
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah (Pemprov Sulteng) ingin membuktikan “Sulawesi Tengah Negeri 1000 Megalitik” tidak hanya slogan belaka.
Melalui Badan Riset Inovasi Provinsi (BRIDA), Pemprov Sulteng meningkatkan riset dan kajian terhadap peradaban purba ini.
Kepala Bidang Riset Inovasi dan Teknologi Daerah (Brida) Sulteng Hasim R mengatakan riset dilakukan untuk memetakan dan menggali informasi profil tiap situs bersejarah di Sulteng.
“Pemetaan situs ini dilakukan untuk dapat memudahkan pemeliharaan. Kelemahan riset ini adalah belum adanya eksaminasi semacam penggalian. Tapi karena itu dimungkinkan untuk melakukan riset secara bertahap lebih mendalam lagi, ” jelas Hasim saat ditemui di ruang kerjanya.
Hasim menerangkan riset tersebut masih dalam tahap observasi, mengingat masih banyak situs bersejarah di Sulteng. Utamanya situs yang belum teridentifikasi di Kabupaten Poso.
“Tahapan observasi sudah selesai. Insya Allah riset berlanjut bertahap di tahun depan. Akan ada pemetaan titik-titik lokasi situsnya,” lanjut Hasim.
Tiga objek penelitian dalam tahapan observasi ini mengambil lokasi di area megalitik Kabupaten Poso, lukisan hand stencil alias tapak tangan di Petasia Kabupaten Morowali Utara, dan temuan nisan Imam Sya’ban di Desa Lolantang, Kabupaten Banggai Kepulauan.
Dalam penelitian ini, BRIDA Sulteng menggandeng akademisi sejarah Universitas Tadulako, Haliadi Sadi. Kepada Tutura.Id, Haliadi memandang pentingnya riset untuk mengetahui penanggalan situs bersejarah.

Menurutnya penelitian untuk mengungkap usia atau penanggalan situs sejarah ini belum banyak dilakukan. Meski dia pun setuju bila prosesnya penuh tantangan di tengah keterbatasan sarana prasana untuk mengungkap penanggalan situs.
Alhasil, beragam riset dan temuan yang telah diidentifikasi tak langsung dapat diklaim soal usia situs yang akurat secara pasti.
“Kita tidak ada laboratorium di sini (Sulteng), bahkan pernah saya kirim ke Bandung pun belum valid. Laboratorium dalam negeri masih menggunakan cara tradisional, belum canggih. Harus dikirim keluar negeri. Ke Australia misalnya,” bebernya saat ditemui pada Selasa, (11/12).
Atas kondisi itu, Haliadi mengungkapkan selama ini praktisi sejarah di Sulteng masih mengandalkan oral history alias sejarah lisan dari masyarakat atas umur objek sejarah.
Sementara itu, Haliadi membeberkan tiga objek sejarah yang mereka teliti dalam tahapan observasi ini. Berikut hasil penelitian yang dilakukan.
Arca megalitik
Observasi yang dilakukan di Kabupaten Poso menemukan arca megalitik sehingga kini jumlahnya bertambah menjadi 2.010 buah yang terdiri dari 26 jenis artefak tambahan.
Artefak-artefak ini tersebar di Lembah Bada, Behoa, Napu, dan Palu.
Total luasan situs permukiman, pemujaan, dan penguburan dari empat kawasan tersebut mencapai 692,407 hektare. Dari hasil pemetaan penanggalan (dating) oleh Pusat Arkelogi Nasional ditemukan bila situs megalitik tertua diperkirakan berusia abad ke-4 Sebelum Masehi, berlanjut hingga abad ke-2 hingga abad pertama Sebelum Masehi.
Jejak Tapak Tangan di Morowali
Jejak tapak tangan ditemukan pada lima lokasi berbeda di Petasia, Kabupaten Morowali Utara. Jejak tapak ini pun berbeda jenisnya.
Tapak tangan ganda-ganda berada di Desa Topohulu, tapak tangan Gili Lana di Pegunungan Batuh Putih, tapak tangan Goa Air terdapat di Desa Gili Lana, tapak tangan Pingia di Tanjung Uge, dan tapak tangan di Pulau Balasika, Desa Tana Uge.
Umur tapak tangan ini belum diketahui pasti. Namun tim peneliti membandingkannya dengan temuan tapak tangan di tempat lain. Di mana tapak tangan ini mirip seperti lukisan di dinding goa yang ada di Muna, Sulawesi Tenggara dan lukisan tangan di Goa Leang-Leang, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
Kuburan Imam Sya’ban

Kuburan Imam Sya’ban di Pulau Peleng, Kabupaten Banggai Kepulauan, menjadi salah satu bukti tertua penyebaran Islam di Nusantara.
Di nisannya tertulis angka tahun 168 Hijriah sebagai hari wafatnya. Dengan begitu dipastikan Islam masuk ke wilayah Indonesia Timur berkisar pada tahun 705 M atau awal abad ke-8.
Secara arkeologis kuburan Imam Sya’ban berbentuk perahu dengan tulisan Arab Melayu di bagian depan maupun belakang nisan.
Nisan bagian belakang dapat diterjemahkan bertuliskan “waktu meninggalnya Imam Sya'ban hari rabu jam 4 sore 168 H, berangkat meninggalkan dunia fana menuju alam baka, dan Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Rojiun”.
Temuan ini turut menguatkan perkiraan Islam masuk ke Nusantara sekitar abad ke-7. Sejalan dengan pendapat Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka) bahwa pada tahun 625 Masehi sebuah naskah Tiongkok mengabarkan bahwa menemukan kelompok bangsa Arab yang telah bermukim di Pantai Barat Sumatera (Barus).
Sejauh ini temuan makam Imam Sya’ban menjadi tanda penyebaran Islam tertua kedua di Nusantara setelah temuan di Barus.
sejarah megalitik megalit jejak tangan batu nisan penyebaran Islam BRIDA Sulteng Sulteng

