Cerita produksi bawang goreng renyah dari Wombo Kalonggo
Penulis: Sindi Dian Wahyuningtias | Publikasi: 13 Juni 2024 - 16:48
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Cerita produksi bawang goreng renyah dari Wombo Kalonggo
Bawang goreng produksi UMKM di Desa Wombo Kalonggo masih menggunakan metode penggorengan tradisional dengan menggunakan minyak kelapa dan batok kelapa sebagai kayu bakar (Foto: Sindi Dian Wahyuningtias/Tutura.Id)

Desa Wombo Kalonggo, terletak di Kecamatan Tanantovea, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah. Daerah dataran tinggi ini dikenal sebagai penghasil produk bawang goreng berkualitas tinggi dan renyah.

Bawang goreng yang berasal dari Wombo Kalonggo punya aroma dan rasa yang khas. Menjadikannya favorit masyarakat lokal dan wisatawan. 

Lebih dari sekadar hidangan pelengkap, bawang goreng Wombo Kalonggo telah menjadi tulang punggung ekonomi bagi banyak keluarga di desa. Industri kecil dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) bawang goreng di Wombo Kalonggo pun berkembang pesat. Banyak kelompok perempuan tani yang bergabung.

Para perempuan ini tidak lagi hanya mengurusi tanaman bawang di sawah, tapi juga ikut menyiapkan bahan baku sebelum diproses, mulai dari mengupas, mengiris, dan menggoreng.

Hingga saat ini ada 33 UMKM yang memproduksi bawang goreng di Wombo Kalonggo. Dari 1.025 penduduk desa, mayoritas bekerja sebagai buruh penggorengan bawang. Di samping menjadi buruh tani atau berladang dan pekerjaan lainnya.

Para perempuan Desa Wombo Kalonggo diberi pekerjaan mengiris bawang mentah dan diupah harian (Foto: Sindi Dian Wahyuningtias/Tutura.Id)

Membuka lapangan kerja

Salah satu usaha rumah produksi bawang goreng di Desa Wombo Kalonggo adalah "Tiga Putri" milik Misran. Rumah produksi ini telah membuka lapangan pekerjaan untuk warga setempat.

Misran memberikan upah untuk pekerjaan mengupas, mengiris, serta menggoreng bawang. Untuk pengupas dan pengiris bawang diberikan upah Rp15 ribu per keranjang. Sedangkan penggoreng bawang diberikan upah Rp50 ribu hingga Rp150 ribu perhari.

"Untuk sekali proses produksi bawang goreng, bisanya ada sekitar 15-25 tetangga yang turut terlibat," ungkap Misran.

Usaha milik Misran ini telah beroperasi kurang lebih selama delapan tahun. Lantaran tingginya permintaan, bahan baku harus didatangkan dari Desa Palasa, Kabupaten Parigi Moutong. Pasalnya stok bawang lokal Wombo tidak lagi mencukupi untuk menutupi skala produksi.

Namun, Misran memastikan bahan baku bawang “impor” ini tetap berkualitas tinggi karena memiliki varietas bawang yang sama. Bawang dengan aroma dan rasa gurih yang khas menjadi pilihan.

Kelebihan lain dari bawang goreng produksi dari Wombo karena mereka tetap mempertahankan cara pengolahan dengan metode tradisional. Plus tanpa menggunakan bahan pengawet sehingga menghasilkan produk yang berkualitas tinggi dan aman dikonsumsi.

Proses pembuatan bawang goreng Wombo Kalonggo terbilang sederhana. Namun, tetap saja membutuhkan ketelitian dan kesabaran selama pengerjaannya. Bahan baku bawang varietas lokal yang telah dipilih dengan cermat kemudian diiris tipis.

Irisan bawang lantas dilapisi tepung beras dan digoreng menggunakan minyak kelapa murni di atas api yang dihasilkan oleh batok kelapa. Setelah matang sempurna, bawang goreng ditiriskan dan dikemas dalam berbagai ukuran sesuai permintaan pelanggan.

Tumpukan batok kelapa yang akan menjadi bahan bakar penggprengan bawang. Penggunaan bahan alami dalam produksi bawang goreng di Desa Wombo Kalonggo mampu mempertahankan kualitas dan cita rasanya (Foto: Sindi Dian Wahyuningtias/Tutura.Id)

Tanpa merek, dijual ke pengepul

Produksi bawang goreng di Desa Wombo Kalonggo biasanya dilakukan beberapa kali seminggu, tergantung permintaan pasar. Jumlah bawang merah yang diolah untuk sekali menggoreng cukup bervariasi, lagi-lagi tergantung ketersediaan pasokan bawang mentah yang datang.

"Untuk jumlahnya beda-beda setiap harinya, tapi biasanya kita produksi 100-300 kilogram bawang mentah," jelas misran.

Banyaknya penggunaan minyak goreng juga tergantung jumlah bahan baku bawang yang akan diolah. Biasanya untuk menggoreng satu kilogram bawang mentah membutuhkan sekira satu liter minyak kelapa.

Sedangkan tepung terigu digunakan sebagai pelapis bawang sebelum digoreng, takarannya juga bergantung dari bahan baku bawang dan ketebalan bawang goreng yang diinginkan. Rata-rata dibutuhkan sekitar 100-200 gram tepung terigu untuk satu kilogram bawang merah.

Misran mengaku omzet yang didapatkan dari usaha menjual bawang goreng terbilang cukup memuaskan. "Biasanya dari sekitar 150-300 kilogram bawang, kami bisa dapat Rp1 juta sampai Rp2,5 juta sekali jual," ungkapnya.

Kualitas dan cita rasa bawang goreng produksi Wombo Kalonggo telah diakui secara luas. Produk ini tidak hanya digemari di Sulawesi Tengah, tetapi juga telah dipasarkan ke luar daerah, seperti Makassar dan Gorontalo.

Melihat besarnya potensi penjualan bawang goreng, Pemerintah Desa Wombo Kalonggo terus berusaha meningkatkan kualitas produk dan pemasaran mereka. Salah satunya dengan memberikan pelatihan dan pameran UMKM kepada masyarakat desa.

"Beberapa waktu yang lalu kepala desa memberikan informasi kalau nanti akan ada pelatihan UMKM untuk mengembangkan bawang goreng menjadi berbagai varian rasa," kata Misran.

Intervensi pemerintah desa dalam mengembangkan dan memajukan UMKM warga desa dibutuhkan. Pasalnya meski telah diakui luas, bawang goreng produksi Wombo Kalonggo masih tanpa merek.

Para pemilik usaha menyetor semua hasil bawang goreng ke pengepul yang ada di Palu dengan harga Rp45 ribu per kilogram. Para pengepul menjualnya lagi ke pedagang lain yang bisa saja menempelkan merek dagang mereka.

Walau memiliki cita rasa yang bikin ngiler, industri bawang goreng Wombo Kalonggo masih terantuk menemukan akses pasar dan jaringan distribusi yang luas. Belum lagi masih kurangnya infrastruktur pengolahan.

Misran bersama pelaku usaha bawang goreng rumahan lainnya di Desa Wombo berharap temali penghambat tadi segera terputus. Agar aroma dan rasa khas bawang goreng Wombo bisa dinikmati lebih banyak orang.

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
0
Jatuh cinta
3
Lucu
0
Sedih
0
Kaget
0
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Festival Titik Temu jadi tempat bertemunya beragam keseruan
Festival Titik Temu jadi tempat bertemunya beragam keseruan
Kali kedua penyelenggaraan Festival Titik Temu berlangsung lebih meriah. Beragam suguhan baru dihadirkan.
TUTURA.ID - Kopi Anak Deker, penjual starling ala Kota Palu
Kopi Anak Deker, penjual starling ala Kota Palu
Reza dan Rezi merintis usaha berjualan kopi keliling bernama Kopdek27. Nama tersebut terinspirasi dari kebiasaan…
TUTURA.ID - Gonjang-ganjing akibat pelarangan impor pakaian bekas
Gonjang-ganjing akibat pelarangan impor pakaian bekas
Seberapa berpengaruh pelarangan impor pakaian bekas terhadap bisnis cakar alias thrift store di Palu?
TUTURA.ID - Festival Lestari 2023 jadi tempat promosi potensi agrobisnis di Sigi
Festival Lestari 2023 jadi tempat promosi potensi agrobisnis di Sigi
Pemkab Sigi terus menggenjot potensi pasar agrobisnis agar makin beroleh tempat saat pelaksanaan Festival Lestari…
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng