Gubernur Sulawesi Tengah, Rusdy “Cudy” Mastura kembali menegaskan keengganannya untuk melantik Novalina sebagai sekretaris daerah provinsi Sulawesi Tengah. Gubernur Cudy menyampaikan pernyataannya dalam acara groundbreaking Hunian Tetap Tondo II, Kamis (5/1/23).
“Persoalan sekretaris daerah yang saya tidak tunjuk, banyak yang bilang sama saya, ‘Ini SK Presiden kenapa dilawan.’ Saya katakan, namanya SK boleh ditanya," ujar Cudy. "Saya usulkan ini, yang keluar itu. Ada permainan ini.”
Gubernur Cudy mengatakan bahwa dirinya telah berjumpa dengan Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, dan Menteri Sekretaris Negara, Pratikno. Keduanya pun menerima keluhan Cudy.
“Saya ke Pak Pratikno. Dia bilang, ‘Ya sudah saya lapor presiden, batalkan saja.’ Saya bilang jangan batalkan,” ujar Cudy. Bahkan, klaim Cudy, Mendagri Tito menyarankan bila pun sekdaprov kelak dilantik tak perlu diberikan kesempatan menjalankan fungsinya.
Meski Cudy tak ingin melantik, Novalina akan tetap dikukuhkan sebagai sekdaprov lewat seremoni yang bakal dipimpin oleh Wakil Gubernur, Ma’mun Amir. “Saya sudah sumpah tidak lantik, jadi wagub yang lantik. Setelah Wagub pulang umroh,” ujar Cudy.
Bila skenario itu yang terjadi, posisi wakil gubernur hanya menggantikan gubernur. Singkatnya, pelantikan boleh dipimpin oleh wakil gubernur, tetapi statusnya tetaplah atas nama gubernur.
Adapun Novalina telah ditetapkan sebagai sekdaparov Sulteng lewat Keputusan Presiden Nomor 146/TPA Tahun 2022. Keppres tersebut terbit pada awal Desember 2022.
Sedari awal, Cudy menolak melakukan pelantikan. Menurutnya, Novalina bukan orang yang diusulkannya.
Penolakan Cudy tak cuman sekali
Gubernur Cudy bukan sekali ini saja menolak melantik pejabat pilihan Jakarta. Pada tengah tahun lalu, Cudy juga secara terbuka tak mau menabalkan Dahri Saleh sebagai penjabat (Pj) bupati Banggai Kepulauan. Padahal Dahri ditunjuk langsung oleh menteri dalam negeri.
Belakangan, serupa kasus sekdaprov, setelah jadi buah bibir pemberitaan, Dahri akhirnya tetap dilantik lewat seremoni yang dipimpin oleh Wakil Gubernur, Ma’mun Amir pada 30 Mei 2022.
Namun, hanya berselang beberapa menit usai pelantikan, Dahri dipanggil ke ruangan gubernur. Setelahnya, beredar pemberitaan ihwal Dahri yang mengundurkan diri dari posisi barunya. Berselang tiga hari, 2 Juni 2022, Dahri pun melayangkan surat pengunduran dirinya.
Saat itu, Dahri sekadar mengatakan bahwa dirinya diminta oleh Gubernur Cudy untuk menetap di posisi kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Sulteng.
Kecenderungan daerah menolak pejabat pilihan pusat jadi fenomena meluas pada tahun lalu--beriring plan suksesi kepemimpinan di level lokal. Tak hanya di Sulteng, penolakan juga terjadi di daerah lain macam Sulawesi Tenggara dan Maluku Utara.
Berkenaan dengan topik ini, pandangan penting penah disampaikan oleh mendiang Azyumardi Azra.
Tokoh yang hingga berpulang dikenal sebagai guru besar UIN Syarif Hidayatullah itu menyebut model penunjukan pejabat dari pusat sebagai kemunduran bagi demokrasi, dan sistem otonomi daerah, sekaligus gelagat terjadinya resentralisasi.
“Ini (penunjukan pejabat) dari pusat bertolak belakang dengan reformasi. Kalau kita belajar dari sejarah, sentralisasi itulah yang kuat dijadikan perlawanan," kata Azyumardi, dilansir CNN Indonesia (25/5/22).
Problemnya aturan yang tersedia saat ini belum bisa mengakomodir semangat otonomi daerah yang dimaksud. Peraturan yang kini berlaku memberikan ruang dan kewenangan bagi pusat untuk menentukan pejabat daerah pada posisi tertentu.
Bila ingin penolakan pejabat pilihan pusat tak berulang, rasa-rasanya penting untuk mendorong perubahan atau revisi atas aturan-aturan yang cenderung mengokohkan sentralisasi dan mengerdilkan daerah.
Pada taraf minimal, atau yang setidaknya bisa dilakukan sebelum ada perubahan aturan, pemerintah pusat harus lebih terbuka dalam proses pemilihan dan penunjukan pejabat untuk daerah.
rusdy mastura pemerintah pemerintahan gubernur sulteng sekdaprov azyumardi azra tito karnavian mendagri sulawesi tengah novalina