WALHI Sulawesi Tengah menganggap gubernur Sulteng telah melanggengkan kejahatan sekaligus memfasilitasi korporasi sawit dalam kasus sengketa lahan PT ANA dan warga Petasia Timur, Morowali Utara.
Organisasi nonpemerintah yang fokus pada isu lingkungan itu mengkritik rekomendasi Gubernur Sulteng, Rusdi Mastura dalam kasus PT ANA.
“Rekomendasi yang dikeluarkan Gubernur sangat memperlihatkan keberpihakan pemerintah saat ini. Jelas-jelas perusahaan ini sudah melakukan tindak pelanggaran hukum dan merugikan masyarakat,” kata Aulia Hakim, Kepala Advokasi dan Kampanye Walhi Sulteng, dalam rilis pers (9/12/22).
Sebelumnya, pada 5 Desember 2022, di Ruang Polibu, Kantor Gubernur Sulteng, Pemprov Sulteng buat pertemuan bersama Pemkab Morut, PT ANA, Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan organisasi nonpemerintah. Pertemuan itu secara spesifik membahas poin-poin rekomendasi dari Gubernur Sulteng, Rusdi “Cudi” Mastura.
Ada sembilan poin rekomendasi, dan yang paling disorot oleh WALHI Sulteng ialah poin (7) yang memuat permintaan gubernur kepada Kanwil BPN Sulteng untuk bisa memproses permohonan hak guna usaha (HGU) dari PT ANA.
WALHI Sulteng menilai rekomendasi tersebut terlalu lembek untuk “sebuah perusahaan yang secara nyata beraktifitas tanpa izin.” Selama 16 tahun, menurut WALHI Sulteng, PT ANA hanya punya izin lokasi, tanpa pegang HGU dan izin usaha perkebunan budidaya (IUP-B). Penilaian WALHI itu juga berbasis pada hasil kajian Ombudsman RI perwakilan Sulteng.
Lantaran tak punya izin, WALHI Sulteng menilai PT ANA terindikasi melakukan penghindaran pajak dengan potensi kehilangan pemasukan mencapai Rp1,8 miliar, terhitung hingga 2019.
WALHI Sulteng berpedoman pada Pasal 42 UU 39/2014 tentang Perkebunan, yang dalam tafsir mereka--berbasis putusan Mahkamah Konstitusi 38/2015--mengharuskan kegiatan usaha budidaya tanaman perkebunan atau usaha pengolahan hasil perkebunan punya HGU dan IUP-B.
Di sisi lain, saat dihubungi Tutura.Id pada Senin (12/12/22), Tenaga Ahli Gubernur Sulawesi Tengah, Ridha Saleh balik sebut bahwa Gubernur Sulteng, Rusdi Mastura justru sedang memberikan solusi permanen.
“Rekomendasi gubernur ini menukik pada penyelesaian masalah PT ANA dengan masyarakat (petani),” kata Ridha. Dia juga mengamini bahwa ada kelalaian dan kesalahan yang dilakukan oleh PT ANA. Termasuk soal 1.000 hektare lahan yang juga diklaim oleh masyarakat Petasia Timur.
Lantaran itu, kata Ridha, rekomendasi gubernur memfasilitasi proses verifikasi dan validasi lahan masyarakat. Bila warga bisa membuktikan kepemilikan maka tanah akan dikembalikan.
Ridha juga bilang ada sekitar 170 hektare lahan yang sudah dianggap clean and clear serta dipersilakan kepada PT ANA untuk mengurusi HGU-nya. Kata Ridha, perkara lahan ratusan hektare inilah yang dimaksud dalam poin 7 rekomendasi gubernur. “Itu pun HGU-nya harus melewati proses verifikasi dan validasi,” kata tokoh berlatar belakang aktivis yang pernah jadi deputi direktur WALHI (2002-2006).
Menurut Ridha, rekomendasi gubernur juga tidak menghapuskan masalah-masalah antara pemerintah daerah dengan PT ANA. “Ada beberapa kewajiban finansial mereka kepada pemerintah daerah yang akan dievaluasi. Ini urusan (berbeda) antara pemerintah provinsi dengan mereka,” katanya.
Konflik belasan tahun
Agro Nusa Abadi. Itu nama panjang PT ANA. Perusahaan ini tergabung dalam grup Astra Agro Lestari (AALI) serta berinduk pada Astra International Group/Jardine Matheson.
Selain PT ANA, AALI juga punya anak perusahaan lain di Sulawesi yakni PT Mamuang dan PT Lestari Tani Teladan. Keduanya juga berkonflik dengan masyarakat di Kabupten Donggala, Sulawesi Tengah, dan Kabupaten Pasangkayu, Sulawesi Barat.
Studi bersama dari WALHI, Forest Peoples Program, Yayasan PUSAKA, dan TUK Indonesia menyebut bahwa PT ANA kerap mengerahkan tentara untuk memberangus penolakan petani atas aktivitas mereka.
Misalnya yang terjadi antara 2006-2007, saat warga Desa Molino menuntut 996 hektare lahan mereka yang dianggap telah diserobot oleh PT ANA.
Pun demikian saat warga melakukan unjuk rasa atas nama Aliansi Masyarakat Lingkar Sawit. Saat itu, seperti termuat dalam rilis pers WALHI Sulteng, PT ANA membalas dengan penempatan tentara ke sekitar area sengketa dan melakukan intimidasi pada warga.
Perusahaan ini juga punya rekam jejak dalam urusan mengkriminalisasi penduduk dengan tudingan pencurian buah sawit. Semisal yang dialami oleh Gusman dan Sudirman. Pengadilan Negeri Poso menjatuhkan hukuman dua tahun penjara untuk Gusman. Sedangkan Sudirman kena hukuman 6 bulan dalam terungku.
Selain itu, PT ANA dituding melakukan pengrusakan lahan basah, pencemaran air, penggundulan hutan, korupsi, dan penyuapan.
WALHI WALHI Sulteng Ridha Saleh Rusdi Mastura Gubernur Sulteng Sulawesi Tengah Morowali Utara Petasia Timur Sawit perkebunan sawit