
Angka kejahatan di Indonesia cenderung naik turun kurun 2020-2022. Sebagaimana termuat dalam Statistik Kriminal (2023), jumlah kejahatan berturut-turut sebanyak 247.218 kasus (2020), 239.481 kasus (2021), dan 372.965 kasus (2022).
Tren itu turut terjadi di level provinsi, merujuk data Kepolisian Daerah (Polda). Tahun 2022, Polda Jawa Timur menjadi institusi penegak hukum yang paling banyak menangani perkara kriminalitas. Jumlahnya 51.905 kasus dibandingkan 34 Polda lainnya se-Indonesia. Sementara Polda Maluku Utara menjadi yang paling sedikit menangani kejahatan dengan jumlah 1.220 kasus.
Adapun Sulteng menempati urutan ke-17 dengan jumlah 5.453 kasus pada tahun yang sama. Angka ini fluktuatif bila melongok dua tahun sebelumnya; 5.454 kasus (2020) dan 5.139 (2021).
Meski berada di papan tengah soal kejadian kejahatan, tetapi dalam indikator lain, yakni risiko penduduk terkena kejahatan, Sulteng justru menempati posisi ketujuh alias papan atas. Secara berturut-turut, sebanyak 179 orang (2020), 169 orang (2021), dan 270 orang (2022) terkena kejahatan.
Adapun wilayah yang penduduknya paling banyak dan paling sedikit terdampak kejahatan, masing-masing terjadi di Sulawesi Utara (364 orang) dan Banten (42 orang). Angka-angka di atas dihitung per 100.000 penduduk.
Jika mengambil konteks Sulteng, maka ada 270 orang per 100.000 penduduk yang mengalami tindak kejahatan pada tahun 2022.
Sekadar informasi, Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) mengklasifikasikan kriminalitas nasional ke dalam lima indikator, seperti jumlah kejahatan, jumlah kejahatan yang diselesaikan, persentase penyelesaian kejahatan, selang waktu terjadinya kejahatan, dan risiko penduduk terkena kejahatan.
Di Sulteng, jumlah dan persentase penyelesaian kejahatan boleh dibilang merosot tajam. Kurun 2020-2022, sebanyak 3.740 kasus (68,57%), 2.744 kasus (53,40%), dan 853 kasus (15,64%) yang bisa diselesaikan oleh Polda Sulteng.
Catatan paling baik terkait penyelesaian kejahatan ditunjukkan oleh Polda Jawa Timur dengan angka 53.652 kasus (103,37%). Sementara rapor merah dialamatkan kepada Polda Papua yang hanya mampu menyelesaikan sebanyak 459 kasus (6,05%) dari total 7.584 kasus pada tahun 2022.
Namun, bila diakumulasikan dari 34 Polda, penyelesaian kasus kejahatan di Tanah Air hanya sebanyak 142.174 kasus alias setara 38,12%.
Tak hanya meningkat pada indikator jumlah kejahatan maupun penyelesaiannya, rupanya jeda antara satu kejadian kejahatan dengan kejahatan berikutnya di Sulteng berlangsung lebih cepat dibanding periode 2020-2021.
Bila di tahun 2020, setiap 96 menit terjadi tindak kejahatan di Sulteng, maka di tahun 2021 dan 2022, per 102 menit (1 jam 42 menit) dan 95 menit (1 jam 35 menit), terjadi perkara kriminal di provinsi yang diberi julukan “Negeri Seribu Megalit” ini.
Lihat postingan ini di Instagram
Polda Sulteng klaim ada peningkatan penyelesaian kasus
Pada level nasional, ada tiga kategori kejahatan yang paling banyak ditangani, mulai dari kejahatan terhadap hak milik/barang tanpa kekerasan (91.892 kasus), kejahatan terkait penipuan, penggelapan, dan korupsi (46.538 kasus), serta kejahatan terkait narkotika (31.420 kasus).
Sementara di lanskap Sulteng, setidaknya ada empat jenis tindak kejahatan yang paling marak terjadi selama 2020-2022.
Tahun 2020, peristiwa kejahatan yang paling banyak adalah pencurian (1.160 kasus), penganiayaan ringan (952 kasus), dan penipuan atau perbuang curang (352 kasus).
Berselang setahun, pencurian dan penganiayaan kembali jadi tindak kejahatan paling dominan dengan 1.030 dan 827 kasus, ditambah pencurian kendaraan bermotor (536 kasus).
Kasus pencurian (1.108 kasus), penganiayaan (749 kasus), serta narkotika (377 kasus) jadi yang paling banyak terjadi sepanjang tahun 2022.
Dari beragam kasus kejahatan di atas, kelompok gender laki-laki dan orang dewasa paling banyak menjadi korban kejahatan. Secara nasional, ada 63,23% laki-laki dan 93,25% orang dewasa menjadi korban kejahatan. Selebihnya adalah perempuan dan anak-anak.
Di Sulteng, kelompok laki-laki dan orang dewasa juga menjadi korban atas perilaku kriminalitas, dengan persentase masing-masing 56,77% dan 86,53%.
Tetapi, Mabes Polri menaruh perhatian kepada Sulteng dan empat provinsi lainnya sebab persentase kelompok anak-anak jadi korban kejahatan masih di atas 10%.
Provinsi tersebut ialah Maluku (17,24%), Sulteng (13,47%), DKI Jakarta (12,17%), Nusa Tenggara Barat (12,17%), dan Kepulauan Riau (10,12%).
Meski merosot tajam soal penyelesaian kasus antara 2020-2022, tetapi Kapolda Sulteng Agus Nugroho mengeklaim ada peningkatan penanganan kasus pada tahun 2023.
“Selama tahun 2023, Polda Sulteng mencatat sebanyak 6.189 kasus, dengan jumlah 3.395 kasus di antaranya berhasil diselesaikan. Bila dibandingkan tahun 2022, naik sebesar 20%,” ungkap Agus saat merilis catatan akhir tahun 2023, di Aula Rupatama Polda Sulteng, Palu, Minggu (31/12/2023).
Kasus yang ditangani sepanjang 2023, lanjut polisi berpangkat inspektur jenderal ini, seperti 14 perkara tindak pidana korupsi, di mana 12 sudah berada di tahap II dan 30 kasus lainnya sedang dalam penyidikan. Akibat kasus korupsi ini, negara menelan kerugian lebih dari Rp51 miliar.
Selain itu, perwira bintang dua ini juga mengaku jika lembaga penegak hukum yang dipimpinnya berhasil menyelesaikan 11 dari 12 kasus tambang ilegal dan semua kasus Bahan Bakar Minyak (BBM) ilegal yang berjumlah empat perkara.
Soal tindak pidana narkotika, sambung Agus, jajaran Polda dan Kepolisian Resor (Polres) se-Sulteng telah mengungkap 512 kasus narkoba. Meski ada penurunan 21% dibanding tahun sebelumnya, tetapi pihaknya berhasil menyita barang bukti berupa sabu-sabu lebih dari 41 kilogram, atau meningkat 308,7% sejak tahun 2022.


