Fenomena krisis perubahan iklim dan hilangnya keanekaragaman hayati melanda dunia sejak revolusi industri mencuat. Kini, publik mulai sadar untuk mendorong industri yang lebih ramah lingkungan.
Hal itu membuat kampanye ramah lingkungan semakin gencar dilakukan. Termasuk kampanye di sektor ekonomi dengan memunculkan istilah green jobs.
Istilah ini lahir dari International Labour Organization (ILO) pada 2007, dengan melibatkan program lingkungan PBB dan Konfederasi Serikat Pekerja Internasional.
Istilah green jobs atau pekerjaan ramah lingkungan, merujuk pada pekerjaan yang mendukung pelestarian lingkungan sekaligus memperhatikan hak dan kesejahteraan pekerja.
Sebetulnya, jenis pekerjaan apa pun dapat tergolong green jobs atau pekerjaan hijau. Syaratnya, pekerjaan tersebut ramah lingkungan dan ramah sosial.
Misalnya, pelaku usaha yang melakukan prinsip daur ulang sampah, pertani urban, usaha makanan organik, atau menjadi conten creator yang mengampanyekan isu-isu lingkungan. Secara sederhana, green jobs juga bisa saja berarti pekerjaan yang minim atau tidak menghasilkan sampah.
Organisasi nirbala Tanah Air Lestari (TAL) bersama Generasi Lestari melalui program Ecoleap, memperkenalkan green jobs ini. Program ini jadi penghubung antara penyedia kerja ramah lingkungan dan ramah sosial di Sulawesi Tengah yang di dukung oleh Allianz Social Impact Fund (SIF) .
Mengawali peluncuran program Ecoleap tersebut, dilaksanakan Focus Group Discussion (FGD) bertempat di My Kopi O, Jalan Kartini, Kota Palu pada Jum'at, (1/3/23). Diskusi kelompok terarah ini diikuti 25 pelaku usaha.
Tujuannya untuk menggali wawasan seputar pekerjaan hijau dan pemetaan kebutuhan tenaga kerja di Sulawesi Tengah. Seperti yang diungkapkan oleh Inisiator program Ecoleap dari Tanah Air Lestari, Febri Raharningrum.
Dia mengatakan program ini mengarah pada terhubungnya penyedia kerja dan tenaga kerja, yang mendorong pemanfaatan sumber daya dengan prinsip lestari.
“Fokusnya, Sulteng dengan segala kekayaan di dalamnya ini menemukan cara untuk orang-orang mudanya lebih peduli dengan lingkungan dan melihatnya sebagai pekerjan,” kata-katanya kepada Tutura.Id di sela-sela kegiatan.
Peluang dan tantangan di Sulteng
Jika dulu pekerjaan di bidang keberlanjutan terlebih mengangkat isu lingkungan tidak menjadi opsi utama karena tidak populer. Pun ada kecenderungan ada miskonsepsi bergaji sedikit, namun kini berbeda.
Terungkap dalam diskusi itu bahwa anak muda Sulteng sekarang dapat memiliki banyak alasan untuk memilih green job sebagai pilihan utama.
Febri mengungkapkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), menjadikan TN Lore Lindu sebagai kawasan Cagar Biosfer Lore Lindu (CBLL) di Provinsi Sulawesi Tengah.
Di mana Sulawesi Tengah memiliki wilayah CBLL meliputi empat kabupaten yaitu, Kabupaten Sigi, Poso, Parigi Moutong dan Donggala.
Dengan potensi ini, menurut Febri akan membuka banyak peluang green jobs yang bisa lahir dari sana. Semisal inkubasi UMKM penyedia kerja yang menghasilkan produk organik, content creator isu lingkungan, pemandu ecotourism, petani urban, dan lainnya.
“Keinginan kami membuat pekerjaan yang dianggap gak keren tapi sebenarnya berdampak baik dan mereka bisa stay di Sulteng tanpa perlu menjadi perantau di luar wilayah Sulteng,” terangnya.
Dia mencontohkan salah satu usaha yang berpotensi green jobs di Kota Palu adalah Gerai Kota Rindu. Gerai Kota Rindu yang beralamat di Jalan Lasoso, Kelurahan Kabonena menyediakan makanan dan minuman yang dikelola secara organik.
Tak hanya pengelolaannya, tetapi bahan bakunya berasal hasil tanam petani dan pengrajin lokal hasil pertanian.
View this post on Instagram
Sementara itu menyoal tantangan, green jobs di Sulteng akan berhadapan langsung dengan sektor pertambangan. Di mana dikenal luas sebagai sektor non-hijau.
Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang pesat dari sektor ini membuat pemerintah mengagungkan tambang. Tak heran bila anak muda lebih tertarik dan mengambil peluang membuka usaha penyokong atau bekerja di perusahaan pertambangan karena upah yang menjanjikan.
Kenyataan ini menjadi tantangan besar bagi penyedia kerja green jobs yang berseberangan industri pertambangan di Sulteng yang notabene tidak ramah lingkungan.
Untuk menjawab tantangan itu, menurut Febri, yang dibutuhkan adalah ketersediaan koneksi antara penyedia kerja green jobs dan tenaga kerja. Sebab belum saling terhubung satu sama lain.
Olehnya, program Ecoleap ini ada untuk itu. Di samping melakukan upaya edukasi untuk turut mendorong tenaga kerja green jobs mendapat upah yang layak.
Febri pun mengungkapkan target program Ecoleap yang akan dijalankan selama setahun ini adalah melaksanakan job fair green pada sektor jobs.
“Kita menyeleksi 30 orang muda yang diharapkan mendapatkan kesempatan full time dan part time yang bisa diserap penyedia kerja. Harapannya di bulan Juli ada job fair besar yang bisa didatangi siapa saja” pungkasnya.