"Belum kenyang kalau belum makan nasi,...”
Ungkapan ini sering kali mengambarkan ketergantungan dengan nasi. Orang Indonesia yang hampir selalu mengklaim dirinya belum makan, jika tidak makan nasi. Meskipun dia sudah makan sumber pangan lain. Misalnya, makan roti atau jagung.
Ketergantungan orang Indonesia dengan nasi, menjadikan negara ini menduduki urutan ke-5 sebagai negara dengan konsumsi nasi terbesar ke-5 di dunia, dengan jumlah konsumsi 35,60 juta ton total beras. Data ini diungkap oleh United State Departemen Of Agriculture (USDA) tahun 2021, yang dilansir oleh jawapos.com.
Angka ini boleh jadi turut disumbangkan oleh konsumsi masyarakat Sulawesi Tengah (Sulteng). Dalam kegiatan Forum Diskusi Bangun Sulteng (FDBS) yang digelar pada Selasa (28/2/2023), Kepala Dinas Pangan Sulteng, Eva Rantung, mengungkapan kecenderungan warga Sulteng yang lebih banyak mengonsumsi pangan mengandung karbohidrat ketimbang protein.
Eva menerangkan bila data menunjukkan pencapaian jumlah konsumsi kelompok padi-padian masyarakat Sulteng telah melewati ideal PPH, yaitu sebanyak 1256 Kkal/kap/hari. Sedangkan pangan hewani menjadi pencapaian dengan konsumsi terendah dari ideal PPH.
Kebiasaan memakan nasi juga dipengaruhi secara biologis. Tubuh yang sudah terbiasa mengonsumsi nasi, memiliki kecenderungan untuk ketagihan. Sebab nasi diterungkap mengandung gula, yang diteliti dapat membuat seseorang menjadi kencanduan.
Dalam artikel berbahasa Inggris berjudul “13 Ways to Fight Sugar Cravings” pada laman webmd.com, disebutkan bahwa karbohidrat mengandung gula sehingga memiliki kesamaan sifat bisa menimbulkan ketagihan ketika tubuh menerimanya.
Nasi putih mengandung sekitar 90 persen karbohidrat, 8 persen protein dan 2 persen lemak. Menurut berbagai sumber nasi juga merupakan sumber magnesium, fosfor, mangan, selenium, zat besi, asam folat, tiamin, dan niasin yang baik. Nasi merupakan makanan yang rendah serat dan memiliki kandungan asam lemak omega.
Pentingnya variasi makanan
Akedmisi Ilmu Gizi dari Universitas Tadulako, Nikmah Utami Dewi, S.KM,. M.Sc mengungkapkan pentingnya tubuh mendapatkan gizi dari pelbagai sumber pangan. Apalagi pada saat tubuh berpuasa di Bulan Ramadan mendatang.
Mengonsumsi nasi sebagai sumber karbohidrat sah-sah saja, tetapi harus diimbangi dengan zat gizi lainnya. Tidak boleh mengonsumsi nasi sebagai satu-satunya pangan yang mendominasi piring ketika makan.
Alumni Wageningen University Belanda yang berfokus pada gizi dan kesehatan ini, mengungkapkan bumi Indonesia, termasuk Sulteng, memiliki kekayaan sumber karbohidrat yang begitu banyak. Selain nasi yang berasal dari tanaman padi-padian, ada juga jagung, kentang, singkong, talas, ubi jalar hingga ketela. Tanaman ini dapat menjadi sumber karbohidarat, yang bisa dimakan.
Perempuan yang pernah menjabat sebagai Ketua Program Studi Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Untad ini pun, mengungkapkan dari segi keilmuan, ditemukan bahwa satu tanaman pangan dengan pangan lainnya memiliki zat gizi yang berbeda satu sama lain. Pun halnya bila keduanya sama-sama sumber karbohidrat.
Misalnya, nasi dan jagung sama-sama sumber karbohidrat tetapi ada zat gizi yang penting di jagung tidak ada di nasi. Begitu pun sebaliknya. Olehnya, mengonsumsi ragam makanan akan membuat peluang tubuh mendapatkan lebih banyak zat gizi yang dibutuhkan. Kata kuncinya adalah variasi makanan.
"Karbohidrat hanya nasi saja berarti bisa berisiko, bergantungan pada beras hanya makan nasi saja maka kita akan berisiko kekurangan zat gizi lain, yang terdapat pada sumber karbohidrat, yang ada pada jagung, ada kentang, mie basah, roti, singkong, sukun, talas talas, ubi jalar atau ketela,” rinci perempuan yang akrab disapa dengan nama Tami ini.
Untuk memulai agar bisa makan dari sumber pangan yang bervariasi, menurut Tami, harus dimulai dengan melengkapi dengan dengan pengetahuan soal gizi. Dengan begitu akan tumbuh kesadaran bahwa makan bervariasi itu penting bagi tubuh.
Kesadaran inilah akan menyaring ungkapan-ungkapan atau asumsi terhadap pola makan yang sejatinya adalah salah. Misalnya, belum makan kalau tidak makan nasi atau adanya asumsi bila makan jangung atau singkong adalah makanan orang miskin. Sebab dulunya jangung atau singkong dimakan saat paceklik atau masa tanam padi yang sulit sulit.
Ikuti Isi Piringku
Tami pun mengingatkan ketika sumber karbohidrat yang dikonsumsi sudah bervariasi, maka langkah selanjutnya mengonsumsi zat utama yang tak kalah penting lainnya. Seperti protein, lemak, serat, vitamin dan mineral. Sumber pangan untuk zat gizi ini juga melimpah.
"Di barengi dengan variasi makanan seperti sayuran dan cukup buah-buahan, membiasakan mengkonsumsi lauk pauk yang mengandung protein tinggi, mengkonsumsi aneka ragam makanan pokok lain," tambanhnya.
Untuk pembagian porsi antara zat gizi utama tersebut, dia mengungkapkan sejatinya pemerintah melalui Kementerian Kesehatan Ri telah memiliki instrument atau alat ukur yang mudah dipahami dan wajib diikuti bila ingin sehat. Namanya “Isi Piringku”.
Merujuk laman Kemenkes RI, “Isi Piringku” membagi porsi 50 persen buah dan sayur, 50 persen lainnya terdiri dari karbohidrat dan protein. Istilah 4 Sehat 5 Sempurna, tak lagi mengakomodir perkembangan gizi yang cukup untuk keseimbangan gizi yang tepat.
Kampanye "Isi Piringku" juga menekankan untuk membatasi gula, garam, dan lemak dalam konsumsi yang banyak di konsumsi masyarakat Indonesia. Jadi, sudah siap tidak hanya makan nasi saja? ***
nasi beras padi karbohidrat pangan zat gizi sumber karbohidrat Dinas Pangan Sulteng Sulteng Sulawesi Tengah Isi Piringku Untad Fakultas Kesehatan Masyarakat kesehatan