Kurangnya ruang yang memadai sebagai tempat pertunjukan teater di Palu jadi salah satu sorotan Adi Atmaja, sekretaris Sanggar Seni Lentera Silolangi.
“Selepas gempa dan tsunami kegiatan pertujukan teater mulai jarang karena kurangnya tempat yang memadai,” tutur Adi saat kami temui di Perpustakaan Nemu Buku, Jalan Tanjung Tururuka, Palu Selatan, Selasa (26/3/2024).
Kami menemui Adi dalam rangka memeriahkan Hari Teater Sedunia yang peringatannya berlangsung setiap 27 Maret. Turut hadir Annisa Saskia Putri selaku Ketua Sanggar Seni Lentera Silolangi.
Adi dan Annisa termasuk generasi baru alias penerus tongkat estafet dalam skena teater di Palu. Sementara Sanggar Seni Lentera Silolangi bisa dikatakan cukup veteran. Sanggar yang jadi tempat merangkum seni teater, musik, dan tari ini eksis sejak 1993. Pendirinya tiga serangkai Musa Abdul Kadir, Husen Abdul Kadir, dan Petrus.
Menurut mereka, dampak bencana alam pada 2018 sangat besar terhadap proses berkesenian di Palu, terutama bagi para seniman teater.
Pasalnya ada banyak infrastruktur yang hancur, salah satunya Gedung Olah Seni (Golni) Palu yang selama ini diandalkan sebagai tempat pementasan karya-karya teater. Belum lagi ketika pandemi Covid-19 melanda.
Hingga lima tahun usai bencana, tidak ada tanda-tanda pembangunan kembali gedung tersebut oleh pemerintah. Kontras dengan pembangunan kembali pelbagai infrastruktur lain yang seolah ngebut.
Kegelisahan ini pula yang mencuat dalam acara bincang seni bertajuk "Taman Budaya Pasca Bencana; Masihkah Tenggelam?" pada 7 Februari 2024. Acara tersebut diinisiasi oleh Komunitas Seni Lobo, salah satu yang juga tak kalah aktif menghidupkan teater di kota ini.
Saat berlangsung diskusi bertema “Menelisik Ekosistem Teater di Sulteng” untuk menyambut Hari Teater Sedunia tahun lalu di Bantaya Cinta, Tatura Utara, Palu Selatan, Dili Swarno selaku pegiat teater di Palu juga lantang mengatakan, "Teater kita butuh ruang, tak perlu orang mango (banyak bicara, red.) macam saya."
Ruang dalam pertunjukan teater sejatinya punya andil penting, bukan hanya ruang yang diciptakan oleh imaji para aktor, tapi juga ruang secara fisik. Jika bicara faktor memadai untuk pertunjukan, maka ruangan yang dimaksudkan harus mengakomodir kepentingan antara pelaku pementasan dan penonton.
Kapan ruang memadai itu akan hadir di Palu agar bisa dimanfaatkan oleh para pelaku teater kita? Entah. Sementara aktivitas pertunjukan tak boleh berhenti. Serupa nadi, ia harus senantiasa berdenyut.
Menyerah dengan keadaan jelas bukan tabiat para insan kreatif, termasuk seniman. Oleh karena itu, para seniman teater harus mencari tempat untuk pentas, mulai dari aula sekolah, taman-taman, dan ruang publik yang mudah diakses.
View this post on Instagram
Cara lain yang dilakukan Sanggar Seni Lentera adalah melakukan pementasan di luar daerah. Tujuannya untuk meningkatkan kualitas pertunjukan dan memperluas jaringan dengan komunitas teater lainnya.
“Karena penunjang di daerah juga kurang. Sementara peluang di luar lebih banyak,” ujar Adi.
Adi dkk., misalnya, aktif dalam mengikuti berbagai festival teater. Salah satunya lomba teater modern di Festival Seni Bali Jani (FSBJ) 2022. Dalam ajang tersebut, mereka mementaskan naskah berjudul “Sumur Tanpa Dasar” karya Arifin C. Noer dan berhasil menjadi juara pertama.
Tahun lalu, Sanggar Seni Lentera kembali hadir dalam FSBJ. Pada kesempatan tersebut, dipentaskan karya berjudul “Sakaya” arahan Dili Swarno. Adi bertindak sebagai penulis naskah.
Selama proses persiapan di Palu, para pemain yang totalnya melibatkan 23 orang terpaksa berpindah-pindah tempat latihan. Semangat mereka tak kendur. Pementasan saat hari yang dinantikan juga berjalan lancar.
Bukan hanya aktif bergerilya mengintip berbagai peluang mementaskan karya, Sanggar Seni Lentera juga aktif dalam berbagai upaya mengembangkan ekosistem teater di Palu. Semisal mengadakan pelatihan dan lokakarya (workshop) teater bagi anak-anak dan remaja.
“Kami punya subunit sanggar teater yang kami bina, ada dari SMKN 3, SMKN 2, SMKN 1, SMAN 3,” ungkap Annisa.
Semua upaya tersebut mereka lakukan secara mandiri. “Kami berharap pemerintah dapat membantu membangun infrastruktur dan ruang pertunjukan yang memadai. Kami juga berharap pemerintah dapat memberikan bantuan dana untuk kegiatan-kegiatan komunitas teater,” pungkas Adi.
teater seniman kesenian Hari Teater Sedunia Sanggar Seni Lentera Silolangi Komunitas Seni Lobo gedung pertunjukan infrastruktur Gedung Olah Seni Taman Budaya