PT IHIP Morowali dinilai tidak memihak korban pelecehan seksual
Penulis: Robert Dwiantoro | Publikasi: 29 Agustus 2023 - 23:50
Bagikan ke:
TUTURA.ID - PT IHIP Morowali dinilai tidak memihak korban pelecehan seksual
Aksi blokade jalan houling BTIIG menuntut pemecatan manajer MK, tersangka pelecehan seksual | Foto: Rahman Ladanu/dokumentasi pribadi

Pembaruan (1 September 2023, pukul 13.53): PT IHIP akhirnya memecat manajer sekuriti inisial MK usai ditahan Polres Morowali (28/8) sebagai tersangka pelecehan seksual. Pemecatan MK tertuang dalam surat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) nomor: BTI/SITES/HR/232-VIII-23/SPK yang ditandatangani langsung Direktur Eksekutif BTIIG Ghao Jinliang tertanggal 30 Agustus 2023. MK juga tidak diperkenankan kembali bekerja di kawasan IHIP dan/atau kontraktor lainnya.

PT Indonesia Huabao Industrial Park (IHIP) di Morowali dinilai berpihak terhadap seorang petinggi perusahaan inisial MK yang melakukan pelecehan seksual kepada dua orang pekerja perempuan berinisial H (18) dan Y (31).

Terungkap bahwa pelaku pelecehan seksual dengan jabatan manajer sekuriti PT IHIP masih bekerja di kawasan korporasi nikel Baoshou Taman Industry Investement Group (BTIIG).

Hal itu disaksikan oleh Rahman Ladanu, anggota Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPMI) Morowali.

“Saat ini pelaku sudah aktif kembali di perusahaan dengan jabatan yang sama. Pelaku leluasa menemui korban di kawasan perusahaan,” ungkap Rahman via aplikasi pesan kepada Tutura.Id, Jumat (25/8/2023).

Status pekerjaan MK ini juga terungkap kala Masyarakat Lingkar IHIP/BTIIG melakukan aksi penutupan jalan houling BTIIG, Senin (28/8).

Kelompok masyarakat yang didominasi warga Desa Topogaro ini mendesak agar perusahaan segera memecat MK atas sejumlah pertimbangan.

Alasannya, MK dinilai melanggar hukum, norma kesusilaan, serta merendahkan martabat korban sebagai perempuan dan manusia.

“MK tidak pantas dan tidak layak menjabat manajer sekuriti karena telah melakukan pelecehan seksual. Padahal seharusnya jabatan itu digunakan untuk melindungi atau menjaga keamanan serta kenyamanan para pekerja,” kata Koordinator Masyarakat Lingkar IHIP/BTIIG Syafaat kepada Tutura.Id, Senin (28/8).

Karena MK masih bekerja dengan jabatan yang sama, PT IHIP juga dianggap telah melangkahi keputusan sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Kesepakatan Bersama antara dua pekerja perempuan korban pelecehan seksual, Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia (FNPBI), manajemen PT BTIIG, dan Kepolisian Resor (Polres) Morowali pada 14 Juni 2023.  

“BTIIG akan menindak karyawan yang diduga melakukan pelecehan seksual sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku di internal PT BTIIG,” demikian bunyi poin ketiga dalam kesepakatan itu.

Dalam poin kelima yang juga tercantum dalam kesepakatan tersebut, BTIIG mengaku akan menonaktifkan sementara karyawan BTIIG yang diduga melakukan pelecehan seksual selama proses hukum berjalan terhitung mulai 15 Juni 2023.

Padahal bila melihat perkembangan proses hukum, Polres Morowali telah melakukan gelar perkara pelecehan seksual di BTIIG dan telah menetapkan MK sebagai tersangka karena melanggar Undang-Undang (UU) 12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Artinya, selama hampir sebulan lamanya proses hukum berlangsung, PT IHIP dan BTIIG melangkahi kesepakatan yang telah dibuat, bahkan terkesan “melindungi” MK dari jeratan hukum.

Masyarakat Lingkar IHIP/BTIIG menemui salah satu petinggi perusahaan | Foto: Rahman Ladanu/dokumentasi pribadi

Tak berpihak kepada korban

Rahman Ladanu mengaku bahwa ia didatangi oleh korban inisial Y (24/8). Kepada Rahman, Y menyesalkan pilihan H, salah satu korban pelecehan seksual yang mencabut laporan hukumnya di Polres Morowali.

Namun, Y tak bisa sepenuhnya menyalahkan H karena menurutnya ada unsur keterpaksaan di balik permohonan pencabutan laporan itu.

Y juga melihat ada upaya intervensi manajemen BTIIG dalam kasus ini karena menghubungi orang tua H.

Bahkan perwakilan BTIIG juga turut membersamai H ketika mengajukan permohonan pencabutan laporan. Tak tanggung-tanggung, ada 19 kali permohonan pencabutan laporan tersebut.   

Meski begitu, dalam keterangan Polres Morowali, mereka tetap menerima permohonan dari masyarakat tetapi tak bisa ujug-ujug dicabut karena beragam pertimbangan.

“Karena ada perkara lain di dalamnya, yakni perkara Y selaku korban juga dalam kasus ini. Ditambah lagi, kasus ini sudah jadi atensi publik,” tutur Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (Kanit PPA) Polres Morowali Erwin Ibrahim menyitir wartahukum.net, Kamis (24/8).

Tak hanya H, Y juga sempat ditawari oleh BTIIG agar tidak melanjutkan perkara yang melibatkan salah satu oknum petinggi di perusahaan mereka.

Dalam sebuah kiriman rekaman suara yang diterima Tutura.Id, legal officer BTIIG Reksi terdengar sedang berupaya mengintervensi laporan kepolisian yang dilayangkan oleh Y.

BTIIG berpandangan bahwa tiga orang yang terlibat dalam perkara ini masih berstatus pekerja.

BTIIG menawari Y beragam bonafide, seperti perubahan kontrak kerja dari perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) menjadi perjanjian waktu kerja tidak tertentu (PKWTT), pindah divisi/departemen kerja, tali asih, dan promosi jabatan.

Dalam bunyi rekaman selanjutnya, BTIIG terkesan ingin menarik diri dalam perkara pelecehan seksual ini jika Y memutuskan tetap melanjutkan laporannya.

Padahal seharusnya mereka memberikan kenyamanan dan pemulihan kepada kedua korban.

Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja (Kepmenaker) 88/2023 tentang Pedoman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Tempat Kerja, pada bab IV poin C ayat enam jelas diatur bahwa perusahaan bisa memberikan sanksi kepada pihak yang diadukan mulai dari surat peringatan tertulis hingga pemutusan hubungan kerja (PHK).

Selain itu, perusahaan bertanggungjawab memberikan pemulihan kepada korban kekerasan seksual di tempat kerja mulai dari perlindungan korban dari tindakan balasan dari pihak yang diadukan hingga memberi ganti rugi (biaya pengobatan).

Pengusaha sebagai pemilik perusahaan juga berperan agar menyusun, menginformasikan kebijakan, dan memastikan tidak terjadi kekerasan seksual di tempat kerja. Termasuk membentuk satuan tugas pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di tempat kerja.

Kami telah berusaha menghubungi legal officer BTIIG Erik untuk meminta konfirmasi tentang hal ini, tetapi urung mendapat balasan hingga artikel ini diterbitkan. 

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
8
Jatuh cinta
0
Lucu
0
Sedih
1
Kaget
0
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Babak baru saham Vale Indonesia, plan kerja sama dengan Sulteng, dan green smelter di Blok Bahodopi
Babak baru saham Vale Indonesia, plan kerja sama dengan Sulteng, dan green smelter di Blok Bahodopi
MIND ID siap ambil 11 persen saham Vale Indonesia. Sulteng tinggal berharap joint operation dari…
TUTURA.ID - Tuntutan buruh imbas kecelakaan kerja di kawasan IMIP
Tuntutan buruh imbas kecelakaan kerja di kawasan IMIP
Salah satu tuntutan menyoroti kurangnya fasilitas kesehatan untuk melayani seluruh pekerja, mulai dari poliklinik, dokter,…
TUTURA.ID - Menyoal insiden kebakaran berulang di smelter nikel PT GNI Morowali Utara
Menyoal insiden kebakaran berulang di smelter nikel PT GNI Morowali Utara
FSPMI menyoroti ketidakmampuan PT GNI mengantisipasi insiden kebakaran yang merupakan kali ketiga dalam kurun 2022-2023.
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng