Sulawesi Tengah masuk lima besar provinsi dengan indeks demokrasi tertinggi di Indonesia. Dengan kata lain, Sulteng bisa disebut sebagai salah satu provinsi paling demokratis di negeri ini.
Status itu termuat dalam Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Pada penghitungan IDI bertarikh 2021, Sulteng berada di peringkat empat, dengan nilai indeks demokrasi 81,78—dalam skala penilaian 0-100.
Sulteng hanya kalah dari tiga provinsi, yakni Kepulauan Riau (88,3), Jawa Barat (82,66), dan Kalimantan Timur (82,27). Sedangkan Kalimantan Selatan (81,64) menempati posisi kelima.
Penilaian ini bersandar pada tiga aspek utama yakni kebebasan sipil, kesetaraan, dan kapasitas kembaga demokrasi. Di dalamnya termaktub pula sejumlah indikator turunan.
Sulteng punya nilai tinggi dalam aspek kebebasan sipil dengan skor 92,75, sekaligus jadi pemuncak klasemen. Adapun indikator aspek ini ialah kebebasan berkumpul/berserikat, kebebasan berpendapat, kebebasan berkeyakinan, dan kebebasan dari diskriminasi.
Pada aspek kesetaraan Sulteng justru jeblok. Skor Sulteng hanya 70,39 dan berada di peringkat 31. Aspek ini antara lain mencakup kesetaraan individu dalam akses untuk berpolitik (hak–hak politik).
Adapun saat menilik “aspek kapasitas lembaga demokrasi” Sulteng cuma berada di papan tengah. Persisnya pada posisi 18 dengan nilai 72,38.
Sekadar informasi, penilaian soal demokrasi pada level global juga kerap dilakukan. Salah satu yang paling kesohor ialah indeks demokrasi keluaran The Economist Intellegence Unit. Pada laporan tahun 2021, Indonesia masih dikategorikan sebagai negara "demokrasi bercela" dengan skor 6,71 (dalam skala 0-10) dan berada di posisi 52.
Penilaian "demokrasi bercela" itu dipicu oleh kinerja pemerintah yang belum optimal, budaya politik antikritik, partisipasi politik warga lemah, serta rendahnya kebebasan pers.
Pekerjaan rumah ihwal demokrasi di Sulteng
Meski beroleh nilai baik dalam indeks demokrasi, Sulteng masih punya sejumlah pekerjaan rumah. Perkara kebebasan berpendapat, misalnya, Sulteng tercatat masih memiliki noda buram.
Ibu kota Sulteng, Palu, berada di posisi tujuh sebagai kota dengan jumlah kasus Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) terbesar. Adapun di Sulteng ada 62 kasus UU ITE.
Demikian data yang dihimpun Semua Bisa Kena, situsweb yang mendokumentasikan kisah korban UU ITE di Indonesia. UU ITE, dalam kacamata pegiat hak-hak sipil, dianggap sebagai peraturan yang mengekang kebebasan berpendapat—salah satu fondasi utama demokrasi.
Bolong demokrasi juga masih terasa pada aspek kesetaraan terutama perihal akses politik warga. Perkara ini disampaikan oleh Richard Labiro, Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Tadulako.
Alih-alih menciptakan kanal partisipasi, kata Richard, para politisi sibuk menaikkan elektabilitas pribadi dan partainya jelang Pemilu 2024 yang sisa lima belas bulan lagi.
“Masyarakat tidak mendapatkan pendidikan politik dari parpol dan politisinya; sehingga masyarakat semakin menganggap politik bukanlah lokomotif menuju perubahan tetapi hanya instrumen pejabat politik,” kata Richard, saat dihubungi Tutura.Id, Kamis (10/11/22).
Imbasnya proses politik menjadi sesuatu yang berada di luar jangkauan warga. “Politik masih bersifat top-down, rakyat selalu dianggap sebagai sumber suara bukan massa politik. Padahal agenda politik mestinya diambil dan diserap dari aspirasi masyarakat,” ujarnya.
Pandangan Richard itu juga mencakup kritik terhadap aspek kapasitas lembaga demokrasi. “Lembaga demokrasi menurun (kapasitasnya) akibat tidak terbukanya ruang demokrasi,” katanya.
Alhasil kinerja lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif menjadi sulit dikontrol oleh warga. Adapun aspek lembaga demokrasi juga mencakup institusi penyelenggara pemilu.
Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulteng, Sahran Raden, mengatakan bahwa pihaknya akan terus berupaya meningkatkan hak–hak politik warga.
“KPU Sulawesi Tengah menjamin adanya kemajuan demokrasi dan akan terus memperkuat kesetaraan dipilih dalam pencalonan pemilu dan kesetaraan dalam memilih” ujar Sahran, kala dihubungi Tutura.Id, Kamis (10/11).
Ia juga menyebut pihaknya akan turut serta mendongkrak indeks demokrasi di Sulteng. “Sebagai lembaga layanan demokrasi, kami akan terus meningkatkan kinerja, sehingga KPU Sulteng dapat menjadi lembaga yang menghasilkan demokrasi berkualitas di Sulteng,” tuturnya.
Richard Labiro Sahran Raden Untad Universitas Tadulako data politik demokrasi sosial kebebasan berpendapat indeks demokrasi indonesia