Polemik saham dan kontrak perusahaan tambang nikel Vale Indonesia (INCO) segera memasuki babak baru.
Awal Januari 2023, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir telah menyampaikan posisi pemerintah pusat yang menginginkan agar BUMN pegang peran kunci dalam proses divestasi saham Vale Indonesia.
Perkataan Erick itu bersumber dari hasil rapat terbatas yang dipimpin oleh Presiden Joko “Jokowi” Widodo. Selain Kementerian BUMN, ratas tersebut melibatkan Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Keuangan, serta Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
"Vale Indonesia prospeknya menarik. Untuk membangun ekosistem itu, BUMN tidak bisa bergerak sendiri. BUMN bisa bermitra dengan pihak luar negeri ataupun swasta," ujar Erick. "Tinggal proses bisnisnya (divestasi saham) harus dilakukan secara transparan dan terbuka.”
Beriring keputusan tersebut, perusahaan pelat merah yang jadi induk di bidang pertambangan, MIND ID bakal tambah porsi saham sebesar 11 persen di Vale Indonesia. Saat ini, MIND ID sudah pegang 20 persen saham dari perusahaan tambang yang beroperasi di Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Selatan itu.
“Dalam ratas sudah diputuskan bahwa porsi negara ingin ditambah. Kami MIND ID siap melaksanakan perintah presiden tersebut," ujar Direktur Utama MIND ID, Hendi Prio Santoso, dalam Rapat Dengar Pendapat di Komisi VII DPR-RI, Senin (6/2).
Adapun kewajiban pelepasan saham tersebut merujuk pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba, yang mewajibkan pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) untuk melepas 51 persen sahamnya kepada entitas domestik.
Vale Indonesia berstatus pemegang kontrak karya yang bakal berakhir pada 2025. Setelah kontrak selesai, perpanjangannya beralih ke era IUPK.
Selama lebih dari setengah abad beroperasi, Vale Indonesia sudah dua kali melakukan divestasi saham untuk pihak lokal. Pada 1990, mereka lempar 20 persen saham via Bursa Efek Jakarta. Selanjutnya, pada 2019, mereka melepas dengan persentase sama kepada MIND ID.
Pemegang saham lainnya merupakan entitas asing, yakni Vale Canada Limited dan Sumitomo Metal Mining. Gabungan saham keduanya mencapai 58,82 persen.
Sulteng berharap joint operation
Balik ke pertengahan 2022, plan perpanjangan kontrak Vale Indonesia bersemuka penentangan dari tiga gubernur dari Sulteng, Sultra, dan Sulsel. Ketiga gubernur itu mengeluhkan soal kurangnya kontribusi Vale Indonesia pada kas daerah.
Alhasil muncul wacana untuk memberdayakan perusahaan daerah alias perusda dalam skema divestasi saham, atau (bahkan) pengelolaan area yang kini dipegang Vale Indonesia.
Lantas bagaimana nasib daerah, setelah pemerintah pusat akan meneruskan kontrak lewat skema kepemilikan saham via BUMN?
Gubernur Sulteng, Rusdy “Cudy” Mastura, yang sebelumnya bersuara keras, kini punya perspektif baru. Gubernur Cudy berharap ada skema joint operation (JO) yang bisa dijalankan antara Vale Indonesia dengan perusda milik Sulteng.
“Saya siap mem-backup perusda joint operation dengan Vale,” kata Gubernur Cudy, saat menerima perwakilan Vale Indonesia di Kantor Gubernur Sulteng, Rabu (8/2/2023).
Adapun istilah joint operation merujuk pada bentuk kerja sama operasi dari dua perusahaan atau lebih dalam mengerjakan sebuah proyek.
Skema ini diharapkan bisa mendongkak fiskal daerah. Rilis pers Humas Pemprov Sulteng menyebut bahwa gubernur telah menargetkan angka Rp3 triliun dari sektor pertambangan dan pemurnian pada 2023.
Namun belum cukup jelas bagaimana model joint operation antara perusda Sulteng dan Vale Indonesia. Meski demikian, saat berkunjung ke Kantor Gubernur Sulteng, perwakilan Vale Indonesia sudah menyatakan komitmennya meningkatkan pemasukan daerah.
“Kita perlu konsultasi supaya jadi rapi dan kalau ini untuk (kesejahteraan) masyarakat, Saya yakin bisa,” ujar CEO Vale Indonesia, Febriany Eddy, Rabu (8/2/2023).
Sebagai informasi, pada Jumat (10/2/2023), Vale Indonesia telah meresmikan smelter baru di Blok Bahodopi, Morowali, Sulteng. Infrastruktur pemurnian nikel bertajuk Indonesia Growth Project (IGP) Morowali itu punya kapasitas produksi hingga 73 ribu ton per tahun.
Smelter senilai Rp37,5 triliun itu juga digembar-gemborkan sebagai green smelter, yang berorientasi pada keberlanjutan lingkungan dalam upaya mengejar target nol emisi pada 2050.
Setrum penggerak smelter, misalnya, menggunakan pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) berkekuatan 500 megawatt—bersumber dari gas alam cair alias liquefied natural gas (LNG). Vale Indonesia juga menjanjikan fasilitas pascatambang, termasuk kebun pembibitan untuk mendukung revegetasi lahan di Blok Bahodopi.
vale indonesia vale smelter nikel tambang sulawesi tengah pertambangan rusdy mastura erick thohir bahodopi morowali