Tren teknologi kendaraan listrik makin ramai dibicarakan. Beberapa negara maju bahkan telah mendorong warganya untuk melakukan transisi alias berpindah menggunakan kendaraan listrik dalam keseharian.
Salah satu alasan terbesar karena makin besarnya kesadaran menciptakan lingkungan lebih sehat. Kendaraan dengan tangki berisi bahan bakar minyak (BBM) hanya mempertebal polusi. Membuat puncak krisis iklim datang lebih cepat.
Beralih menggunakan kendaraan listrik menghadirkan emisi karbon yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan kendaraan berbasis BBM.
Pun demikian, tidak semua orang bisa menebus harga sebuah unit kendaraan listrik dan mengangkutnya ke dalam garasi mereka. Penerapan teknologi baru ini bikin harganya masih tergolong mahal.
Masih banyak orang enggan beralih—terutama di Indonesia—karena merasa masih punya kendaraan berbahan bakar minyak yang sangat layak pakai.
Infrastruktur lainnya, semisal tempat pengisian bahan bakar atau daya dan bengkel tempat perbaikan, juga belum tersebar banyak dan merata.
Alasan lainnya terkait kesanggupan kendaraan listrik, utamanya motor yang harganya notabene lebih terjangkau ketimbang mobil, menempuh perjalanan jarak jauh. Ketakutan ini memunculkan istilah range anxiety atau kecemasan terhadap jarak tempuh.
Selain itu, pengisian daya untuk kendaraan listrik membutuhkan waktu lebih lama ketimbang saat mengisi bahan bakar minyak di SPBU. Sementara proses pengeluaran energinya relatif cepat.
Ini bikin orang was-was beralih sepenuhnya menggunakan kendaraan listrik untuk aktivitas sehari-hari.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) juga menginsafi hal tersebut. Makanya sejak 2012 mereka berusaha mengembangkan mobil listrik yang bisa diisi dengan cepat alias fast charging.
Inovasi lainnya mereka lakukan lima tahun silam. Kali ini mengembangkan baterai lithium dengan elektroda dari tempurung kelapa yang juga bisa melakukan pengisian cepat.
“Tempurung kelapa memiliki bahan karbon aktif yang digunakan sebagai aditif dalam proses pembuatan elektroda. Bahan aditif karbon ini digunakan untuk meningkatkan nilai konduktivitas listrik baik ionik maupun maupun elektronik,” jelas Achmad Subhan selaku peneliti lithium ion dan kapasitor di Pusat Penelitian LIPI.
Achmad menjelaskan penggunaan tempurung kelapa sebagai komponen elektroda baterai dapat meningkatkan nilai kapasitas dan kemampuan daya baterai yang lebih tinggi.
Harganya juga relatif lebih murah, sementara produk elektroda yang dihasilkannya lebih tinggi performanya.
Beberapa universitas di tanah air, semisal Universitas Brawijaya, Malang, telah pula mengembangkan tempurung kelapa sebagai penghantar listrik baterai lithium-ion yang bisa diisi ulang.
Kapasitas simpan spesifiknya tinggi (372 mAh/g) dan mampu menghasilkan sel baterai berkerapatan energi tinggi (0.1 A/g).
Pada sisi lain struktur pori tempurung kelapa yang besar berpotensi untuk meningkatkan performa baterai lithium-ion.
Subtitusi ini secara nilai ekonomi juga bisa menurunkan harga baterai lithium-ion yang mahal pada kendaraan listrik. Tambah lagi kita punya tanaman kelapa yang melimpah.
Wawasan dalam menciptakan bahan energi terbarukan juga diajarkan oleh Dr. Darsikin, M.Si. selaku dosen Program Studi Fisika di Universitas Tadulako, Palu.
Saat Tutura.Id bertandang ke ruangannya, Selasa (6/6/2023), ketua jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam ini mengungkap telah menginisiasi penelitian tentang cara pembuatan elektroda atau penghantar listrik berbahan dasar tempurung kelapa.
Hasil penelitiannya tersebut akan menjadi bahan pengetahuan tambahan yang diajarkan kepada mahasiswa.
Jika selama ini mahasiswa hanya bisa menerima teori pemahaman tentang fungsi elektroda, maka dengan penelitiannya tersebut mahasiswa diharapkan bisa terlibat langsung tentang cara pembuatan elektroda dari bahan yang lebih mudah didapatkan.
“Di perguruan tinggi, mahasiswa hanya tahu cara penggunaannya, tapi belum mengetahui cara pembuatannya,” pungkasnya.
kendaraan listrik baterai lithium ion elektroda fast charging teknologi ramah lingkungan emisi karbon krisis iklim tempurung kelapa energi terbarukan program studi fisika Universitas Tadulako LIPI Universitas Brawijaya penelitian