoterm dan ketersediaan sumber makanan pokok buaya.

Sebagai hewan ektoterm atau berdarah dingin, lanjut Fadly, buaya akan berusaha mencari daerah lembab (basah) dan gelap untuk menyesuaikan metabolisme tubuhnya dari paparan cahaya matahari.

Lantaran cuaca ekstrem ini akhirnya buaya mulai terbatas mendapat makanan utama, seperti ikan, serangga, burung, katak, dan semacamnya yang selama ini tersedia di sekitar habitatnya.

Dr. Ir. Fadly Y. Tantu, M.Si (Sumber: Akun Facebook @fadlyy.tantu)

Dosen tetap di Program Studi Akuakultur Fapetkan Untad ini menjelaskan, alasan lain buaya muara Palu acapkali muncul karena kebiasaan buaya, perbedaan perilaku antara buaya jantan dan betina, musim reproduksi, hingga ancaman dari luar.

Menurut Fadly, spesies satwa satu ini cenderung akan keluar pada waktu gelap atau malam hari. Terutama buaya jantan yang tipikalnya lebih agresif ketimbang betina.

Masih berhubungan dengan perbedaan perilaku buaya jantan dan betina, buaya jantan akan paling sering menampakkan diri mencari buaya betina ketika musim kawin.

“Buaya ini setia pada pasangannya. Setiap musim beranak-pinak, buaya jantan pasti akan sering muncul mencari pasangannya. Apalagi kurun November-Maret memang periode musim reproduksi,” terangnya.

Jika ada buaya betina yang muncul, penyebabnya karena sedang mencari tempat nyaman untuk menaruh telur dan menjaga perkembangbiakan telurnya.

Selain itu, buaya juga bisa keluar bila habitatnya terancam oleh aktivitas manusia, ancaman predator bagi telur/anak buaya, serta proyek betonisasi di sekitar pesisir.

Evakuasi seekor buaya muara oleh warga warga di Desa Cengkong Abang, Kecamatan Mendo Barat, Kabupaten Bangka, Sumatera Selatan (Sumber: balaiksdasumsel.org)

Tanggapan BKSDA

Pelaksana tugas (Plt.) Kepala BKSDA Sulteng Mulyadi Joyomartono menepis narasi yang berkembang di masyarakat tentang frekuensi kemunculan buaya. 

Akibat narasi ini, pihak BKSDA selaku institusi yang berwenang atas manajemen satwa liar, acapkali menimbulkan kesan mengalami kesulitan menangani hewan seperti buaya muara.

“Buaya sering muncul itu terlalu berlebihan sebenarnya, karena memang sungai dan Teluk Palu itu memang sudah habitatnya sejak dulu. Menurut saya, ada baiknya bila diskursusnya soal bagaimana manusia hidup berdampingan dengan buaya,” sanggah Mulyadi saat bersua Tutura.Id di ruang kerjanya, Rabu (1/11) siang.

Mulyadi juga menyebut proyek pembangunan tanggul penahan gelombang laut di sepanjang Pantai Talise tidak terlalu memengaruhi habitat buaya.

Bahkan, menurutnya kondisi El Nino yang berlangsung selama beberapa bulan terakhir dan menyebabkan surutnya Sungai Palu semestinya menjauhkan buaya muara dari permukiman. Sebab logikanya buaya harus berada di dekat perairan yang jadi habitatnya.

Eks Kasubbag TU BKSDA Sulteng ini juga membantah jika ada yang menyebut populasi buaya muara Palu sudah menyentuh angka ratusan ekor.

Penelitian BKSDA tahun 2019, sambung Mulyadi, populasi buaya muara Palu sekitar 36 ekor dewasa. Buaya muara Palu kategori dewasa umumnya berukuran satu meter lebih.

Plt. Kepala BKSDA Sulteng Mulyadi Joyomartono (Foto: Robert Dwiantoro/Tutura.Id)

“Kalau misalnya jumlahnya ratusan, sepanjang tiga kilometer dari batas sungai-teluk Palu sampai Jembatan Palu II lewat sedikit ke arah Sigi, pasti akan terlihat dengan jelas setiap saat. Tapi kan, kenyataannya tidak seperti itu,” imbuhnya.

Mulyadi menambahkan, untuk mengetahui secara spesifik mengapa buaya muara Palu muncul, perlu ada indentifikasi yang menyeluruh dan intens.

Soal pengaruh perubahan iklim juga turut memengaruhi perbedaan populasi buaya jantan dengan betina.

“Pada kondisi cuaca panas, buaya jantan punya kecenderungan bertahan. Sebaliknya jika cuacanya mendung, maka buaya betina yang peluang hidupnya tinggi. Dengan kondisi panas selama ini, seharusnya minim reproduksi, karena lebih banyak buaya jantan,” jelasnya.

Untuk mencegah konflik antara buaya dengan manusia, pihak BKSDA telah melakukan edukasi kepada warga di kawasan sungai maupun pesisir untuk tak beroperasi bila sudah malam hari.

Selain itu, BKSDA juga telah memasang beberapa plang pemberitahuan bahaya buaya di sejumlah wilayah yang dinilai sebagai habitat utama mereka. Juga, pemasangan jaring pengaman bila ada aktivitas pembangunan di sekitar habitat buaya.

“Buaya yang pernah berkonflik dengan manusia dan kebetulan ditangkap pasti akan kami berikan kepada pemegang izin penangkaran di Desa Beka, Sigi. Ini salah satu upaya mencegah pertambahan populasi buaya muara Palu,” pungkasnya.

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
1
Jatuh cinta
0
Lucu
0
Sedih
0
Kaget
0
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Mengandalkan pemasukan sebagai pekerja film
Mengandalkan pemasukan sebagai pekerja film
Dalam skala nasional, jika tidak ingin menyebutnya Jakarta, industri perfilman sangat menjanjikan dari segi finansial.…
TUTURA.ID - Selintas cerita Poboya dan emas dalam Suku Kaili
Selintas cerita Poboya dan emas dalam Suku Kaili
Kawasan Poboya dulunya disebut Binangga Mpondo. Tempat migrasi To' Kaili Tara. Akibat silau emas, kini…
TUTURA.ID - Gedung serbaguna bernama Gelora Bumi Kaktus
Gedung serbaguna bernama Gelora Bumi Kaktus
Keputusan mengizinkan GBK Palu sebagai tempat acara selain olahraga sempat mendapat protes. Namun, Dispora Sulteng…
TUTURA.ID - Anak kecanduan gawai, orang tua harus tak kalah pandai
Anak kecanduan gawai, orang tua harus tak kalah pandai
Anak umur 0-2 tahun memiliki risiko terganggu perkembangannya akibat kecanduan gawai. Orang tua diminta bersikap…
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng