Awalnya banyak dianggap sebagai wujud ekspresi yang menyeramkan, gelap, misterius, bahkan dianggap kurang estetis sehingga kurang populer, perlahan dark art makin banyak peminatnya.
Sesuai namanya, seni yang populer pada abad ke-20 ini banyak mengambil pengaruh dari aliran surealisme. Sapuan warna hitam sangat mendominasi.
Para seniman di ranah ini tak ragu menjauh dari anggapan banyak orang tentang keindahan. Visual yang tersaji justru objek-objek menakutkan bahkan menjijikkan. Sebut misal aneka mahluk dalam dunia mitologi serupa monster, tengkorak, dan kematian.
Nama Penahitam jadi salah satu kolektif yang terkenal dengan gaya visual dark art. Anggota atau pengikutnya juga tumbuh menyebar.
Seniman-seniman yang tergabung di dalamnya, pun yang bergerak sendiri, kerap menyampaikan kritik dan protes menanggapi isu atau tekanan sosial melalui beragam karya seni dark art.
Pengaruh dark art juga kerap melekat dalam gambar atau ilustrasi yang dihasilkan Rio Oscar Bouty.
Satu nama lainnya di Palu yang juga menekuni "seni kegelapan" ini adalah Astro Wibowo.
View this post on Instagram
Selama penyelenggaraan Festival Titik Temu di Jodjokodi Convention Center, Tatura Utara (20-12/10/2023), Astro Wibowo untuk pertama kalinya memamerkan karya dark art-nya. Tajuknya "God In All Details". Isinya visualisasi hewan-hewan dalam bentuk yang berbeda dari biasanya.
"Gambar yang saya visualkan di sini sebenarnya bentuk rasa syukur kepada Tuhan atas hewan yang sudah diciptakan-Nya. Juga bentuk rasa suka dengan hewan. Dari kecil saya suka sekali hewan apa saja," kata Astro.
Dalam pameran karya visual ini, Astro menggabungkan beberapa macam hewan menjadi satu bentuk.
Tujuannya bukan untuk menakuti, tapi ingin menunjukkan ide bahwa hewan yang indah itu akan lebih indah jika digabungkan menjadi satu.
"Karena menurutku mengambil prespektif satu hewan itu rasanya tidak adil. Lebih cantik dan sempurna dilihat saat menggabungkan dua macam perspektif menjadi satu," imbuhnya lagi.
Lebih bebas dan liar
Riwayat Astro dalam mengambar telah dimulai sejak berumur enam tahun. Astro mengatakan ketertarikannya dengan dark art mungkin saja sudah bermula sejak saat itu.
Astri mengaku sejak kecil lebih suka menggambar monster atau villain dari serial kartun maupun film superhero.
"Gambaran pertamaku itu monster-monster yang ada di Ultraman. Alasannya sebetulnya karena menurutku penjahat dengan monster-monster itu lebih keren. Ha-ha-ha," ungkapnya.
Bagi Astro, dark art memungkinkannya bereksplorasi lebih bebas dan liar. Hasilnya tetap terlihat keren dan tidak biasa.
Visual yang dihasilkannya tak melulu bergambar hewan-hewan aneh, ada juga tentang sihir, perang, dan tengkorak.
Perihal inspirasi bisa ia pungut dari mana saja, bahkan di tempat yang tidak biasa sekalipun.
"Kalau biasanya saya suka menggambar yang agak aneh, kayak tengkorak dan sihir-sihiran biasanya itu inspirasinya pas saya di motor. Pas saya baca buku-buku biografi atau pas buang hajat itu biasanya ideku muncul dengan lancar. Ha-ha-ha," kelakarnya.
Terkait proses mencipta karya, Astro menggunakan cara konvensional dan bantuan perangkat digital.
"Kalau gambar biasanya saya masih pake pensil, pulpen, spidol, dan kertas. Cuma karena sekarang saya juga ilustrator, jadi saya pake digital juga. Tapi kalau caranya, sih, sama saja menurutku," jelasnya.
Astro memperjualbelikan karya-karya gambarnya dengan kisaran harga Rp30 ribuan. Selain itu, ia juga membuka komisi gambar melalui akun Instagram pribadinya, @astro_wibowo.
Selain ilustrator, Astro juga tercatat sebagai vokalis band Patesi, kuintet pengusung subgenre deathcore yang terbentuk sejak 2013.