Workshop Sastra Pakuli: Ikhtiar penciptaan karya sastra jadi medium pencatatan keragaman botani herbal
Penulis: Hermawan Akil | Publikasi: 11 Juli 2024 - 12:02
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Workshop Sastra Pakuli: Ikhtiar penciptaan karya sastra jadi medium pencatatan keragaman botani herbal
Eksplorasi peserta wokshop di kebun herbal milik Sahlan di Desa Pakuli. Luas kebun ini mencapai 1 hektare. (Foto: Istimewa)

Verba volant, scripta manent (kata-kata yang diucapkan akan terbang menjauh, yang tertulis akan tetap ada).

Pidato terkenal Kaisar Titus di hadapan senat Romawi ini kerap menjadi kutipan favorit para penggiat sastra atau para ilmuan yang melakukan pencacatan atau pendokumentasian.

Kutipan di atas sekaligus pengingat betapa pentingnya pengetahuan dan peristiwa dituliskan. Namun, tradisi tutur di Sulawesi Tengah menjadikan tantangan tersendiri bagi pencatatan pengetahuan maupun peristiwa sejarah.

Sebab dalam keilmuan, pendokumentasian tulisan menjadi salah satu syarat pengujian terhadap kebenaran.

Di masyarakat Kaili, tradisi tutur masih sangat kental. Beruntung generasi muda kini sudah sadar betapa pentingnya pencatatan dilakukan. Salah satunya adalah Astuti Kurniawati atau akrab dengan sapaan Sri.

Peracik di Dapur Rumah Herbal Nurfaida ini mendapatkan dukungan pendanaan dari Balai Pelestarian Kebudayaan XVIII Wilayah Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat untuk melakukan pencatatan pengetahuan lokal seputar botani herbal di Desa Pakuli, Kecamatan Gumbasa, Kabupaten Sigi.

Menariknya, Sri mengajukan proposal program dengan ide awal melakukan pencatatan pengetahuan dengan menggunakan medium karya sastra. Dia saat ini sedang mengupayakan lahirnya karya sastra.

Para peserta Workshop Sastra Pakuli berfoto bersama saat berkunjung ke kebun herbal milik Sahlan di Desa Pakuli.(Foto: Istimewa)

Kepada Tutura.Id, Sri mengungkapkan tidak membatasi satu jenis karya sastra. Menurutnya, bisa jadi pencatatan ini mewujud dalam bentuk puisi, cerpen, atau bentuk karya lainnya yang berisi cerita tentang keragaman botani herbal di Desa Pakuli.

Dengan begitu, keragaman botani herbal di Desa Pakuli akan terdokumentasi baik dan juga secara kebudayaan serta ekologi akan terjaga.

Perempuan yang sehari-harinya familiar dengan obat herbal ini mengaku terinspirasi dari Serat Centhini. Serat yang juga dikenal dengan nama  Suluk Tambanglaras ini berisi segala macam ilmu pengetahuan dan kebudayaan Jawa.

Dari sekian banyak bahasan, Sri memilih pengolahan obat herbal yang masih minim dilirik sebagai hasil kebudayaan.

“Pakuli secara historis dan kawasan punya potensi tersebut,” tutur Sri.

Pertemuannya dengan Sahlan, pemilik lahan tanaman herbal seluas kurang lebih satu hektar di Desa Pakuli, menjadi titik awal ikhtiarnya dalam pencatatan pengetahuan tradisonal Suku Kaili dalam tanaman herbal.

Di satu sisi, para pelakunya masih hidup dan mampu menceritakan tentang sejarah tanaman herbal. Seperti halnya Sahlan, yang juga adalah tokoh masyarakat setempat. Tanpa keraguan lagi Sri memilih Desa Pakuli dan kekayaan tanaman herbalnya sebagai objek dari program pencatatan kebudaayaan.

Gelar workshop produksi

Bila mengurai cerita sejarah, Sri mengungkapkan Desa Pakuli dahulu memiliki nama Sada. Nama ini disematkan karena pada awalnya kawasan tersebut tempat no sada (penjemuran padi).

Ketika terjadi banyak perang dan pertikaian di Sigi, ada banyak orang yang terluka dan sakit akhirnya dibawa berobat ke Sada yang memiliki banyak sekali tanaman herbal.

Kisah sukses Sada sebagai tempat pengobatan dan memiliki “gudang obat” menjadikan desa yang berdampingan dengan Taman Nasional Lore Lindu ini diubah namanya menjadi Pakuli. Nama yang berarti obat dalam Bahasa Kaili.

Workshop kepenulisan sastra yang dilakukan di Yayasan Tadulakota. (Foto: Istiemwa)

Untuk menghasilkan karya sastra yang diinginkan, Sri menggelar workshop produksi bertajuk “Workshop Sastra Pakuli”. Tercatat sudah dua kali workshop dilakukan. Pertama, digelar pada 6 Juli 2024 dengan melakukan eksplorasi ke kebun milik Sahlan di Desa Pakuli.

Workshop kedua berupa praktik menulis sastra disertai dengan meramu tanaman herbal di Sekretariat Yayasan Tadulakota pada 7 Juli 2024.

Pencatatan tanaman herbal Desa Pakuli akan dititikberatkan pada pendokumentasian resep terlebih dahulu. Dia berharap ke-15 anak muda peserta workshop bisa bersemangat dan memiliki kesadaran pentingnya melestarikan resep-resep obat tradisonal warisan nenek moyang.

“Entah puisi, cerpen, atau yang lain. Paling tidak para peserta punya kegelisahan yang sama tentang kelestarian tanaman herbal serta penamaan lokalnya sehingga jadi alasan mereka menuliskan karyanya masing-masing,” pungkas Sri.

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
3
Jatuh cinta
0
Lucu
0
Sedih
0
Kaget
0
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Rama memahami berbagai manuskrip kuno melalui aksara lontara
Rama memahami berbagai manuskrip kuno melalui aksara lontara
Berkat menguasai aksara lontara, Rama (19) bisa memahami berbagai manuskrip kuno. Pengetahuan langka yang tak…
TUTURA.ID - Menilik kesiapan infrastruktur rehabilitasi pengguna narkoba di RSUD Anutapura Palu
Menilik kesiapan infrastruktur rehabilitasi pengguna narkoba di RSUD Anutapura Palu
RSUD Anutapura tak hanya menyediakan poliklinik untuk rehabilitasi pengguna narkoba, tapi juga ruangan khusus tempat…
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng