Suka cita keakraban tergambar di wajah tiap tamu undangan yang menghadiri acara "Peluncuran dan Bedah Buku Poso di Balik Operasi Madago Raya", Selasa, (24/10/2023).
Acara yang terangkai makan malam bersama itu berlangsung di Best Western Plus Coco, Jl. Basuki Rahmat, Birobuli Utara, Palu Selatan.
Mantan Kapolda Suteng Irjen. Pol. (Purn.) Abdul Rakhman Baso dan Mayjen. TNI Farid Makruf yang notabene tokoh utama dalam buku tampak hadir.
Konflik antaragama yang terjadi sejak kejatuhan rezim Orde Baru pada 1998, lalu pecah berkali-kali di kemudian hari membuat Poso akhirnya dapat cap daerah rawan konflik.
Seluruh catatan perjalanan konflik yang pernah terjadi di Poso hingga menempuh titik puncak kondusif seperti saat ini, salah satunya berkat keberhasilan Operasi Madago Raya (sebelumnya bernama Operasi Tinombala).
Kesuksesan ini ditandai dengan penembakan mati Ali Kalora, pemimpin kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT), bersama sisa kelompoknya Al Ikhawarisman alias Askar pada September 2022.
Babakan inilah yang menjadi inti yang ternukil dalam buku setebal 208 halaman itu oleh wartawan senior Sulawesi Tengah, Jafar G Bua.
Jafar yang menekuni profesi ini selama 25 tahun dan telah melakukan peliputan isu konfilik di wilayah Poso ini tidak sendiri. Dia bersama E.A Natanegara, seorang puan penulis buku Kopassus untuk Indonesia (2009), bahu membantu menuliskan buku ini.
E.A Natanegara terlihat ikut hadir dalam peluncuran buku malam itu.
Tokoh utama dalam buku
Operasi Madago Raya menjadi sorotan dalam buku ini. Olehnya, mereka yang di balik operasi ini menjadi tokoh utama.
Mereka yang dimaksudkan adalah Irjen. Pol. (Purn.) Abdul Rakhman Baso (60) selaku mantan Kapolda Sulteng. Lalu tak ketinggalan Mayjen. TNI Farid Makruf (54), mantan Komandan Korem 132/Tadulako.
Dua tokoh jendral TNI dan Polri ini dinilai telah melewati asam garam perjuangan meredam konflik di Poso selama bertahun-tahun.
Kisah heroik kerja sama TNI dan Polri dalam penyelesaian konflik ini tersaji dalam kilasan peristiwa runut dengan babakan waktu yang linear. Sajian data menjadi penting dalam buku ini.
Dituliskan dalam buku bahwa Operasi Tinombala yang berjalan sejak 2016-2020 telah memutus rantai kelompok terorisme MIT di Poso.
Babakan ini ditandai menyusul tewasnya Santoso sebagai Pimpinan MIT. Tampuk Pimpinan MIT kemudian diteruskan oleh Ali Kalora.
Pada 1 Januari 2021, nama Operasi Tinombala berubah atas inisiatif Irjen. Pol. (Purn.) Abdul Rakhman Baso.
Di bawah kepemimpinannya, Penanggung Jawab Kebijakan Operasi (PJKO) ini mengubahnya menjadi Operasi Madago Raya, yang dalam bahasa Bare’e Poso berarti baik hati.
Sementara itu, Mayjen. TNI Farid Makruf yang telah diangkat sebagai Danrem 132/Tadulako di Kota Palu menjadi Wakil Penanggung Jawab Kebijakan Operasi (WPJKO).
Perubahan nama sandi operasi ini merujuk pada strategi penegakan hukum yang lazimnya menggunakan “pendekatan keras” (hard approach) atau pertempuran. Kali ini porsinya dibagi dengan operasi imbangan “pendekatan lunak” (soft approach).
Sebuah pendekatan yang lebih menekankan pada cara-cara humanis ini dirasa sangat dibutuhkan, terutama dengan kondisi masyarakat yang telah kenyang dengan konflik.
Kondisi ini, menurut Farid Makruf, menjadi peran penting yang amat krusial dari keberhasilan Operasi Madago Raya.
Strategi ini lahir dari pertemuan antara Abdul Rakhman Baso dan Farid Makruf di sebuah acara perpisahan di Palu. Keduanya berbincang mengenai konflik Poso dan membaca bahwa penyelesaian masalah tidak bisa hanya dilakukan dengan operasi tempur.
“Saya punya pasukan, tapi tidak punya dana untuk memberi mereka makan. Di bawah sokongan dananya sendiri, Pak Kapolda (Abdul Rakhman Baso, red). Beliau banyak menggunakan bakti sosial untuk menyadarkan masyarakat bahwa negara ini hadir untuk menyelesaikan setiap permasalahan,” kata Farid Makruf di hadapan tamu undangan peluncuran buku. Perkataannya ini disusul dengan riuh tepuk tangan.
Sementara itu, Abdul Rakhman Baso punya harapan tersendiri balik rampungnya buku Poso di Balik Operasi Madago Raya.
“Mudah-mudahan buku ini menjadi cerita, wawasan, role model buat adik-adik saya. Semoga Poso semakin bagus, saling bersinergi, dan bergandengan tangan untuk membangun Sulteng. Membangun Indonesia kita,” tutur Abdul Rakhman Baso penuh harap dalam sambutannya.
Operasi Madago Raya
Diterangkan dalam buku bahwa pada operasi Madago Raya Tahap I, pasukan gabungan TNI dan Polri memiliki 1.019 personel. Terdiri dari 639 personel Polri (Kodam XIII/Merdeka, Korem 132/Tadulako, Yon 714/Sintuwu Maroso, dan Kodim 1307/Poso serta BKO Mabes TNI).
Selama melaksanakan Operasi Madago Raya, selalu dilakukan bersama-sama oleh Abdul Rakhman Baso dan Farid Makhruf. Mulai dari melakukan patroli rutin, merancang operasi, sampai aksi lapangan. Ini menunjukkan tekad kedua perwira ini bersinergi bukan hanya sebuah jargon.
Di tengah masa pensiun yang akan menghampiri Abdul Rakhman Baso, terjadi pergantian PJKO. Pada 18 September 2021, Brigjen. Pol. Reza Arief Dewanto menjadi Kepala Operasi Madago Raya. Dia memimpin pasukan dan berhasil melumpuhkan Ali Kalora di Desa Astina, Kabupaten Parigi Moutong.
Setelah Ali Kalora tewas, pergerakan kelompok MIT kian melemah. Struktur Operasi Madago Raya mengalami perubahan dengan mengurangi jumlah pos sekat. Sisa anggota MIT yang masih di hutan berhasil diselesaikan oleh Satgas Madago Raya dalam kurun waktu kurang dari setahun.
Rentetan petualangan pencarian 13 Daftar Pencarian Orang (DPO) MIT berakhir usai Askar alias Pak Guru yang menjadi DPO terakhir tewas di ujung timah panas, pada akhir September 2022.
Keberhasilan Operasi Madago Raya itu mengisyratkan masalah terorisme di Poso mungkin telah dianggap tuntas. Tapi , Farid Makruf mengingatkan kaderisasi pemikiran radikal yang tak tercium akan terus ada.
Dalam sesi konferensi pers, dia mengatakan kondisi masyarakat yang memiliki banyak kekecewaan karena konflik kepentingan masa lalu,membuat paham radikal tetap akan mudah menyerap masuk dalam kelompok generasi muda.
“Kami yakin jika semua pihak sadar bahwa konflik di masa lalu yang kelam dan kejam itu tidak perlu diungkit lagi. Tentu tidak akan terjadi lagi. Kami punya program yang kita sebut dengan Banua Sintuwu Maroso (Rumah Persatuan, red). Melupakan perbedaan, bersatu bersama membangun pancasila,” jelas Farid Makruf di hadapan wartawan.
Dia menerangkan Banua Sintuwu Maroso adalah kerja sama antara Korem 132/Tadulako dengan Universitas Sintuwu Maroso. Tujuannya menanamkan nilai-nilai kebangsaan kepada anak-anak usia sekolah di wilayah Poso.
Farid Makruf mengklaim hingga saat ini aktivitas di Banua Sintuwu Maroso konsisten dilaksanakan dan mendapat dukungan positif dari warga. Sedikit demi sedikit deradikalisasi mulai merambah masuk.
Poso di Balik Operasi Madago Raya buku Operasi Madago Raya konflik Poso Poso Jafar G Bua