Reza Anugerah: Laki-laki harus memiliki perspektif gender yang setara untuk mencegah kekerasan seksual
Penulis: Juenita Vanka | Publikasi: 5 Mei 2024 - 16:45
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Reza Anugerah: Laki-laki harus memiliki perspektif gender yang setara untuk mencegah kekerasan seksual
Reza Anugerah saat mengikuti International Conference on Population and Development 30 di Cotonou, Republik Benin | Sumber: Istimewa

Reza Anugrah atau yang lebih akrab dengan panggilan Eca memulai perjalanannya menjadi seorang aktivis sejak 2018. Minat besarnya pada isu gender, anak, dan perempuan.

Pemuda yang lahir di Donggala, 23 tahun silam, memulai perjalanannya menjadi seorang aktivis sejak 2018. Tepatnya setelah peristiwa bencana gempa, tsunami, dan likuefaksi yang melanda Palu, Sigi, dan Donggala.

Sejak 2021, lulusan Fakultas Pertanian Universitas Tadulako ini mulai bergabung dengan Sikola Mombine. Kini dipercayakan sebagai Program Officer untuk program Peka Ekonomi Tangguh dan Inklusi. Fokus programnya pada pemberdayaan perempuan dan penyandang disabilitas untuk meningkatkan kesejahteraan dan kepekaan terhadap isu sosial di masyarakat.

Ia juga termasuk anggota Community of Practice UNFPA Indonesia atau komunitas anak muda untuk kampanye isu kesehatan reproduksi di media digital. Tak hanya itu, ia juga menjadi Wakil Ketua Pengurus Nasional Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia.

Sekarang ia juga sedak aktif  membangun digital platform untuk memberikan edukasi soal kesetaraan gender, disabilitas, dan inklusi sosial serta perlindungan anak, melalui akun Instagram @be.equal.id.

Kepeduliannya terhadap berbagai isu tersebut menghantarkannya terpilih menghadiri Global Youth Dialogue di ajang International Conference on Population and Development 30 (ICPD30).

Konferensi tahunan yang diadakan oleh Badan Kesehatan Seksual dan Reproduksi Perserikatan Bangsa-Bangsa ini berlangsung 4-5 April 2024 di Cotonou, Republik Benin, Afrika Barat.

Saat dihubungi Tutura.Id melalui pesan WhatsApp, Jumat (3/5/2024), Eca yang bersiap mengambil Magister Kajian Gender di Universitas Indonesia ini menceritakan pengalamannya selama mengikuti ICPD30. Pun ihwal mengapa bisa terjun sebagai aktivis muda. Berikut hasil percakapannya.

Salah satu sesi diskusi yang diikuti Reza Anugerah saat menghadiri International Conference on Population and Development 30 | Sumber: Istimewa

ICPD30 Global Youth Dialogue 2024 itu membahas tentang apa?

Membahas mengenai isu-isu tentang pembangunan dan kependudukan. Acara ini pertama kali diadakan pada tahun 1994 di Kairo, Mesir. Konfrensi ini yang mencetuskan mengenai hak-hak untuk mendapatkan akses pada kesehatan reproduksi saat ini. Kegiatan ini juga jadi tempat untuk anak muda yang berasal dari kurang lebih 130 negara untuk menyuarakan isu mengenai kesehatan seksual dan reproduksi, pendidikan, HAM, kesetaraan gender, ketangguhan di tengah krisis serta bagaimana anak muda kemudian diikutsertakan dalam pengambilan keputusan-keputusan krusial.

Kenapa tertarik mengikuti konferensi ini?

Alasan saya tentunya ini adalah salah satu konfrensi besar dan bergengsi yang diadakan oleh PBB. Ini juga merupakan suatu kesempatan besar untuk saya bergabung bersama anak muda di seluruh dunia untuk menyuarakan mengenai isu tentang pembangunan dan kependudukan untuk menjadi sebuah pertimbangan oleh PBB dalam pengambilan keputusan dan kebijakan mengenai hal tersebut.

Bagaimana prosesnya bisa sampai terpilih?

Awalnya itu saya kebetulan juga anggota dari UNFPA Indonesia. Jadi kebagian link dan coba mendaftar. Sempat pesimis dengan jumlah pendaftar yang ada di kisaran 15.000. Belum lagi proses panjang dokumen dan tes yang harus di lewati. Syukurnya saya bisa jadi satu dari tiga delegasi Indonesia dalam konfrensi ini.

Akomodasinya mereka tanggung semua?

Sepenuhnya ditanggung oleh UNFPA Quarters yang berbasis di New York, AS. jadi saya pure memang hanya bawa diri dan pakaian saja.

Eca menyampaikan hal-hal apa saja dalam pertemuan tersebut?

Karena berangkat dari pengalaman kita dalam menghadapi bencana Pasigala 2018, jadi saya mengutarakan bahwa bagaimana respons terhadap keadaan darurat dan juga bencana masih belum sensitif, khususnya perihal layanan kesehatan reproduksi di situasi bencana bagi orang muda.

Saya juga menyuarakan mengenai pencegahan kekerasan seksual dengan memanfaatkan colaborative action multi stakeholder untuk mencegah praktik berbahaya, seperti perkawinan anak, dan juga sunat pada perempuan.

Lalu bagaimana pemanfaatan platfrom digital sebagai media informasi kesehatan reproduksi dan kesetaraan gender, pelibatan kaum disabilitas dalam pengambilan keputusan, dan yang terakhir bagaimana hak aktivis, khususnya di bidang kesehatan reproduksi, HAM, dan kesetaraan gender, untuk mendapatkan perlindungan dan keamanan.

Agenda acara apa saja yang diikuti selama di sana?

Konfrensi ini mempunyai beberapa agenda. Salah satunya pleno yang membahas bagaimana pendekatan inovatif terhadap transisi dunia sekolah ke dunia kerja untuk membentuk anak muda yang siap bekerja di dunia digital.

Ada juga sesi yang membahas bagaimana pengaruh kekuasaan terhadap kekerasan seksual berbasis gender, ras, seksualitas terhadapat anak muda di seluruh dunia. Dan juga ada sesi khusus yang dapat dipilih oleh para peserta.

Saya memilih beberapa, seperti pembahasan bagaimana pendidikan itu menjadi inklusif dan aman, bisa terbebas dari diskriminasi dan kekerasan berbasis gender. Ada juga sesi bagaimana gerakan akar rumput anak muda dalam mengatasi masalah kependudukan dan pembangunann.

Pada hari terakhir juga ada pleno yang memberikan kesempatan untuk anak muda yang menjadi representatif Asia Pasifik untuk menyuarakan isu-isu yang mereka bawa dari negaranya masing-masing.

Perasaannya Eca setelah mengikuti konferensi ini?

Tentunya secara pribadi ini sebuah pencapaian besar untuk saya karena bisa mengikuti forum dunia yang dulu hanya bisa saya lihat di internet dan televisi. Apalagi secara wilayah, kita anak muda di Sulteng jarang bisa dapat informasi dan kesempatan seperti ini.

Menuntaskan kasus kekerasan terhadap anak butuh peran serta banyak pihak. Kerja sama lintas sektor dari hulu hingga ke hilir | Sumber: Istimewa

Apa suka dan duka menjadi seorang aktivis?

Jadi untuk sukanya saya bisa banyak belajar dan menyadari perbedaan yang ada setelah betemu dengan berbagai latar belakang orang yang kami dampingi. Dukanya itu sebenarnya lebih kepada bagaimana seringkali isu-isu yang saya bawakan ini memang sangat sensitif.

Jadi penerimaan terhadap apa yang saya bawa itu terkadang dianggap merusak ketertiban dari budaya yang dianut oleh masyarakat di beberapa wilayah.

Ada juga beberapa kawan yang kurang setuju ketika saya kemudian ikut bergabung dan datang ke rumah ibadah yang berbeda dari kepercayaan saya. Overall saya sangat mencintai pekerjaan saya sekarang.

Kenapa mau jadi aktivis perempuan dan anak, sedangkan Eca laki-laki dan punya posisi yang diuntungkan?

Saya percaya untuk mengentaskan isu-isu kekerasan berbasis gender seperti ini butuh kolaborasi yang harus melibatkan laki-laki tentunya. Terlebih laki-laki harus memiliki prespektif gender yang setara untuk mencegah kekerasan seksual.

Juga sebenarnya ada pengalaman personal yang dulu pernah saya alami sehingga terbesit di pikiran saya untuk memberantas kekerasan terhadap perempuan dan anak dan terjun langsung dalam isu ini.

Lalu, apa tanggapanmu mengenai kekerasan seksual, fisik, mental yang terjadi kepada laki-laki? Tidak banyak orang yang membahas ini.

Menurut saya konsep patriarki yang begitu lekat dengan kita yang membuat kita terkadang lupa bahwa siapa pun, terlepas dia berasal dari gender, suku, ras dan agama tertentu, bisa menjadi pelaku kekerasan.

Memang jika melihat data korban kekerasan, kebanyakan adalah perempuan. Tapi laki-laki juga bisa jadi korban. Dan hal ini harus dinormalisasi sehingga semua orang bisa mendapatkan akses pertolongan tanpa takut dan malu terhadap stereotipe yang timbul di masyarakat.

Soal anak, apa yang harus dilakukan untuk menuntaskan kekerasan yang terjadi kepada mereka, secara fisik, mental, dan seksual?

Untuk masalah kekerasan kita harus melakukan pendekatan secara interpesonal kepada seluruh stakeholder, dari anak, orang tua, pemerintah terkait, tokoh-tokoh adat dan agama, juga pihak-pihak lain.

Mengajarkan kepada anak hak atas tubuhnya sendiri, apa yang boleh dan yang tidak boleh disentuh oleh orang lain. Nah, hal tersebut itu butuh kolaborasi dari segala pihak.

Apakah edukasi tentang seks penting diajarkan kepada anak, melihat kejadian kekerasan seksual terjadi sebagian besar pada anak?

Edukasi seks itu penting sekali untuk anak-anak. Karena balik lagi, edukasi seks sangat tabu karena dipikiran banyak orang ini mengenai pelajaran bagaimana berhubungan intim.

Padahal edukasi seks bisa jadi navigasi anak bertindak atas dirinya. Bagaimana ia juga bisa menjaga dan mengetahui tentang dirinya. Misalnya bagaimana anak perempuan mengetahui siklus menstruasinya, bagaimana anak mengetahui apa saja akibat yang dapat timbul dari hubungan seksual sehingga bisa mencegah pergaulan bebas di tengah remaja, dan masih banyak lagi.

Reza Anugerah sejak 2021 bergabung dalam Sikola Mombine. Kini ia dipercayakan sebagai Program Officer untuk program Peka Ekonomi Tangguh dan Inklusi | Sumber: Istimewa

Menurut Eca, apa itu kesetaraan gender?

Menurut saya, kesetaraan gender terjadi ketika laki-laki dan perempuan, baik dewasa maupun anak-anak, mendapatkan peluang, kesempatan, serta apresiasi secara setara. Hak-hak seperti hak untuk hidup, menentukan pilihan, keikutsertaan dalam pengambilan keputasan, dan upah dapat diterima tanpa memandang dari jenis kelamin.

Lalu apa pendapatmu mengenai pekerjaan domestik yang selalu diidentikkan dengan perempuan?

Hal ini merupakan awal dari pelemahan perempuan sebenarnya. Yang juga bisa dikategorikan sebagai kekerasan berbasis gender. Karena memang pekerjaan domestik adalah skill basic yang harus dipunyai semua orang. Untuk bertahan hidup.

Apalagi dari dulu hal-hal domestik memang hanya diajarkan kepada perempuan. Makanya, sedikit demi sedikit kita harus advokasi bahwa pekerjaan domestik itu untuk semua orang.

Seberapa penting andil anak muda dalam memberantas kekerasan terhadap anak, baik laki-laki maupun perempuan? Apa yang bisa dilakukan?

Besar sekali andilnya. Kita juga jangan hanya menghadiri, tapi dikutsertakan dalam forum-forum pengambilan keputusan. Makanya pemberdayaan sebaya atau peer-to-peer education itu jadi pilihan untuk menghadapi isu-isu seperti kekerasan.

Saling berbagi, saling memperdayakan SDM anak muda, dan advokasi menjadikan anak muda bukan lagi kelompok rentan, tapi kelompok yang bisa survive dan membuat kelompok-kelompok yang juga bisa menjadi tempat aman bagi siapa saja.

Dan yang kita bisa lakukan adalah kolaborasi untuk membuat lingkungan dan kebijakan yang tidak bias gender.

Eca, kan, juga aktif mendampingi kelompok disabilitas. Menurutmu Kota Palu sudah ramah dan aman untuk para teman disabilitas?

Sorry to say, tapi Kota Palu belum menjadi tempat aman. Beberapa fasilitas publik yang dibuat untuk para kaum disabilitas bahkan tidak ramah untuk mereka. Contohnya, guiding block yang masih terhalang pohon, di dekatnya ada drainase, belum lagi akses informasi yang masih sangat terbatas untuk kaum disabilitas.

Apa yang harus dilakukan untuk menjadikan Kota Palu ramah terhadap para penyandang disabilitas?

Kita ambil dari aksesibilitasnya. Bagaimana kota bisa menyediakan informasi yang dapat diakses oleh kaum disabilitas. Secara partisipasi kita juga harus melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan dan juga secara kelembagaan. Karena mereka yang mengetahui apa yang mereka butuhkan.

Secara perlindungan juga harus diperhatikan sehingga mereka terhindar dari diskriminasi. Dan masih banyak lagi. Jadi walaupun sudah punya Perda harus juga dipastikan Perdanya berlaku dan memang tepat sasaran atau tidak.

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
2
Jatuh cinta
0
Lucu
0
Sedih
0
Kaget
0
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Bahaya pornografi mengintai anak di media sosial
Bahaya pornografi mengintai anak di media sosial
Yayasan Pusat Kajian Perlindungan Anak mendesak pemerintah untuk memenuhi hak serta perlindungan anak di dunia…
TUTURA.ID - Satgas PPKS Untad: Kami tak pandang bulu dalam kasus kekerasan seksual
Satgas PPKS Untad: Kami tak pandang bulu dalam kasus kekerasan seksual
Satgas PPKS Untad resmi terbentuk. Mereka berjanji akan bertindak profesional dalam penanganan kasus--termasuk menyapu relasi…
TUTURA.ID - Sengkarut ganti rugi TPA Kawatuna: Warga blokir jalan, sampah menumpuk terabaikan
Sengkarut ganti rugi TPA Kawatuna: Warga blokir jalan, sampah menumpuk terabaikan
Warga memblokir akses ke TPA Kawatuna karena ganti rugi tak jua terealisasi. Sampah pun…
TUTURA.ID - Jalan-Jalan ke Taman Paskah: Saksikan perjalanan Yesus dalam miniatur
Jalan-Jalan ke Taman Paskah: Saksikan perjalanan Yesus dalam miniatur
Untuk pertama kalinya Taman Paskah hadir di Kota Palu. Dipelopori oleh Jemaat Gereja GKST Immanuel…
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng