Putusan KPPU terkait sengketa plasma sawit di Buol
Penulis: Robert Dwiantoro | Publikasi: 11 Juli 2024 - 15:36
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Putusan KPPU terkait sengketa plasma sawit di Buol
Puluhan petani plasma sawit saat melakukan aksi penutupan aktivitas di kebun plasma di Winangun, Buol | Foto: Forum Petani Plasma Buol/dokumentasi pribadi

Nasib pilu yang dirasakan para petani plasma sawit di Buol sejak 2008 berangsur membaik seiring terbitnya putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

Penetapan ini merupakan buah dari pelbagai upaya para petani keluar dari nestapa selama 16 tahun terakhir yang merugikan mereka dalam skema kemitraan plasma sawit dengan PT Hardaya Inti Plantations (PT HIP).

Dalam Siaran Pers KPPU nomor: 61/KPPU-PR/VII/2024 bertarikh 10 Juli 2024 tentang Putusan Perkara Kemitraan di Sektor Kelapa Sawit, KPPU menilai PT HIP terbukti bersalah dalam skema kemitraan plasma dengan Koperasi Tani (Koptan) Plasma Amanah yang beranggotakan 1.260 orang petani cum pemilik lahan sawit.

“Berdasarkan fakta-fakta dalam persidangan, Majelis Komisi memutuskan bahwa PT Hardaya Inti Plantations (PT HIP) terbukti melanggar pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 dalam pelaksanaan kemitraannya dengan Koptan Plasma Amanah,” kata Akhmad Muhari, Kepala Kepaniteraan Sekretariat KPPU.

Akhmad menuturkan dalam sidang yang berlangsung di Kantor KPPU, Jakarta, Selasa (9/7), PT HIP sebagai terlapor melakukan sejumlah tindakan yang bertentangan dengan hukum.

PT HIP dalam skema kemitraan dianggap melakukan monopoli. Pun tidak transparan dalam pengelolaan hasil Tandan Buah Segar (TBS) kebun plasma, termasuk pembelian TBS yang tidak sesuai dengan ketentuan harga dari pemerintah.

Bentuk penguasaan sepihak lain yang dilakukan PT HIP, sambung Akhmad, adalah dengan tidak memunculkan klausul perjanjian kerja sama mengenai kewajiban memberikan laporan pertanggungjawaban pengelolaan kebun plasma kepada Koptan Plasma Amanah selaku mitra selama masa kerja sama kemitraan.

Selain itu, dalam proses pemeriksaan awal yang dilakukan, KPPU sampai tiga kali melayangkan peringatan tertulis kepada PT HIP supaya ada perbaikan pola kemitraan. Ternyata PT HIP tak kunjung merespons.  

Lantaran tak ada tindaklanjut dari PT HIP, KPPU lantas melanjutkan pemeriksaan dan mendapati PT HIP tidak memenuhi kewajiban untuk menambahkan pasal atau klausul dalam perjanjian kerja sama kemitraan.

Adendum itu mencakup penambahan luasan lahan yang dibangun dan penambahan klausul yang mengatur presentase Sisa Hasil Usaha (SHU) yang harus diterima Koptan Amanah atas penjualan TBS.

“Atas pelanggaran tersebut, KPPU memberikan sanksi denda senilai Rp1 miliar kepada PT HIP yang dibayarkan paling lama 30 hari sejak putusan inkrah,” jelas Akhmad.

Sebagai informasi, PT HIP merupakan anak usaha Central Cipta Murdaya (CCM) Holding yang berbasis di Jakarta. Konglomerasi yang dimiliki pasangan Murdaya Widjawimarta Poo dan Siti Hartati Murdaya ini bergerak di sejumlah bidang, antara lain Teknologi, Informasi, dan Komunikasi (TIK), infrastruktur/real estate, perkebunan, kehutanan, dan pabrik sepatu jenama ternama.

Di Buol, PT HIP telah beroperasi sejak 1995 di Desa Winangun, Kecamatan Bukal, dan merambah ke tiga kecamatan lainnya, mulai dari Tiloan, Momunu, hingga Lipunoto dengan areal perkebunan sekitar 13 ribu hektare. Kapasitas olah produksi minyak kelapa sawitnya hingga 90 ton/jam.

Adapun pola kemitraan sebagaimana termaktub dalam Surat Eksternal PT HIP nomor: 069/HIP/EK-FPN/IX/11 tentang Bantuan Pencarian Tenaga Profesional, sistem kemitraan inti plasma ini mulai dikembangkan sejak 2011.

Respons petani plasma sawit di Buol

Seniwaty (tengah memakai jilbab), anggota Koptan Plasma Amanah sekaligus sekretaris FPPB saat dialog menjelang putusan KPPU terkait perkara kemitraan kelapa sawit di Buol | Foto: FPPB/dokumentasi pribadi

Seniwaty, anggota Koptan Plasma Amanah, menyambut positif hasil putusan KPPU terkait perkara sengketa kemitraan antara pihaknya dengan PT HIP. Seni, panggilan karibnya, mengaku putusan ini sedikit mengobati keresahan para petani di Buol selama belasan tahun.

“Kami bersyukur dengan adanya putusan ini (KPPU, red). Pada dasarnya, selama ini PT HIP mengeklaim selalu benar, tetapi dalam persidangan terbukti bersalah dan melanggar ketentuan dalam skema kemitraan dengan Koptan Plasma Amanah, secara khusus dengan ribuan petani sawit,” ujar Seni kala dihubungi Tutura.Id, Rabu (10/7).

Menurut sekretaris Forum Petani Plasma Buol (FPPB) ini, selain soal pembuktian pelanggaran dan pemberian sanksi kepada PT HIP, putusan KPPU juga cukup menguntungkan para petani sekaligus pemilik lahan sawit yang bernaung di bawah payung Koptan Plasma Amanah.

Manfaat itu tercantum dalam lima perintah KPPU kepada PT HIP. Pertama melakukan adendum perjanjian kemitraan terkait luasan lahan 1.123,74 hektare.

Penambahan pasal dilakukan dalam jangka waktu paling lama empat bulan setelah ditetapkannya Surat Keputusan (SK) Calon Petani Calon Lokasi (CPCL) oleh Bupati Buol.

Kedua, PT HIP harus membuat perjanjian kemitraan yang memuat klausul kewajiban untuk memberikan laporan pertanggungjawaban pengelolaan kebun kepada Koptan Plasma Amanah.

Kewajiban memberikan laporan itu berlaku selama masa kerjasama kemitraan secara berkala paling lama 60 hari kerja sejak keputusan inkrah.

Perintah ketiga, menerapkan Perjanjian Kredit Investasi nomor SBDC.MKS/024/PK-KI/2008 tanggal 18 April 2008 terkait penyelesaian piutang yang dialihkan dari Bank Mandiri kepada PT HIP.

Keempat, PT HIP harus melakukan audit menyeluruh atas laporan keuangan Koptan Plasma Amanah (2008-2023) dalam jangka waktu satu tahun.

Terakhir, melakukan pengiriman data pemutakhiran CPCL kepada Bupati Buol dan ditembuskan kepada KPPU paling lambat 14 hari kerja sejak inkrah.

“Dua poin pertama, misalnya, selama bermitra dengan PT HIP kami cukup dirugikan lewat adendum awal. Bahkan, kami tidak tahu seperti apa pengelolaan kebun dan laporan pertanggungjawaban keuangan yang dilakukan PT HIP. Menurut kami, hutang kami di Bank Mandiri Makassar seharusnya sudah lunas sejak tiga tahun lalu, tetapi SHM lahan sawit yang dijaminkan justru ditahan oleh PT HIP,” ungkap Seni.

Pernyataan Seni soal tidak transparannya PT HIP soal hutang juga terkonfirmasi dalam putusan KPPU. PT HIP tidak terbuka perihal pengembalian 877 eksemplar Sertifikat Hak Milik (SHM) milik anggota Koptan Plasma Amanah sebagai agunan dalam perjanjian kredit investasi di Bank Mandiri.

Padahal, jaminan atas hutang pokok senilai Rp8,8 miliar itu seharusnya sudah dikembalikan kepada Koptan Plasma Koptan Amanah selaku pihak mitra yang membawahi para petani plasma sawit.

Kendati demikian, Seni menyebut pihaknya, termasuk seluruh petani plasma di Buol yang bermitra dengan PT HIP, masih akan terus berjuang melawan penguasaan sepihak yang dilakukan oleh PT HIP.

“Bagi kami, sebaiknya PT HIP lepaskan lahan petani yang dijadikan kebun plasma. Karena konsep kemitraan ini merugikan kami. Selain itu, hentikan kriminalisasi kepada para petani yang berjuang atas hak pengelolaan di tanah sendiri,” jelasnya.

Penilaian Seni atas kerugian di balik pola kemitraan tak sepenuhnya keliru. Pasalnya, sebagaimana konperensi pers FPPB di Kantor Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulteng (22/2/2023), terkuak jika tujuh Koptan Plasma beroleh surat hutang dari PT HIP, nominalnya mulai dari Rp111 miliar hingga Rp364 miliar. Sementara total mencapai Rp1,1 triliun.

Menurut FPPB, hutang itu tak jelas asal usulnya, bahkan tidak logis jika dibandingkan dengan pendapatan hasil penjualan TBS sebesar Rp52 ribu per hektare yang diterima petani plasma saban bulan.

Adapun terkait perkara kriminalisasi, sudah ada tiga petani sawit di Buol dipidanakan oleh PT HIP antara 2021-2022 dengan dalih pencurian buah sawit.

Maret 2024, tiga petani sawit di Balau, Tiloan, turut menjadi korban luka-luka lantaran dikeroyok pekerja PT HIP saat aktivitas pengangkutan TBS di dalam kebun plasma.

Fenomena semacam ini selaras dengan laporan investigasi BBC, The Gecko Project, dan Mongabay tentang sistem kemitraan plasma yang cenderung menguntungkan korporasi. Sementara skema bagi hasil tidak seimbang, ancaman hutang, hingga tindak kriminalisasi jadi perangkap buat petani.

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
6
Jatuh cinta
0
Lucu
1
Sedih
1
Kaget
0
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Buntut pelepasan lahan yang jadi klaim PT ANA di Morowali Utara
Buntut pelepasan lahan yang jadi klaim PT ANA di Morowali Utara
Hasil mediasi terkait konflik lahan yang melibatkan PT ANA dengan warga dinilai berat sebelah. Penyelesaian…
TUTURA.ID - Nestapa petani plasma di Buol: 15 Tahun dikelabui korporasi
Nestapa petani plasma di Buol: 15 Tahun dikelabui korporasi
Forum Petani Plasma Buol berusaha mencari keadilan dari skema inti plasma dengan PT HIP yang…
TUTURA.ID - Borok agraria Sulteng: 43 perusahaan sawit berpotensi disetop
Borok agraria Sulteng: 43 perusahaan sawit berpotensi disetop
Sekitar 70 persen perusahaan sawit yang beroperasi di Sulteng tak punya hak guna usaha. Perkara…
TUTURA.ID - Jalan panjang petani Desa Balumpewa bertahan kala kemarau
Jalan panjang petani Desa Balumpewa bertahan kala kemarau
Kekeringan akibat musim kemarau berkepanjangan dirasakan oleh petani di Desa Balumbewa, Kabupaten Sigi. Mereka menghadapi…
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng