
Anak muda sebagai generasi penerus sudah seharusnya bergerak menjadi garda terdepan dalam mendorong gerakan perubahan dalam pengendalian krisis iklim.
Kepedulian generasi muda dalam isu menyangkut lingkungan terlihat nyata di seluruh dunia. Ada yang berjejaring mengumpulkan simpul menyuarakan kritik terhadap kebijakan yang tidak pro terhadap lingkungan, sebagian memilih berjuang di jalan lain.
Putri Saviera Quaralia (22) menginsafi pula betapa penting menjaga kelestarian lingkungan. Pun mendorong Tujuan Pembangunan Berkelanjutan alias Sustainable Development Goals (SDGs).
Untuk itu, ia bersama dua rekannya menggagas Demi Bumi Palu, sebuah komunitas lingkungan yang beranggotakan anak-anak muda.
Kecakapannya sebagai CEO Demi Bumi Palu membuat alumni SMAN Madani Palu ini mendapatkan anugerah Young Leadership Award kategori Leadership Recognition dalam acara The Education 2.0 Conference yang berlangsung di Dubai, Uni Emirat Arab (20/6/2023).
Untuk mengetahui lebih banyak sepak terjang Pesqi—panggilan akrabnya—bersama komunitas Demi Bumi Palu, juga pandangannya terkait isu lingkungan, Tutura.Id mengajak mahasiswi Jurusan Hubungan Internasional di Universitas Bina Nusantara ini untuk mengobrol via GMeet, Minggu, (25/6/2023). Berikut wawancaranya.
Bisa jelaskan apa sebenarnya Young Leadership Award itu?
Kategori Young Leadership Award baru ada tahun ini. Selama ini namanya Outstanding Leadership Award. Saya lihat yang memenangkan penghargaan sebelumnya itu orang-orang yang sangat berjasa di dunia pendidikan atau seorang CEO atau startup besar.
Jika bukan CEO atau startup besar orang yang memenangkan itu orang-orang yang sudah mengabdi puluhan tahun di dunia pendidikan. Makanya, awalnya saya pesimis. Ternyata tahun ini mereka buka kategori Young Leadership Award yang mengapresiasi anak muda yang menginspirasi dan mengedukasi.
Kalau model kepemimpinannya Pesqi di Demi Bumi Palu seperti apa?
Karena awal adanya Demi Bumi Palu dari lingkungan sendiri, jadi model kepemimpinanku itu lebih seperti pengarah gerak. Kebetulan orang-orang yang terlibat di dalamnya juga saya kenal semua dan mereka bisa kerja, jadi saya percaya mereka.
Kalau ada beberapa orang yang barusan terjun ke dunia organisasi, itu yang saya bimbing langsung. Tapi selebihnya saya tidak terlalu banyak intervensi.
Ada tempat belajar khusus, kah, untuk jadi pimpinan alias CEO?
Kalau saya lihatnya dari Pemimpin.Id. Itu salah satu social startup yang berbasis kemimpinan terbesar di Indonesia. Saya masuk di situ selama enam bulan.
Saya belajar banyak. Bahkan teman-teman Demi Bumi Palu tahu seberapa banyak saya mengadopsi teknik kepemimpinan dari Pemimpin.Id. Mereka bangga waktu saya kasih tahu kalau saya menerapkan gaya kepemimpinan yang diajarkan di Pemimpin.Id di Demi Bumi Palu.
Lalu, kapan mulai tertarik dengan isu lingkungan dan krisis iklim?
Kalau saya flashback, minat itu ada dari saya masih sekolah. Saya sudah jengkel ketika melihat orang yang buang sampah sembarangan. Terus saya makin menggeluti itu saat sudah kuliah. Pengetahuan terkait lingkungan juga sudah makin bertambah.
Aktivitas apa yang dilakukan Demi Bumi Palu sebagai organisasi lingkungan di Palu?
Sebenarnya aktivitas yang dilakukan selama ini fokusnya sebagai edukasi dan kolaborasi. Karena kita, tuh, mau meningkatkan awareness dan keinginan masyarakat untuk hal yang berbau lingkungan.
Jadi kegiatan yang kami lakukan itu memberikan edukasi melalui platform Instagram @demibumipalu. Ada juga kegiatan offline dan online. Kami sering kali masuk ke sekolah-sekolah atau kegiatan roadshow. Biasanya juga diundang sebagai pembicara, stakeholder, atau partner oleh teman komunitas atau institut yang lain.

Punya pengalaman apa terkait lingkungan hingga akhirnya mendirikan komunitas ini?
Pemantik saya sebenarnya bukan hanya tentang lingkungan, tetapi karena isu Sustainable Development Goals (SDGs) juga. Karena saya ambil Jurusan Hubungan Internasional dan saya memperdalam juga bagian SDGs.
Saya juga sempat magang di Bappeda yang memang fungsinya sebagai penanggung jawab SDGs. Saat itu saya merasa kalau butuh pihak lain di luar pemerintah yang bergerak di isu ini.
Karena menurut saya SDGs bisa dicapai kalau semua orang itu terlibat dan tahu tentang hal itu. Sebaliknya, kalau orang-orang tidak tahu keberadaannya, bagaimana poin-poin itu bisa tercapai?
Nah, saya merasakan masih besar gap itu. Orang-orang tidak sadar atau tidak tahu keberadaan isu itu. Jadinya saya ingin masuk di antara itu untuk membantu pemerintah. Karena masa depan kota ada di tangan-tangan anak muda.
Kedua, yang spesifik tentang lingkungan itu sebenarnya tentang hal yang berbau dengan plastik. Saat di Jakarta saya rasa kayak isu lingkungan itu sudah lumrah terjadi.
Misalnya orang-orang pergi belanja sudah menggunakan tote bag. Itu hal yang sangat biasa. Justru aneh jika kita belanja tidak membawa tote bag karena kita tidak akan dikasi tas belanja plastik.
Dan saat kita belanja menggunakan wadah makanan sendiri itu juga tidak dianggap aneh dan banyak orang sudah melakukan hal tersebut.
Saya mencoba melakukan itu di Palu, ternyata masih jadi hal yang sangat aneh sekali. Bahkan saat saya berbelanja dan menolak menerima kantong belanja plastik, saya tetap dipaksa menerima plastik. Seakan-akan memberikan plastik itu hal yang baik.
Nah, hal-hal seperti itu juga menjadi pemantik besar yang bikin saya kayak, "Oke, kayaknya perlu, nih, kita bergerak di isu ini."
Bagaimana respons anak muda di Kota Palu terhadap Demi Bumi Palu?
Sebenarnya awal sekali bergerak itu bukan mau bikin organisasi atau komunitas. Jadi, saya waktu itu mengajak dua teman membuat sebuah proyek yang based on lingkungan. Mengubah sampah plastik menjadi minyak.
Tetapi saat proses pembuatannya kami merasa butuh platform Instagram untuk penyebarluasan dan agar lebih mudah saat mencari sponsor. Ternyata lebih booming akun Instagram-nya. Banyak yang bertanya apa itu Demi Bumi Palu.
Karena banyak yang antusias, akhirnya bikin open recruitment.
Menurut saya banyak anak muda di Palu yang peduli isu lingkungan, tapi tidak memiliki wadah. Karena dengan adanya komunitas membuat orang-orang di dalamnya lebih aware terkait isu lingkungan.
Dukungan pemerintah untuk komunitas ini apa saja?
Sampai saat ini, sih, secara nyata belum ada dukungan dari pemerintah. Cuma kemarin pernah sempat dibicarakan mereka akan mengadakan sebuah kegiatan yang akan memfasilitasi kita untuk melakukan edukasi. Namun, belum tampak sampai sekarang.
Berarti banyak juga kendalanya selama menjabat sebagai CEO Demi Bumi Palu?
Kendalanya banyak, ya. Salah satunya keuangan. Terus menurutku isu lingkungan itu sebenarnya isu yang sudah ada sejak lama, jadi ingin bagaimana caranya agar isu tentang lingkungan ini supaya tetap menarik dan tidak dianggap isu lama. Hal itu menjadi sebuah tantangan tersendiri.
Bagaimana pandangan terhadap iklim dan isu lingkungan di Kota Palu?
Meskipun NDC (National Determined Contribution) di Palu belum terlalu tinggi, tapi jangan sampai Kota Palu ada di tahap NDC tinggi baru bergerak. Nah, kalau pandanganku pemerintah itu sudah harus bisa melihat kaca mata dari pembangunan berkelanjutan, seperti pembuatan smart city.
Terus bagaimana caranya agar perusahaan juga menerapkan program yang berbasis lingkungan. Tidak hanya mengambil keuntungan. Karena jika makin lambat mengeluarkan regulasi dan pengawasan ketat, nanti akan semakin banyak yang tidak bertanggung jawab terhadap lingkungan.
komunitas lingkungan sampah plastik Demi Bumi Palu SDGs Kota Palu pembangunan berkelanjutan krisis iklim

