Aksi Kamisan: 16 tahun berikhtiar menegakkan kemanusiaan
Penulis: Nasrullah | Publikasi: 21 Januari 2023 - 12:54
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Aksi Kamisan: 16 tahun berikhtiar menegakkan kemanusiaan
Suciwati dan Sumarsih, dua tokoh utama dalam lahirnya gagasan Aksi Kamisan. Pada 19 Januari 2023, Aksi Kamisan memasuki tahunnya yang ke-16. (Foto: Toto Santiko Budi/Shutterstock)

Sudah 16 tahun terlewati, 760 aksi telah digelar. Para pegiat Aksi Kamisan masih bersetia berdiri di seberang Istana Negara, Jakarta, saban Kamis sore. Mereka berteguh hati dan laku untuk menyuarakan penuntasan berbagai kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat di Indonesia.

Ide menggelar aksi damai berpayung hitam ini muncul dalam sebuah pertemuan Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) bersama Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS). 

Insipirasi awalnya datang dari aksi rutin Ibu-Ibu Plaza de Mayo di Argentina, satu kelompok ibu-ibu yang anak-anaknya jadi korban diktator militer di Argentina (1976-1983). Ibu-ibu ini rutin gelar aksi antara 1977-2006 (29 tahun).

Ada banyak tokoh yang turut terlibat dalam menggodok gagasan Aksi Kamisan. Namun dua yang paling sering disebut, yakni Maria Sumarsih, ibu dari Wawan, korban Tragedi Semanggi I; dan Suciwati, aktivis HAM dan istri Munir Said Thalib—pegiat HAM yang dibunuh pada 7 September 2004.

Aksi ini pertama kali digelar pada Kamis, 18 Januari 2007. Bila Ibu-ibu Plaza de Mayo dikenal dengan syal putih; maka Aksi Kamisan di Indonesia identik dengan payung dan kaus hitam. 

Selama 16 tahun, aksi Kamisan sudah mengirim 760 surat ke Istana Negara. Sebanyak 339 diterima oleh Presiden Indonesia ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono; dan 399 pucuk surat diterima oleh Presiden Jokowi. SBY kasih 26 balasan, sedangkan Jokowi cuma kirim 1 respons.

Sudah 760 Kamis, baru sekali pula para pegiat Aksi Kamisan diterima oleh presiden. Persisnya pada aksi ke-450, 31 Mei 2018, ketika Presiden Jokowi mengajak mereka masuk dan berdiskusi di Istana Negara. 

Teranyar, pada awal 2023, Presiden Jokowi mengakui 12 kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia. Namun, para pegiat HAM menyebut bahwa pengakuan itu tak akan banyak artinya tanpa penegakan hukum. Mekanisme non-yudisial, yang hendak dikedepankan pemerintah, dianggap tak cukup.

“Pelanggaran HAM berat masa lalu tidak perlu disesali, tetapi harus dipertanggungjawabkan di Pengadilan HAM ad-hoc," kata Sumarsih, tokoh sentral Aksi Kamisan, merespons pengakuan Presiden Jokowi. 

 
 
 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by Aksi Kamisan Palu (@aksikamisanpalu)

Aksi Kamisan Palu 

Kamis, 19 Januari 2023, pada momen peringatan 16 tahun Aksi Kamisan, sekumpulan pemuda turut berdiri di depan Pertokoan Hasanuddin, Palu, Sulawesi Tengah. Mereka pakai payung dan kaus serba hitam. Merentangkan spanduk bertuliskan "Aksi Kamisan Palu Merawat Ingatan Menolak Lupa" persis di depan Tugu Sambulugana.

Mereka merupakan para pegiat Aksi Kamisan Palu. Sepanjang 16 tahun perjalanannya, Aksi Kamisan memang telah menyebar virus penegakan HAM ke berbagai kota. Kini sekitar 60 kota punya Aksi Kamisan, termasuk Palu. Pun menyebar hingga luar negeri macam Perth, Australia.

Selain bicara soal pelangaran HAM berat, Aksi Kamisan di berbagai kota juga boleh angkat tema-tema spesifik soal sosial, politik, dan kemanusiaan yang berdekatan dengan konteks lokal.

Aksi Kamisan Palu pertama kali digelar pada 21 Maret 2019. Saat itu, Aksi Kamisan Palu turut mengangkat isu-isu agraria, yang memang jadi isu sentral di Sulteng dan dinilai berpotensi terjadi pelanggaran HAM.

“Lewat Aksi Kamisan Palu, kita mencoba membuat wadah belajar untuk menyampaikan orasi politik, sampai puisi, sebagai bentuk respons atas berbagai isu, terkhusus juga di Sulteng,” ujar Wandi (23), Koordinator Aksi Kamisan Palu.

Pada 19 Januari 2023 lalu, Aksi Kamisan Palu sudah memasuki gelaran ke-46. Para pegiatnya juga menyelipkan isu penolakan terhadap Undang-Undang dan Perppu Cipta Kerja, serta Undang-Undang KUHP. 

Isu lain yang juga menyempil ialah penegakan hukum dalam berbagai konflik agraria di Sulteng. Misalnya, mereka masih menuntut kejelasan kasus tewasnya Erfaldi dalam aksi massa menolak PT Trio Kencana di Parigi Moutong pada Februari 2022. Kasus ini dianggap masih menggantung.

Wandi mengaku bukan hal gampang mempertahankan kekonsistenan menggelar aksi saban Kamis sore. Namun, ia menganggapnya sebagai kewajiban untuk membicarakan hak-hak rakyat. Baginya, Aksi Kamisan Palu bisa jadi wadah untuk menyebarluaskan isu HAM. 

“Kebanyakan orang-orang sudah mulai apatis dengan isu-isu sosial maupun lingkungan. Kalau bukan kita siapa lagi yang mau menyampaikan isu tersebut ke publik?” ujarnya.

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
2
Jatuh cinta
0
Lucu
0
Sedih
0
Kaget
0
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Rencana Jokowi larang rokok eceran bersambut pro-kontra
Rencana Jokowi larang rokok eceran bersambut pro-kontra
Pemerintah berencana melarang penjualan rokok batangan. Plan itu diharapkan bisa menekan angka merokok, terutama di…
TUTURA.ID - Jokowi akui kasus pelanggaran HAM berat; setelah pengakuan lalu apa?
Jokowi akui kasus pelanggaran HAM berat; setelah pengakuan lalu apa?
Presiden Jokowi mengakui adanya 12 pelanggaran ham berat di Indonesia. Lebih dari penyelesaian non-yudisial, pegiat…
TUTURA.ID - Sunardi Katili: Segera tutup PLTU batu bara captive di Morowali
Sunardi Katili: Segera tutup PLTU batu bara captive di Morowali
Direktur Eksekutif Walhi Sulteng Sunardi Katili menilai Perpres 112/2022 tak berdaya mengintervensi industri yang menggunakan…
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng