Museum Provinsi Sulawesi Tengah jangan ketinggalan zaman
Penulis: Syahrul Wardana | Publikasi: 9 Desember 2023 - 13:32
Bagikan ke:
TUTURA.ID - Museum Provinsi Sulawesi Tengah jangan ketinggalan zaman
Suasana Museum Provinsi Sulawesi Tengah di Jalan Kemiri, Siranindi, Palu Barat (Foto: Syahrul Wardana/Tutura.Id)

Entah mengapa nasib kebanyakan museum di Indonesia, terutama yang dikelola oleh pemerintah daerah, sepi peminat. Mirip dengan perpustakaan. Padahal keduanya ibarat gudang pengetahuan.

Pemandangan serupa juga terlihat saat melawat ke Museum Negeri Provinsi Sulawesi Tengah di Jalan Kemiri, Siranindi, Palu Barat. Lokasi ini sangat strategis karena terletak di tengah kota dengan akses transportasi yang memadai dari segala arah.

Kompleks museum yang terdiri dari beberapa gedung bergaya arsitektur rumah-rumah tradisional Sulteng dengan sentuhan modern ini berdiri kokoh. Bertapak di atas lahan seluas 18.330 meter persegi yang tampak asri.

Total koleksinya mencapai 7.600 yang terdiri dari benda-benda geologi, biologi, etnografi, arkeologi, histori, numismatik, filologi, keramik seni rupa, dan teknologi modern.

Menurut arkeolog dan ahli cagar budaya Iksam Djorimi, koleksi yang tersimpan di Museum Prov. Sulteng termasuk banyak dibandingkan museum lain di Sulawesi.

Oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Museum Prov. Sulteng termasuk dalam golongan Tipe C alias cukup baik.

Tiket masuknya juga sangat terjangkau. Kalangan pelajar cukup membayar Rp3000-Rp4000, pengunjung umum dengan modal selembar uang lima ribuan, sementara bagi turis asing dikenakan biaya Rp25.000.

Disediakan pula berbagai fasilitas pendukung, mulai dari area parkir, taman, musala, toilet, perpustakaan, hingga galeri suvenir sebagai oleh-oleh.

Salah satu taman yang ada di dalam kompleks Museum Provinsi Sulawesi Tengah (Foto: Syahrul Wardana/Tutura.id)

Walau demikian, publik—utamanya kaum muda—tetap saja enggan menjadikan museum sebagai pilihan destinasi utama untuk mengisi waktu senggang.

Ramai di area ini baru terasa kala berlangsung pameran atau rombongan pelajar yang datang melakukan study tour. Hiruk pikuk juga tercipta jika ada kegiatan inisiator publik yang menumpang di area museum. Lain dari itu suasana kembali lengang.

Kemenbudpar dan Kemendiknas coba mengatasi kondisi tersebut dengan menetapkan Gerakan Nasional Cinta Museum kurun 2010-2014. Sebuah upaya untuk membenahi peran dan posisi museum agar bisa menarik perhatian masyarakat.

Berbagai perbaikan dilakukan, mulai dari penguatan pencitraan, revitalisasi fisik bangunan, hingga mengemas berbagai program menggunakan bentuk sosialisasi dan kampanye kepada awam.

Sejumlah slogan juga dihadirkan agar publik semakin akrab dengan museum, di antaranya “Museum di Hatiku” dan “Ke Museum Yuk!” Ketika masa program berakhir, keinginan mengunjungi museum juga berangsur surut.

Melansir Kompas.Id (2018), Dirjen Kebudayaan Kemenbudpar Hilmar Farid mengungkapkan, hanya sekitar 15 persen dari total sekitar 400 museum di Indonesia yang berhasil menarik minat pengunjung.

 
 
 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by Step! (@stepmagz)

Jika merujuk data, jumlah pengunjung Museum Prov. Sulteng cenderung fluktuatif alias naik turun setiap tahun.

Tahun 2022-2023, jumlah kunjungan ke Museum Prov. Sulteng bisa dikatakan belum pulih sepenuhnya dibandingkan masa sebelum pandemi.

Data sepanjang tahun lalu, misalnya, total pengunjung tercatat “hanya” 9.296 orang. Sementara untuk tahun ini, hingga Mei, jumlah pengunjung ada 3.814 orang. Sebagian besar pengunjung didominasi kalangan pelajar dan mahasiswa.

Bandingkan dengan total pengunjung sepanjang 2018, sebelum bencana gempa dan tsunami, yang tercatat sebanyak 11.003 orang. Setahun berikutnya, lantaran tutup karena harus melakukan sejumlah perbaikan imbas bencana, angka pengunjung merosot jadi hanya 2.639 orang.

Sementara periode 2020 dan 2021, seiring merebaknya pandemi Covid-19, tidak tersedia data pengunjung karena museum terpaksa sering tutup atau tidak melayani kunjungan.

Kepala Seksi Pelestarian dan Pengembangan Museum Prov. Sulteng Drs. Rim, M. Hum. (Foto: Syahrul Wardana/Tutura.Id)

Berbagai upaya terus dilakukan untuk meningkatkan kembali minat masyarakat mendatangi museum. Misalnya jadi tuan rumah Pameran Nasional Alat Musik Tradisional Nusantara 2023 yang bisa menghadirkan ribuan pengunjung. Ada pula Pameran Khusus Kain dan Baju Tradisional Masyarakat Sulteng yang diselenggarakan medio tahun ini.

Daya pikat Museum Prov. Sulteng sebenarnya tak sebatas ketika ada acara tertentu semata. Saat hari-hari lain, orang tetap bisa meneroka beragam khazanah peninggalan sejarah dan kebudayaan di Sulteng.

Beberapa peninggalan berharga di tempat ini, semisal koleksi geologika berupa geraham gajah purba, replika Patung Palindo sebagai peninggalan zaman megalitikum, perkakas tradisional untuk memenuhi kebutuhan hidup, aneka benda peninggalan masa kolonial, dan taiganja sebagai representasi rahim yang terbuat dari perunggu. Bagi masyarakat Suku Kaili, taiganja perlambang kesuburan.

Kekayaan koleksi tadi seharusnya diselaraskan dengan usaha pengelola, dalam hal ini Disdikbud Prov. Sulteng, menjadikan museum sebagai ruang apresiasi publik. Caranya mau tidak mau harus mengikuti perkembangan zaman, melihat tren, dan tidak tabu memanfaatkan teknologi. Agar langkah kaki generasi muda ringan berkunjung ke museum.

Beberapa museum telah melakukan banyak kegiatan inovatif untuk menghadirkan citra baru museum sebagai tempat edukatif nan menyenangkan.

Contohnya apa yang dilakukan Museum Nasional atau lebih populer dengan sebutan Museum Gajah. Tersedia sebuah ruangan khusus bernama ImersifA berisi instalasi permanen dengan proyeksi video mapping ke setiap sisi dinding, termasuk lantai, dengan tata suara menggelegar.

Galeri Nasional sebagai museum seni rupa modern dan kontemporer saban bulan selalu berganti topik pameran. Tak jarang pula mengadakan lokakarya untuk menambah pengetahuan dan keterampilan pengunjung.

Dus, museum tak sekadar menghelat kegiatan monoton. Orang hanya datang, melihat, lalu pulang.

"Idealnya sudah harus menyesuaikan dengan zaman, misalnya perlu ada ruangan digitalisasi koleksi, museum digital, atau museum theatre untuk pengunjung milenial," ujar Haliadi Sadi, pengamat sejarah di Universitas Tadulako, Palu, kepada Tutura.Id, Kamis (7/12).

 
 
 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by UPT.TAMAN BUDAYA & MUSEUM (@tamanbudayamuseum_sulteng)

Harian Kompas, penghujung Desember 2019, pernah melakukan jajak pendapat kepada 478 responden berusia minimal 17 tahun yang tinggal di Jabodetabek. Alasan terbanyak mengapa museum jadi tempat yang kurang asyik dikunjungi lantaran suasananya membosankan, museum hanya tempat untuk anak sekolah, hanya menyajikan hal-hal kuno, dan tidak menyajikan tema yang mengetren.

Kepala Seksi Pelestarian dan Pengembangan Museum Prov. Sulteng Drs. Rim, M. Hum. menyadari derasnya tuntutan perubahan tersebut. Walaupun dengan segala keterbatasan, pihaknya coba beradaptasi pelan-pelan.

"Teman-teman sudah mulai mengunggah video (pameran) di YouTube dan Instagram. Memang masih sangat kurang, tapi kami akan (berusaha) mengarah ke sana juga," ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (29/11).

Masukan juga disampaikan Mohammad Herianto selaku Koordinator Komunitas Historia Sulawesi Tengah. Saat bersua Tutura.Id (7/12), Anto, demikian sapaan akrabnya, berharap Museum Prov. Sulteng lebih giat melakukan promosi atau menerbitkan sejumlah katalog koleksi.

“Itu nantinya menjadi daya tarik orang belajar di museum, ataupun sekadar berkunjung untuk menjawab keingintahuan mereka tentang budaya serta tinggalan sejarah di Sulteng," pungkas Anto.

Adaptasi, inovasi, dan kolaborasi menjadi kunci pengelolaan museum agar senantiasa relevan dengan derap perubahan waktu. Jika tidak, museum harus rela terus mendapat predikat sebagai tempat penyimpanan benda-benda kuno yang ketinggalan zaman.

Andi Baso Djaya turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
0
Jatuh cinta
0
Lucu
0
Sedih
0
Kaget
0
Marah
0
Mungkin tertarik
TUTURA.ID - Rama memahami berbagai manuskrip kuno melalui aksara lontara
Rama memahami berbagai manuskrip kuno melalui aksara lontara
Berkat menguasai aksara lontara, Rama (19) bisa memahami berbagai manuskrip kuno. Pengetahuan langka yang tak…
TUTURA.ID - Menyemai sineas muda di kalangan pelajar Sulawesi Tengah
Menyemai sineas muda di kalangan pelajar Sulawesi Tengah
Pelaksanaan Festival Film Pelajar Sulteng 2024 telah memasuki tahap roadshow. Sinekoci akan mengunjungi beberapa sekolah…
TUTURA.ID - Tjatjo Tuan Sjaichu Al-Idrus; jalan panjang melestarikan dialek Kaili
Tjatjo Tuan Sjaichu Al-Idrus; jalan panjang melestarikan dialek Kaili
Sejak dekade 70-an, Tjatjo TS Al-Idrus rajin menyisir berbagai kampung di Sulteng untuk meneliti ragam…
TUTURA.ID - Workshop Sastra Pakuli: Ikhtiar penciptaan karya sastra jadi medium pencatatan keragaman botani herbal
Workshop Sastra Pakuli: Ikhtiar penciptaan karya sastra jadi medium pencatatan keragaman botani herbal
Keragaman bahan tanaman obat di Desa Pakuli memantik minat untuk dicatatkan. Uniknya, kekayaan pengetahuan lokal…
TUTURA.ID - Darurat Kekerasan Seksual Di Sulteng