Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 di Sulteng diliputi pelbagai masalah dalam penyelanggaraannya.
Tiga hari pascapencoblosan, 17 Februari 2024, KPU Sulteng melaporkan bahwa 257 penyelenggara pemilu (ad hoc) mengalami sakit. Tiga orang dikabarkan meninggal dunia usai proses penghitungan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Sedangkan 12 petugas lain dikabarkan meninggal dunia sejak 2023.
Berdasarkan cerita anggota Kelompok Penyelenggara Pemuangutan Suara (KPPS) TPS di Palu, ritme kerja jadi persoalan mendasar.
Para petugas ini bekerja lebih kurang 36 jam dengan waktu istirahat terbatas. “Soalnya semua dokumen dan salinannya harus ditulis tangan, tidak boleh difotokopi. Sekarang boleh, tapi ujung-ujungnya juga bikin lelah, bahkan lebih capek," ujar Nurfaida (26), anggota KPPS TPS 16 Birobuli Utara, kepada Tutura.Id (18/2/2024).
Andi Alifiah, anggota KPPS TPS 11 Birobuli Selatan, juga mengakui hal senada. "Saya kira jadi anggota KPPS itu tidak terlalu sulit, tapi ternyata lebih berat dan sangat melelahkan. Lebih dari yang saya bayangkan," ucap Andi.
Sebagai respons atas perkara ini, KPU sekadar kasih santunan kepada korban meninggal dunia. Anggaran bersumber dari KPU dan pemerintah daerah (pemda). Disalurkan melalui BPJS Ketenagakerjaan.
Arahan KPU Sulteng juga terdengar normatif. "Kami juga mengimbau kepada seluruh penyelenggara pemilu untuk menjaga kesehatan dan stamina selama pelaksanaan Pemilu 2024,” kata Nisbah, anggota KPU Sulteng, mengutip kabarselebes.id (16/2/2024).
View this post on Instagram
Modus politik uang
Masalah lain dalam Pemilu 2024 di Sulteng ialah modus politik uang.
Pada 10 Februari 2024, puluhan warga Muara Toba, Ratolindo, Tojo Una-Una, membubarkan pertemuan yang dilakukan oleh seorang calon legislatif--disebut dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Aksi itu dilakukan lantaran ada indikasi kandidat wakil rakyat untuk DPRD Tojo Una-Una itu membagi-bagikan uang kepada warga.
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Tojo Una-Una, Taufiq Rizal R Liara, enggan menyimpulkan hal tersebut masuk kategori pelanggaran.
"Proses kajian ini akan dilakukan dalam dua hari pertama, kemudian diikuti dengan proses selama 14 hari. Setelah itu, akan ada tahapan registrasi atau penolakan terhadap dugaan pelanggaran tersebut, sesuai dengan mekanisme pengawasan yang berlaku,” kata Taufiq menyitir kabarselebes.id (11/2/2024).
Selain di Tojo Una-Una, indikasi praktik politik uang turut terjadi di Tolitoli. Bentuknya, pemberian bantuan sosial (bansos) peralatan elektronik berupa blender, mixer, hingga kompor gas sebagai ganti suara untuk caleg tertentu.
Kepada teraskabar.id (22/2/2024), Barta Tauhid mengaku punya tujuh bukti video, tangkapan layar obrolan pesan WhatsApp, serta bukti fisik barang pemberian dari FA (caleg DPRD Sulteng) dan DA (caleg DPRD Tolitoli), sekitar Desember 2023 dan Januari 2024.
"Jadi caleg ini tidak mendatangi warga, tapi warga yang mendatangi rumahnya dikoordinir orang kepercayaannya. Sesuai pengakuan penerima, di situlah mereka harus berkomitmen memilih keduanya, jika mau mendapatkan bantuan," terang Barta.
Bila dua kasus di atas tengah berproses, lain halnya dengan perkara yang menimpa HA (caleg DPRD Parigi Moutong). Ia dijerat pasal 523 ayat 1 jo pasal 280 Undang-Undang (UU) 7/2017 tentang Pemilu oleh Kepolisan Daerah (Polda) Sulteng. HA diduga menjanjikan dan memberikan uang atau materi saat kampanye tatap muka pada 8 Desember 2023. Ia terancam pidana penjara dua tahun dan denda Rp24 juta.
View this post on Instagram
Pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dan kepala desa
Selain dugaan politik uang, warga juga menemukan keterlibatan MS (lurah Muara Toba) dan MH (camat Ratolindo) dalam kampanye caleg di Muara Toba, Ratolindo. Di pekan yang sama juga, MS, MF, dan IR, tiga ASN di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tojo Una-Una dilaporkan terlibat kampanye caleg tertentu di lokasi berbeda.
Laporan keterlibatan ASN dalam kampanye caleg datang juga dari di Buko dan Tinangkung Selatan, Banggai Kepulauan (Bangkep). Hal itu disampaikan oleh Kapolres Bangkep, Jimmy Martin Simanjuntak (26/1/2024).
Modusnya, seorang ASN di Pemkab Bangkep inisial YL dikabarkan terlibat dalam pemberian materi kepada warga yang konon bersumber dari Beniyanto Tamoreka, caleg DPR-RI dari Partai Golkar di Kampung Baru, Tinangkung Selatan, 10 Februari 2024.
Sementara R, ASN lainnya dilaporkan sengaja memasang poster salah seorang caleg DPRD di bengkel miliknya. Dua temuan dugaan pelanggaran netralitas ASN ini konon tengah diselidiki oleh Bawaslu Bangkep.
Sementara itu, di Tojo Una-Una, seorang kepala desa beinisial DH berurusan dengan hukum akibat membagikan kalender bergambar kandidat legislator DPRD Sulteng pada 24 Desember 2024. DH disangkakan dengan pasal 490 UU 7/2017 dengan ancaman pidana kurungan 1 tahun dan denda Rp12 juta.
Pada kasus ini DH sudah berstatus tersangka perkara pidana pemilu. Kasusnya telah dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Sebagai catatan, ASN maupun kepala desa merupakan dua jabatan dari enam kelompok pekerjaan yang dilarang terlibat dalam politik partisan.
Temuan politik uang dan pelanggaran netralitas ASN ini seolah membenarkan prediksi Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) 2024, di mana Sulteng termasuk daerah rawan politik uang, pun dengan pelanggaran netralitas ASN. Bawaslu Sulteng pun menyebut Tojo Una-Una sebagai daerah yang rawan pelanggaran netralitas ASN.
setumpuk masalah perkara kasus politik uang pelanggaran netralitas asn kades sulteng pemilu 2024