Belasan suporter Timnas Inggris sedang bersiap beranjak dari tempat duduk mereka, persis ketika saya tiba di Lantai II Cafe Kemuning, Senin malam (21/11). Saat itu, laga Grup B Piala Dunia 2022, Inggris kontra Iran masih berlangsung. The Three Lions sudah unggul 4-0 (hasil akhir 6-2).
Para suporter Inggris meninggalkan lokasi dengan semringah; mungkin merasa tak perlu lagi nobar alias nonton bareng sebab tim kesayangan sudah menang banyak.
Saya jadi satu-satunya penonton bola yang tersisa di kafe pada bilangan Jalan Rajamoili itu. Jelang tengah malam, baru ada tiga penggemar Belanda yang datang untuk nobar. Malam itu Tim Oranye berhadapan dengan Senegal.
Demi melihat suasana sepi itu, saya hanya bisa membatin, “Keramaian nobar tak seperti dulu lagi.” Pasalnya, bila dibandingkan dengan gelaran terdahulu, ajang nonton bareng laga Piala Dunia hampir selalu riuh.
Lazimnya, Piala Dunia berlangsung pada tengah tahun, bertepatan libur sekolah di Indonesia. Alhasil aktivitas nobar jadi satu pilihan untuk mengisi waktu libur bersama keluarga. Kali ini Piala Dunia di Qatar berlangsung pada akhir tahun, beriring waktu ujian bagi anak-anak usia sekolah.
Faktor lain yang memengaruhi turunnya euforia--dan barangkali yang terutama--adalah terjadinya perubahan cara menonton sepak bola.
Nielsen Sports dalam riset “Fans are Changing the Game” (2022) menyebut ada 40,7 % penggemar olahraga di seluruh dunia yang kini memilih menonton lewat pengaliran langsung (live streaming). Keberadaan layanan live streaming bikin tayangan sepak bola makin privat. Ia bahkan bisa disaksikan lewat ponsel—perangkat yang sifatnya personal.
Riset Nielsen Sports juga menunjukkan ketertarikan menonton konten olahraga (termasuk highlights pertandingan) yang berkait siaran langsung. Misalnya, pada usia 16-29, sebanyak 44 persen suka lihat konten seperti ini. Penonton jenis ini, barangkali, tak butuh-butuh amat menonton pertandingan secara langsung.
Di sisi lain, meski harus berhadapan dengan kemungkinan sepinya penonton, manajemen Café Kemuning yakin bahwa aktivitas nobar bisa bawa cuan.
“Meskipun sudah ada live streaming berbayar atau sejenisnya, kami tetap optimis kalau animo nobar itu tinggi. Apalagi kalo itu pemain bintang yang bermain,” ucap Sisi, Owner Café Kemuning, saat ditemui Tutura.Id, Senin (21/11).
Lisensi nobar
Sejauh ini, di Palu, Sulteng, hanya Swiss-Belhotel Silae Palu yang berani mendeklarasikan diri sebagai “pemegang lisensi resmi” Piala Dunia 2022.
“Swiss-Belhotel punya lisensi dari pemilik hak siar Piala Dunia 2022. Ini kemitraan berbayar,” ujar Anok Hadianto, F&B Manager Swiss-Belhotel Silae Palu, kala berbincang dengan Tutura.Id, Selasa (22/11).
Siapa pun bisa ikut nobar di Swiss-Belhotel Silae Palu. Tak peduli tamu hotel atau bukan; cukup bayar makanan dan minuman seharga Rp40 ribu sudah bisa ikut nobar. Pun tidak ada harga tiket masuk.
Ihwal antusiasme penonton, Anok mengklaim dalam beberapa hari pertama Piala Dunia 2022, rerata kunjungan mencapai 60 persen.
“Kisaran 60-an orang dari 100 seat yang kami sediakan. Itu di partai pembuka, belum big match. Suasananya tetap berbeda jika dinonton sendiri,” ujar Anok, tentang keramaian Swiss-Belhotel Silae Palu pada laga pembuka Piala Dunia 2022.
Di Indonesia, hak siar eksklusif Piala Dunia 2022 dipegang oleh Surya Citra Media (SCM), lewat anak usahanya PT Indonesia Entertainmen Grup (IEG). Di bawah usaha inilah tergabung stasiun televisi SCTV dan Indosiar; serta Vidio, platform layanan pengaliran video.
Sebagai catatan, bikin nobar tanpa lisensi bisa berhadapan dengan risiko hukum. Terutama bila dilakukan di ruang komersial, seperti kafe atau restoran.
Salah satu ancamannya ialah pelanggaran Undang-Undang Hak Cipta, yang melindungi hak ekonomi pemegang lisensi. Bila nekat melanggar, ada ancaman pidana hingga empat tahun penjara dan denda maksimal Rp1 miliar.
“Jadi yang namanya nobar, Anda narik iuran atau tidak narik iuran, itu harus meminta izin," kata Hendy Lim, Direktur Indonesia Entertainment Group (IEG), dalam konferensi pers hak siar Piala Dunia 2022 pada Juni silam.
Meski demikian, nobar di ruang non-komersial masih diperbolehkan. “Kumpul-kumpul sama teman di rumah, bolehlah. Sekeluarga nonton, justru diimbau. Tapi kalau kamu sudah kumpulin massa, berapa pun jumlahnya dan di tempat umum, narik bayaran atau tidak, tetap harus izin," kata Hendy.
Namun antusiasme Piala Dunia sebenarnya tak bisa dilihat dari sekadar keriuhan nobar. Apalagi dengan layanan siaran langsung yang sudah masuk ke perangkat ponsel nan privat. Boleh jadi orang tetap menonton, meski tak harus berkumpul bersama.
Otoritas sepak bola global, FIFA, juga tetap pasang target bersar. FIFA menargetkan Piala Dunia 2022 di Qatar bisa disaksikan oleh 5 miliar penonton dari seluruh dunia. Angka yang bakal bila terealisasi bakal memecahkan rekor Piala Dunia 2018 di Rusia, yang hanya 3,5 miliar penonton.
Swiss-Bell Hotel Silae Palu sulteng piala dunia nobar nonton bareng siaran langsung penonton olahraga olahraga sepak bola