Penyakit kardiovaskular yang disebabkan adanya gangguan pada jantung dan pembuluh darah masih jadi penyakit nomor satu penyebab kematian terbanyak di dunia.
Merujuk data Global Burden of Desease dan Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME), penyakit jantung kurun 2014-2019 menjadi penyebab kematian tertinggi di Indonesia.
Segaris dengan hasil tadi, data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan prevalensi penyakit jantung dari 0,5% pada 2013, meningkat jadi 1,5% pada 2018.
Sulawesi Tengah (Sulteng) dalam Riskesdas 2018 bahkan melampaui prevalensi nasional penyakit jantung pada penduduk kategori semua umur.
Prevalensi tertinggi ada di Kalimantan Utara (2,2%), lalu Yogyakarta (2%) dan Gorontalo (2%). Kemudian menyusul Sulawesi Tengah, DKI Jakarta, dan Kalimantan Timur yang sama berbagi persentase 1,9%.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2018, jumlah orang meninggal akibat penyakit jantung mencapai 394 orang. Korban terbanyak berasal dari Kota Palu yang mencapai 56 orang.
Sementara memasuki semester kedua tahun ini, bagian Penyakit Tidak Menular (PTM) dari Dinkes Prov. Sulteng mencatat telah ada 386 pasien yang terkena penyakit jantung. Sebanyak 243 orang mengidap penyakit jantung koroner dan 143 orang lainnya terkena gagal jantung.
Selain jantung koroner dan gagal jantung, jenis-jenis penyakit ini yang paling banyak diidap orang Indonesia, antara lain serangan jantung, aritmia (gangguan irama jantung), kardiomiopati (gangguan pada otot jantung), endokarditis (infeksi pada lapisan dalam jantung), dan faktor genetik alias penyakit jantung bawaan.
Banyak yang mengira penyakit jantung identik hanya menyerang manula yang sudah tidak produktif. Perbandingan dua hasil Riskesdas menunjukkan bahwa proporsi penyakit jantung koroner dan gagal jantung pada kelompok usia produktif (15-64 tahun) justru meningkat. Jika pada 2013 tercatat 3,33%, angka tersebut meningkat jadi 9,1% pada 2018.
Menemukan seorang pasien paruh baya yang sudah memasang ring atau tabung kecil untuk membuka sumbatan pada aliran darah di jantungnya kini bukan hal mengagetkan lagi.
Oleh karena itu, dr. Venice Chairiadi selaku Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) Cabang Palu menekankan pentingnya menjalani pola hidup sehat.
Pasalnya kebiasaan hidup tidak sehat turut memicu terjadinya penyakit jantung selain faktor usia, punya riwayat penyakit jantung dalam keluarga, diabetes, hipertensi, obesitas, dan stres.
Jika seseorang telah menyadari punya satu atau lebih faktor pemicu terjadinya penyakit jantung, maka wajib menghindari faktor sisanya. Agar risiko terkena serangan jantung tidak tinggi.
Dijelaskan dr. Venice, misalnya seseorang punya riwayat penyakit jantung yang menurun dari keluarga. Jika gaya hidup orang tersebut sehat, seperti rajin berolahraga, tidak merokok, mengonsumsi makanan bergizi, dan gula darahnya terkontrol, maka risiko terkena penyakit jantung tidak tinggi.
Pun sebaliknya. Sekalipun tidak memiliki riwayat penyakit jantung bawaan, tapi jika seseorang dalam kesehariannya menerapkan pola hidup serampangan, jarang berolahraga, kurang istirahat, mengonsumsi makanan minuman tidak sehat, dan perokok berat, maka ia berisiko tinggi terkena penyakit jantung.
Kebiasaan merokok jadi salah satu praktik gaya hidup yang dominan meningkatkan risiko penyakit jantung koroner karena tekanan darah seorang perokok pasti naik.
Seorang perokok, lanjut dr. Venice, kadar gula darahnya juga biasa tidak terkontrol dan kolestrolnya tinggi. Celakanya lagi, bukan hanya perokok aktif yang berisiko terkena penyakit jantung, tapi juga perokok pasif.
“Itulah makanya rokok menjadi faktor dominan,” sambung dr. Venice yang mengaku saat ini menangani sekitar 200 orang pasien penyakit kardiovaskular saat ditemui Tutura.Id (30/8/2023).
View this post on Instagram
Beberapa ciri dominan untuk mendeteksi lebih dini penyakit jantung bukan hanya ketika telapak tangan berkeringat berlebihan, tapi juga adanya limitasi saat beraktivitas, dan ketika melakukan aktivitas dada sering terasa seperti kena tusukan.
“Jadi ketika dia melakukan aktivitas, lebih cepat capek tidak seperti biasanya. Naik turun tangga sudah tidak kuat,” pungkas dr. Venice.
Mendeteksi penyakit jantung lebih dini penting dilakukan agar pencegahannya juga dapat dilakukan. Salah satunya dengan meraba nadi sendiri untuk mencari tahu kelainan irama jantung sehingga dapat mencegah komplikasi lebih lanjut seperti stroke dan gagal jantung.
Gerakan ini dinamakan "menari" alias "meraba nadi sendiri". Bisa dilakukan oleh siapapun dan kapan saja.
Caranya dengan menempelkan ujung jari telunjuk, jari tengah, dan jari manis pada bagian pergelangan tangan kiri, tepat pada pangkal bawah ibu jari.
Rasakan denyut nadi pada bagian tersebut, lalu hitung denyut nadi selama 30 detik untuk mengetahui kecepatan detak jantung. Jika denyut tidak teratur atau jumlah denyutan di atas 50 dan di bawah 30, waspadai gangguan irama jantung. Segera konsultasikan kepada dokter.
Dus, seperti tema peringatan Hari Jantung Sedunia tahun ini yang diperingati 29 September, "Use Heart, Know Heart", dengan mengenali kondisi jantung kita bisa mencegah risiko serangan penyakit jantung.
penyakit jantung Hari Jantung Sedunia kardiovaskular kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah Riset Kesehatan Dasar Perhimpunan Dokter Spesialis Kardioviskular Indonesia